CHAPTER 5

...****...

Di kediaman Adipati Gandara Fusena.

Meskipun ia telah kehilangan anaknya 15 tahun yang lalu, akan tetapi ia masih memegang jabatan itu, karena tanggung jawabnya sebagai pemimpin suatu kadipaten yang dapat dipercayai oleh penduduk sekitar. Saat itu ia sedang berada di rumahnya, bersama anak dan istrinya yang sedang belajar ilmu kanuragan.

Setelah kehilangan anak pertamanya anak laki-laki, bukan berarti ia telah kehilangan segalanya. Tiga tahun kemudian istrinya mengandung anak kedua, yaitunya anak perempuan yang sangat cantik.

"Ibu, adek?. Istirahatlah sejenak. Jangan terlalu memaksakan diri untuk latihan."

Akan tetapi pada saat itu Besari Candramaya dan Halwa Candramaya belum menggubriskan ucapannya, karena mereka berdua terlalu menikmati lathan mereka saat itu.

Mereka yang sedang saling menyerang satu sama lain, serta memperlihatkan ilmu pedang yang mereka miliki. Sungguh, turunan yang sangat luar biasa dari dua orang pendekar hebat. Tak selang beberapa setelah itu keduanya menghentikan permainan jurus pedang mereka sambi mengatur tenaga dalam mereka agar tidak kacau.

"Mari kita istirahat dulu, ayahmu telah memanggil kita." Ia menyarungkan kembali pedangnya ke dalam warangkanya.

"Baik ibu." Balasnya sambil melakukan hal yang sama.

Keduanya mendekati Adipati Gandara Fusena yang menunggu mereka di pendopo.

"Istirahatlah dahulu, apa lagi sebentar lagi akan memasuki waktu zuhur. Apakah ananda tidak lapar?."

"Hehehe. Lapar sih ayah. Hanya saja ananda terlalu menikmati latihan ananda bersama ibu."

"Baiklah, kalau begitu ananda bersih-bersih lah terlebih dahulu. Kita akan melaksanakan sholat zuhur berjamaah."

"Baik ayah." Halwa Candramaya langsung mengerjakan apa yang telah dikatakan ayahnya.

"Kalau begitu saya juga akan siap-siap kakang. Akan saya siapkan tempat sholat untuk kita."

"Baiklah. Terima kasih nini."

Setelah itu Besari Candramaya pergi meninggalkan suaminya yang masih duduk di pendopo. Saat itu pikirannya melayang pada 15 tahun yang lalu ketika ia memasuki desa lembung yang sangat di jaga ketat oleh seorang kepala seorang Adipati yang sangat kuat?.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Maaf, jika saya datang ke tempat ini. Namun saya datang ke sini untuk menjalankan perintah gusti prabu adiwangsa dirja."

"Mana buktinya?. Jika kau adalah utusan dari gusti prabu?. Jangan berdusta kau!."

"Ini adalah pesan dari gusti prabu." Ia berikan sebuah gulungan surat pada salah satu pemuda yang berjaga di gerbang  desa itu.

"Baiklah, kau boleh masuk."

"Terima kasih."

Setelah itu Adipati Gandara Fusena masuk ke dalam desa lembung. Akan tetapi, tanpa mereka sadari ada dua bayangan berkelebat yang juga ikut masuk ketika mereka membuka gerbang itu. Adipati Gandara Fusena langsung menuju ke rumah Adipati Sanda Drajat.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam. Masuklah adi gandara fusena."

"Terima kasih kakang."

"Kenapa malah malam-malam datang ke sini?."

"Maaf kakang. Ada sedikit urusan yang harus saya kerjakan dulu di istana."

"Jadi gusti prabu telah menugaskan kau datang ke sini untuk mengusir mereka?."

"Tanpa merendahkan kemampuan kakang, Gusti Prabu hanya khawatir dengan keselamatan rakyat yang berada di desa lembung. Karena itulah saya diutus Gusti Prabu untuk membantu kakang."

"Baiklah, kalau begitu kita akan ke sana besok. Malam ini kau istirahatlah terlebih dahulu. Aku yakin kau butuh makan untuk menambah tenaga untuk besok."

"Terima kasih kakang. Kau sangat baik sekali."

"Kau itu adalah orang baik, aku tidak bisa menolak kebaikan orang baik seperti kau adi."

"Alhamdulillah kakang."

"Nini. Siapkan makan malam, ada tamu istimewa malam ini."

"Baik kakang."

"Mari adi."

"Terima kasih kakang."

Malam itu Adipati Gandara Fusena disambut dengan baik oleh Adipati Sanda Drajat di rumahnya yang sangat mewah itu. Tidak seperti yang dikabarkan, jika Adipati Sanda Drajat memiliki sikap yang sangat keras pada siapa saja, namun itu semua tergantung dengan sikap seseorang padanya. Apakah itu sikap yang benar?. Entahlah.

Sementara itu Senopati Sagala Kasih dan Dharmapati Ayutra Ganda kini berada di sebuah penginapan yang ada di desa Lembung.

"Meskipun kita sedang menyusup, bukan berarti kita tidur di hutan kakang."

"Kau benar adi. Kita ini adalah pria agung, mana pantas kita tidur di dalam hutan."

Keduanya merasa gengsi jika ada yang mengetahui, jika seorang Senopati agung dan Seorang Dharmapati tidur di huat. Jika tidak ditemani nyamuk?. Bisa jadi mereka diseruduk babi hutan yang mungkin kelaparan mencari makanan.

"Tapi kita harus ingat, kita sedang mengawasi gandara fusena. Kita lihat bagaimana caranya dia mengatasi para pendekar itu."

"Tentu saja kakang. Aku ingin melihat dia dikalahkan oleh pendekar golongan hitam, dan setelah itu ia akan jadi bahan gunjingan karena kalah oleh golongan pendekar hitam."

Keduanya malah tertawa puas ketika membayangkan itu semua. Apakah hanya itu saja tujuan mereka datang untuk melihat Adipati Gandara Fusena kalah?. Apakah kedudukan mereka sebagai senopati dan dharmapati di Istana kalah saing dengan seorang dharmapati yang memimpin suatu kadipaten?. Entah apa yang mereka inginkan saat itu. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak terus ceritanya.

...***...

Adipati Gandara Fusena terbangun karena ia merasa itu adalah waktu yang sangat tepat untuk melaksanakan sholat subuh. Sebagai seorang muslim yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan sholat subuh.

Dalam doanya ia sangat berharap dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. "Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, ampunilah dosa hamba, dosa orang tua hanya, dosa istri hamba, dan dosa orang-orang mukmin. Jauhilah kami dari marabahaya yang mengancam keselamatan kami. Jauhkan lah kami dari orang-orang kafir yang ingin menzolimi kami. Hanya kepada-Mu lah hamba meminta perlindungan. Hanya kepada-Mu lah hamba meminta kekuatan untuk menghadapi mereka ya Allah. Atas nama Engkau ya Allah, izinkan hamba untuk mengusir mereka agar tidak berbuat kekacauan di desa ini ya Allah. Hamba serahkan semuanya pada-Mu ya Rabb. Aamiin, aamiin yan Rabbal a'lamiin."

Setelah selesai melaksanakan sholat subuh, Adipati Gandara Fusena berniat untuk keluar sebentar, sambil melihat bagaimana keadaan desa?. Akan tetapi siapa yang menduga jika ia melihat Adipati Sanda Drajat yang telah berada di halaman rumahnya sambil melatih ilmu kanuragannya. Akan tetapi pada saat itu ia melihat ada yang aneh dengan gerakan itu.

Tak selang beberapa lama, Adipati Sanda Drajat menghentikan gerakannya, ia dekati Adipati Gandara Fusena.

"Apakah kakang terluka?."

"Aku sedikit terluka setelah berhadapan berhadapan dengan dua orang pendekar yang bercokol di dalam goa utara desa lembung."

"Astaghfirullah hal'azim ya Allah. Apakah mereka memiliki kemampuan olah kanuragan yang sangat mempuni kakang?."

"Mereka adalah kelompok pendekar golongan hitam adi. Kekuatan yang mereka miliki sangat ganas, aku harap kau berhati-hati nantinya adi."

...***...

...   ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!