...Can I Love you?...
...by VizcaVida...
..._____🌺_____...
Pernikahan.
Leona tidak bisa membayangkan sebuah pernikahan akan menyambangi hidupnya secepat ini. Dia mempunyai rencana akan membangun rumah tangga bersama Joan sekitar dua tahun kedepan, saat Joan sudah menyelesaikan KPR rumah yang pria itu beli di salah satu area perumahan kelas menengah yang berlokasi tidak jauh dari kantor. Ya, sesederhana itu keinginan pasangan yang memang sederhana itu. Baik Leona maupun Joan, saling mengerti kehidupan masing-masing. Dua-duanya tidak berasal dari keluarga berada yang bisa mengandalkan harta orang tua untuk bertahan hidup di kota. Mereka berjuang dengan keringat sendiri agar bisa makan dan tidur di tengah tekanan hidup ibukota.
Leon dan Joan juga sudah sempat membahas rencana kedepan mereka setelah berumah tangga nanti, termasuk dua anak yang akan meramaikan hidup mereka kelak.
Akan tetapi setelah kejadian malam itu, Leona harus rela kehilangan semua angan indah tersebut, lalu mengambil keputusan menikah dengan laki-laki yang bahkan tidak ia ketahui kepribadiannya. Pria itu hanya berkata akan menjamin hidup layak secara finansial. Memberikan hunian nyaman sebagai tempat tinggal dan tentu makan enak, serta uang belanja bulanan yang tidak akan bisa di bandingkan dengan uang gajinya meskipun bekerja banting tulang hingga remuk tak berbentuk.
Leona tidak tergiur, tapi dia tidak ingin membuat Joan kecewa padanya. Apalagi nanti jika Joan tau, dia sudah tidak gadis lagi oleh pria lain yang sekarang, telah menjadi pasangan hidupnya secara dadakan.
Berita pernikahan itu membuat gempar seisi kantor. Bahkan ada yang tak segan-segan mencibir dan mengecap Leon sebagai pengkhianat.
Apa mau di kata, orang melihatnya seperti itu tanpa tau alasan dibalik semua kesulitan yang ia lalui.
Leon sempat meminta bertemu dengan Joan, akan tetapi pria itu menolak dan berakhir Leon yang mengirimkan pesan singkat berisi permintaan maaf tulus atas keputusan sepihak yang sudah diambil olehnya itu.
***
Sebelum pernikahan di gelar, Leon dan Antariksa sempat bertemu dua kali. Pertama untuk membicarakan perjanjian hitam di atas putih yang harus mereka sepakati, termasuk harta dan beberapa hal lain yang berhubungan dengan lahir dan batin. Pertemuan kedua, untuk melakukan fitting baju pengantin dan mencari WO yang akan mengurus seluruh persiapan acara resepsi setelah pengucapan janji suci berlangsung.
Dan hari ini, adalah hari ketiga Leon menjadi Nyonya Graham di rumah bergaya Eropa yang ia tempati bersama Antariksa—pria yang menikahinya atas dasar kasihan. Ya, kasihan. Antariksa mengatakan itu secara gamblang didepan Leon tanpa mau menutupi sedikitpun niatan pernikahan itu digelar.
Leon sengaja memasang alarm di jam empat pagi agar dia bisa membereskan rumah dan memasak untuk Antariksa, seperti istri pada umumnya. Dipikir-pikir lagi, sudah seharusnya dia melakukan itu karena Antariksa sudah mentransfer uang belanja pertama untuknya sebagai seorang istri. Mau tidak mau, Leon harus meladeni sang suami dengan baik. Terlebih saat tau nominal yang muncul di pemberitahuan saldo M-banking nya, sangatlah fantastis.
Setelah mencuci baju dan mengepel lantai, Leon mulai berkutat di dapur. Oh ya, sebagai tambahan informasi, mereka sepakat untuk tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga dengan alasan untuk menjaga kerahasiaan rahasia yang ada dan sudah mereka buat bersama.
Pagi ini, dia berniat membuat soto daging. Menu sederhana yang biasa ia buat di kosan. Leon hanya berharap, selera Anta tidak seperti orang-orang kaya lainnya yang suka menikmati makanan ala western. Jika memang seperti itu, Leon akan meminta maaf dan belajar mulai dari nol secara otodidak melalui internet. Ya, mungkin jalan keluarnya yang harus ia pikirkan adalah itu.
“Mmmm ... pas.” serunya penuh kelegaan setelah mencicipi kuah soto dari dalam panci yang terlihat mahal. Jika kalian bertanya mengapa dia bisa menebak, karena panci yang ada dirumah Leon, hanya sebatas panci aluminum yang pantatnya gosong. Berbeda dengan yang ia pakai sekarang. “Semoga saja pak Anta suka.”
By the way, Leon dan Anta juga sempat membicarakan nama panggilan masing-masing. Anehnya, mereka justru berdebat karena Antariksa menyebutnya keturunan singa. Mengapa? Karena Leon, terasa familiar dengan seekor singa ditelinga Anta. Leon terdengar seperti ... Leo.
Leon melirik jam yang menempel di salah satu dinding rumah bercat abu-abu muda itu, lantas mulai menata satu persatu di atas meja makan, menghidangkannya dengan penuh perasaan. Katanya, kalau makanan dimasak dengan hati, dan dihidangkan dengan penuh perasaan itu, rasanya pasti enak. Entah Leon pernah mendengarnya dimana, tapi dia berharap itu bukan hanya sekedar mitos.
Setelah semua ada diatas meja makan yang ukurannya tidak terlalu luas itu, Leon bermaksud membangunkan Anta karena laki-laki itu bilang akan pergi ke kantornya agak pagi karena ada meeting.
Namun, belum sempat Leon pergi kembali ke kamar mereka dan masih melepas appron dari badannya, dia sudah melihat Anta berjalan dengan rambut berantakan dan kaos sleeveless menuju lemari pendingin.
Melihat Anta menuang air dingin ke dalam gelas, Leon buru-buru menegur. “Ini, saya buatkan susu, pak. Masih pagi jangan minum air dingin, nanti perut bapak sakit.”
Selama hidup di muka bumi, baru sekarang Anta mendengar jika meminum air dingin di pagi hari itu membuat perut sakit. Keningnya sedikit mengerut, tapi dia tidak peduli dengan Leon yang berusaha mengubah kebiasaannya tersebut.
“Pak—”
“Gue bukan bapak Lo, dan stop ngatur gue!” ketusnya, lalu menenggak segelas penuh air dingin. Sedangkan Leon, hanya diam dengan bibir menganga sembari menatap Anta yang sekarang meninggalkan dapur dan mungkin akan ke kamar mandi. Sekali lagi, Leon bersuara.
“Saya sudah buatin sarapan buat bapak. Nanti, setelah mandi dan siap-siap, kita sarapan bareng ya?”
Anta sempat menghentikan langkah mendengar ajakan sok friendly dari roomate barunya itu. Tapi ia acuh dan kembali berjalan menuju tempat sakral yang selalu ia tuju saat pagi hari, yakni kamar mandi.
Melihat gelagat Anta yang tidak suka padanya, Leon mengembuskan nafas kesal. Ia hanya berusaha menerima dan berlapang dada karena sadar siapa dirinya untuk Antariksa. Mengesampingkan semua itu, Leon pun menuju kamar mandi lain yang tidak terpakai untuk membersihkan diri, karena dia juga harus bekerja.
Ah, untuk yang satu itu, Antariksa tidak mau membatasi apapun keinginan Leona. Dia bahkan membiarkan istri barunya itu untuk tetap pergi ke kantor meskipun dia sudah memberi uang banyak. Bodo amat uang itu mau dipakai untuk apa oleh si Leon, toh uangnya tidak akan habis tujuh turunan.
Keduanya sudah duduk di meja makan minimalis modern seperti yang pernah Leon lihat di televisi. Awalnya Leon pikir ia hanya bermimpi, tapi semua itu nyata saat dia duduk di atas salah satu kursi seharga puluhan juta itu.
Norak?
Benar. Leon sangat norak dimata Anta hingga membuat pria itu ilang feeling.
“Saya tidak tau bapak suka atau—”
“Udah gue ingetin kan? Jangan panggil gue bapak! Gue bukan bapak Lo. Nama gue Antariksa. Panggil gue Anta, sulit ya?” ketus pria berumur tiga puluh dua tahun itu tanpa filter, yang mengakibatkan gerakan tangan Leon menjadi frezz, membeku saudara-saudara.
“T-tidak. S-saya cuma ingin menghormati—”
“Gue bukan tipikal manusia gila hormat.”
Astaga. Ingin sekali Leon menepuk mulut pria itu dengan centong nasi yang sedang ia genggam. Nafas berembus samar setelah Leon berhasil melawan gejolak emosi yang membuat darahnya mendidih. Ia lantas melanjutkan ucapannya yang sempat tertunda. Ia ingin memperkenalkan masakan buatannya didepan Anta. Tidak mendamba pujian, hanya saja semoga Anta suka.
“S-saya masak soto daging pagi ini. Semoga pak—, maksud saya, semoga suka.”
Antariksa menerima piring berisi nasi yang takaran porsinya lumayan banyak. Seumur hidupnya—lagi, dia tidak pernah makan sebanyak itu. Lantas ia juga menatap piring milik Leon yang sudah terisi oleh nasi. Dan sesuatu yang mengejutkan membuatnya membolakan mata.
Leon itu manusia, bukan singa, dan dia juga seorang wanita. Tapi mengapa porsi makanan di sana lebih banyak darinya?
Mata Anta berkedip cepat saat Leon bertanya, “Kenapa melihat piring saya seperti itu?”
Anta mengalihkan tatapan matanya lalu menggigit bibir bawahnya. “Kamu makan sebanyak itu?” tanyanya penasaran. Pasalnya, Amanda tidak pernah terlihat makan sebanyak itu. Perempuan bernama Amanda itu lebih elegan dan berkelas, berbanding terbalik dengan perempuan yang ada didepan matanya.
“Memangnya kenapa?” tanya Leon heran. “Apa anda tidak pernah melihat perempuan makan seperti saya?”
Speechless. Anta kehilangan semua kata-kata, hanya bisa menatap lurus wajah Leon yang tidak ada sama sekali raut bersalah.
“Saya kasih tau nih pak Anta. Makanan itu penyokong tenaga dan isi kepala. Jadi, kalau perut kita kenyang, pasti akan membuat otak berfikir serta berfungsi dengan baik. Selain itu, energi yang ada dalam tubuh kita pasti akan bertahan lama. Beda dengan—”
“Nggak usah ceramah. Mana soto daging yang sedari tadi kamu bangga-banggain?”
Leon sedikit kesal, karena Antariksa ini hobi sekali memenggal kalimatnya. Selalu saja ucapnya di putus di akhir kalimat yang seharusnya menjadi point pelengkap.
“Ah, ini.” kata Leon spontan mengambil spatula khusus kuah dan bergerak mendekat ke arah samping Anta berada. Tapi sebelum itu, dia meletakkan beberapa pelengkap lain diatas nasi milik Antariksa seperti: kecambah, bawang goreng, seledri, dan sepotong kecil jeruk nipis, agar rasa kuahnya lebih segar.
“Segini cukup?” tanya Leon setelah memeras potongan jeruk nipis ke dalam cekungan sendok, lalu meletakkan sambal di tepian piring. Anta mengangguk. Berlanjut Leon menuang kuah berwarna kuning itu diatas air perasan jeruk nipis agar tercampur. Lalu mengambil beberapa potong daging dari dalam panci dan meletakkan diatas bahan pelengkap. “Selamat makan, semoga suka.” katanya ceria. Dia tidak pernah melupakan motto tentang makanan. Penuh hati, cinta dan perasaan.
Ia duduk kembali ke kursi tanpa memutus tatapan matanya ke arah Anta yang sekarang terlihat menyuapkan nasi ke dalam mulut. Antusias terpancar di kedua matanya hingga menimbulkan binar kebahagiaan saat melihat ekspresi wajah Antariksa yang baik-baik saja.
“Bagaimana rasanya?”
Anta berhenti mengunyah, lalu menyorot Leon yang sedang berbinar menunggu jawaban.
“Biasa saja.”
Mendengar jawaban Anta, senyuman Leon memudar perlahan-lahan. Tapi, meskipun kecewa, Leon tetap berusaha tersenyum. Ia menunduk dan mengambil kuah untuk ia sendiri. Tapi,
“Rasa kuahnya pas. Lain kali, jangan terlalu banyak sambalnya. Gue nggak bisa makan pedes.”
Ternyata, si soto daging rasanya biasa saja gara-gara sambal, pemirsah. []
...To be continue...
...🌼🌺🌼...
Hola.
Ke pasar beli kelapa, eh si pak Anta bikin ulah. Wkwkwk
Maaf pari'annya jelek. But, semoga terhibur dengan kebersamaan hari ketiga pernikahan mereka.
See you next bab
Jangan lupa untuk dukungannya buat Si 🐫 dan Si 🦁 ya ... 🤭
Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
osa
🦁 dan 🐱 😂
2023-05-16
1
osa
kok panggilannya kyk nama kucingnya Nusa dan Rara ya 😄
2023-05-16
1
Putu Suciptawati
aku suka karakter leon
2023-04-30
2