01

Suara tembakan begitu memekakan telinga, beberapa laki-laki dengan pakaian serba hitam seraya membawa senjata api tiba-tiba saja masuk kedalam rumah mewah yang terlihat cukup besar, dua anak perempuan yang berusia 5 tahunan tengah berdiri menyaksikan betapa mengenaskannya sang ayah yang di tembak beberapa kali.

"Bersembunyi Kak, cepat!"

"Semuanya berpencar!" teriak sang ayah yang sudah ada di ujung kematian.

Dengan tubuh yang gemetaran, sang kakak menarik tubuh sang adik untuk segera bersembunyi, mencari tempat yang sekiranya aman untuk mereka berdua, bahkan sang adik terus-terusan memejamkan mata seraya menutup kedua telinga, merasa takut dengan suara tembakan yang begitu memekakan telinga.

"Kakak, Ibu. Ibu dimana?" lirih sang adik seraya menatap sendu kakaknya.

Dengan nafas yang terengah-engah, mereka berdua sudah bersembunyi di salah satu pondok yang tidak terlalu jauh di rumahnya, sang kakak langsung memeluk sang adik untuk segera menenangkannya.

"Doa'kan saja semoga Ibu baik-baik saja, Dek."

Dengan gemetaran sang kakak berusaha untuk terlihat kuat dan tidak takut, agar sang adik tidak merasakan panik. suara tembakan masih terus terdengar, bahkan kobaran api sudah melahap sebagian rumah mewah mereka.

.

.

.

"Dasar sialan, lo mau uang'kan?"

"Maka dari itu lo harus nurutin perkataan gue, jelek in nilai ulangan lo, setelah itu gue akan ngasih lo uang!"

"Sial, bahkan dia ga beliin barang yang gue mau, anak miskin kayak lo itu ga bisa jadi seperti kita."

Seorang gadis sudah tertidur sambil meringkuk, ketiga gadis cantik dengan berpakaian modis tengah menendang tubuhnya yang sudah mendapatkan beberapa luka memar, bahkan mereka bertiga tidak memperdulikan rintihan dari gadis yang sudah terkulai lemas itu.

"Hey, orang tua kita sudah sampai di sekolah! pergi ke ruangan Pak Kapsek ayo," teriakan seorang laki-laki seketika membuat mereka menghentikan aksinya, dengan rasa yang malas mereka pun pergi meninggalkan rooftop sekolah, tempat yang selalu dijadikan tempat perundungan untuk teman-teman sekolahnya yang tidak mempunyai kekuasaan di sana.

Dengan tertatih-tatih gadis yang sudah memiliki banyak luka memar di tubuhnya pun berjalan mendekati tembok pembatas, dengan deraian air mata yang sudah berhasil lolos, ia pun mengingat kembali perlakuan buruk dari orang-orang yang memiliki kekuasaan di sekolahnya, bahkan dia selalu saja di permalukan.

"Mereka banyak uang, sedangkan gue gak ada, mereka bisa ngelakuin apa aja di sekolah ini, bahkan memalsukan nilai aja bisa."

Gadis cantik yang bernama Alana itu kini melihat ke bawah, di mana ada beberapa siswa yang sedang berolahraga di lapangan voly. "Bahkan mereka aja selalu diam aja, menutupi semuanya, menutup mata dengan apa yang terjadi di sekolah ini," lirihnya.

"Ibu, Kakak maafin aku, aku udah ga kuat lagi."

Dengan keberanian yang ia miliki, Alana pun memanjat tembok pembatas, ia menyingkirkan rambut-rambut yang menghalangi wajahnya, setelah selesai mengatur nafas ia pun langsung loncat dari lantai tiga tersebut.

Sedangkan disisi lain, ketiga gadis yang tadi sempat merundung Alana sedang berada di lantai dua, hendak pergi ke ruangan kepala sekolah untuk menemui orang tuanya yang sedang berkunjung di sekolahnya.

Di belakangnya ada dua orang anak laki-laki yang menjadi salah satu dari orang yang selalu merundung dan menganggu anak-anak sekolah yang ada disana, bahkan kelakuannya saja tidak pernah di sadari oleh mereka berlima, karena mereka anak dari seorang penguasa di kotanya, mereka mampu menindas ataupun menghancurkan hidup seseorang.

"Kalian ngeganggu Alana lagi?" tanya Calvin, salah satu murid laki-laki yang menjadi incaran para wanita di sekolahnya.

"Kita hanya memperingatinya saja, biar dia ga ngeganggu urusan kita di sekolah ini, lagian orang miskin kayak dia ga mungkin bisa sukses, kita yang memiliki banyak uang bisa melakukan apa pun," jawab Meryl.

"Gue setuju, kita harus ngasih pelajaran ke itu anak," imbuh Haikal.

Calvin hanya menggeleng pelan, ia pun lebih memilih untuk mendahului teman-temannya. tapi, baru saja beberapa langkah tiba-tiba saja temannya yang bernama Miri berteriak histeris seraya menatap ke luar jendela, seketika semua siswa yang ada di sana terkejut dan berlomba-lomba berlari menghampiri jendela untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Nafas Calvin memburu saat melihat, tubuh seorang perempuan tengah berlumuran darah di tanah, ia sudah tahu siapa sebenarnya perempuan itu, dia bisa melihat dari penampilannya.

"Dasar, gila!" gumam Meryl.

"Vin, lo mau kemana?" tanya Haikal sedikit berteriak.

Tapi pertanyaannya itu tidak di sahut oleh Calvin, laki-laki jangkung itu berlari menuruni anak tangga.

"Siapa dia?"

"Dia Alana'kan? anak MIPA 2."

"Gila, dia emang sering di bully sama gengnya Meryl, bisa viral ini."

"Gue gak nyangka, Alana bakal senekat ini."

Meryl mengginggit bibir bawahnya lalu ikut berlari menuruni anak tangga, hendak menyusul Calvin.

***

"Dek, bangun!" suara tangisan seorang Ibu mampu menyayat hati.

Alana di bawa ke ruangan UGD, dua dokter tengah mengambil alat rekam jantung dan juga Defibrillator, beberapa perawat yang ikut serta untuk memeriksa kondisi Alana pun membantu untuk menyiapkan alat-alat medis seperti oksigen.

"50 Joule!"

Tubuh Alana meloncat ke atas, sang kakak dan juga Ibunya sedang menunggu di luar dengan gelisah, bahkan sang Ibu terus saja menangis dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi kepada anaknya itu, kenapa bisa putri bungsunya itu nekat loncat dari lantai tiga.

Terdengar suara elektrokardiograf berbunyi nyaring, salah satu perawat berlari ke luar dengan begitu tergesa-gesa, bahkan para dokter disana pun kembali memberi ancang-ancang untuk memberi kejut pada jantung.

"Dek, sebenarnya apa yang terjadi sama lo?" batin Aileen.

Beberapa menit kemudian alat elektrokardiograf kembali berbunyi dengan normal, dokter yang menangani Alana tampak menghembuskan nafas merasa lega, dokter pun keluar dari ruangan dengan dua orang perawat yang mengikutinya di belakang.

"Syukur ada keajaiban, tadi kami sempat tidak bisa mendeteksi detak jantung putri anda, tapi atas kekuasaan Tuhan, kami bisa menyelamatkannya, tapi sayangnya untuk sekarang kondisinya masih belum cukup stabil, bisa dibilang Alana mengalami koma."

Sang Ibu yang bernama Kirani pun begitu syok mendengarnya, tapi disisi lain ia pun lega karena putri bungsunya itu bisa di selamatkan.

"Tapi saya menemukan luka memar di tubuhnya, sepertinya luka tersebut berbekas dan lukanya di dapatkan sebelum kejadian hari ini, apakah terjadi sesuatu dengan Alana?"

"S-saya tidak tahu..."

"Anda tenang dulu saja, perawat sedang mengobati lukanya, berdoa saja agar Alana dapat melewati masa komanya, jika begitu saja permisi dulu," pamit dokter laki-laki.

"Terima kasih, Dok." imbuh Aileen seraya menundukan kepalanya.

"Ibu, Alana..."

Kirani menghapus air matanya lalu segera memeluk anak sulungnya, ia berdoa untuk kebaikan Alana, berharap anak bungsunya itu dapat melewati masa komanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!