CILY×03

...Can I Love you?...

...by VizcaVida...

..._____🌺_____...

Kantor sudah sedikit ramai pagi ini. Biasanya, Leon datang lebih pagi dari seluruh penghuni gedung. Tapi ini pagi ketiganya datang sedikit mepet dengan jam kerja dimulai. Kegiatan pagi harinya sebagai seorang istri, membuat waktu berangkat ke kantor sedikit tertunda. Bahkan kemarin dia hampir saja telat, dan siang harinya dia harus rela di Landa kantuk karena bangun terlalu pagi untuk menyiapkan semua kebutuhan sang suami sebelum berangkat kerja.

Jarak rumah yang ia tempati bersama Anta dengan kantor lumayan memakan waktu. Belum lagi jika salah satu sisi jalan yang selalu padat itu terserang macet, bisa-bisa Leon gagal sampai di tempat kerja.

Suasana kantor tidak seperti biasanya. Sudah hampir sebulan lebih ini, Leon selalu mendapat tatapan aneh yang tidak mengenakkan. Mata-mata itu seolah sedang menghakimi keputusannya meninggalkan Joan dan menikah dengan pria lain. Rumor yang pernah Leon dengar secara tidak sengaja adalah, dirinya yang gila harta. Rela menjual diri dan meninggalkan Joan karena pria yang menjadi suaminya sekarang jauh lebih kaya.

Saat itu, hati Leon terasa seperti di cabik. Ia sempat menangis di toilet karena tidak kuat mendengar fitnah kejam yang bertolak belakang dengan kenyataan. Ia menikah, bukan karena harta, apalagi cinta. Tapi, dia menikah karena martabat seorang wanita, dan nama baik keluarga yang harus ia pertaruhkan.

Perlahan, cacian dan kata-kata tidak layak dengar itu semakin familiar. Leon berusaha acuh dan tetap sabar meski hatinya terkadang begitu sakit. Di tambah lagi, Joan yang seperti menjauhinya secara terang-terangan. Tapi perlahan semua itu bisa ia terima dengan lapang dada. Biar semua menjadi rahasia pahit yang akan ia simpan sendiri saja. Permintaan maaf yang tidak sampai itu, biarkan menjadi hukuman atas keputusan sepihaknya karena memilih menikah dengan pria yang telah mengambil hal berharga miliknya.

“Woy! Pagi-pagi ngelamun. Kesambet baru tau rasa Lu.”

Itu Dinda, sahabat seperjuangan Leon saat pertama kali bekerja disini. Dinda pun tidak tau masalah sesungguhnya yang menimpa Leon, tapi perempuan itu masih mau menerimanya sebagai teman. Leon bersyukur karena Dinda berpihak padanya.

“Ngelamun apa sih? Nggak dapet jatah dari suami Lo yang ganteng itu?!”

Dinda memang tau detail wajah Antariksa karena Leon pernah mengajaknya ketemuan satu kali, sebelum menikah.

“Apa sih?!” jawab Leon risih. Jika mendengar celetukan Dinda tentang urusan ranjang begitu, Leon selalu berusaha menghindar. Ia tidak ingin membayangkan bagaimana Anta yang tidur satu ranjang bersamanya, menyentuhnya.

Tidak, itu tidak ada dalam bayangan nya sama sekali. Karena selama tiga hari ini, Anta tidak pernah terlihat menginginkannya saat di atas ranjang.

Mau berharap apa memangnya? Anta menyetubuhinya waktu itu juga bukan karena keinginan pria itu.

“Joan nanyain kabar Lo kemarin.”

Sebuah kalimat yang membuat jantung Leon ingin melompat turun ke dasar lambung. Joan masih menanyakan kabarnya, apa itu artinya pria itu diam-diam masih memperhatikan dirinya?

“Dia juga nitip salam buat Lo.”

Leon hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman, meskipun wajahnya mungkin sekarang sudah bersemu merah.

“Dia juga bilang ke gue, kalau pagi ini Lo harus setor design ke dia.”

Leon tidak lupa. Harusnya gambar design sudah ia setor sehari yang lalu, tapi pikirnya kacau. Dia tidak ingin membuat Joan kecewa berkali-kali lipat setelah melihatnya lagi. Leon takut jika membuat pria itu putus asa.

“Ya, nanti gue ke ruangannya.” sahut Leon sambil menyalakan komputer dan memeriksa flashdisk berisi file gambar gedung yang sedang ia kerjakan bersama tim.

Selama Anta tidur membelakanginya, Leon sibuk dengan laptopnya untuk menuntaskan pekerjaannya yang di tuntut deadline.

Meskipun perusahaan milik Anta lah yang menjadi klien perusahaan tempat Leon bekerja, tapi pria itu acuh dan Leon juga tetap berusaha profesional. Dia tidak ingin merayu sang suami agar memberi kelonggaran waktu. Leon tetap membuat batas antara profesionalitas pekerjaan, dengan hubungan hitam diatas putih yang mereka sebut pernikahan.

Sedangkan untuk urusan kantor, Leon juga tetap berusaha memberikan yang terbaik karena memang seharusnya seperti itu. Walaupun, semuanya terasa begitu asing, dan nyaris membuatnya tidak ingin bertahan karena rasa malu.

***

Butuh waktu sekitar dua jam untuk Leon merapikan pekerjaan. Ia lantas membawa copy data berupa gambar buatannya menuju ruangan Joan.

Dengan hati berdebar dan perasaan campur aduk, jari telunjuknya mengetuk pintu ruangan sebanyak tiga kali, lalu mendorongnya.

Sosok Joan terlihat begitu tampan dan berkharisma dengan kemeja berwarna biru langit di badan tegapnya. Leon mempersiapkan diri, mengambil langkah menuju meja kerja sang mantan kekasih yang ternyata, masih begitu ia cintai.

“Ini copy data yang pak Joan minta ke saya.”

Mendengar suara Leon, Joan yang semula mencoba bersikap biasa saja kini mendongakkan kepala. Mata mereka bertemu sekilas, lalu telapak tangan Joan menerima kertas bergambar yang disodorkan Leon padanya.

“Sudah delapan puluh persen, pak. Dua puluh persennya lagi, akan selesai lusa.” terang Leon menjelaskan. Sedangkan Joan, mengangguk paham.

“Terima kasih untuk kerja kerasnya, Le.”

Sakit sekali saat mendengar Joan menyebut namanya tanpa embel-embel apapun. Tapi kembali lagi, kenyataan harus ia hadapi meskipun pahit.

“Sama-sama, pak.” jawabnya canggung.

Leon tak berhenti menatap wajah serius Joan yang sedang memeriksa berkas berisi gambar-gambar gedung beserta komponen penjelasan buatannya itu. Lalu,

“Saya kembali ke meja saya, pak. Kalau ada keperluan lain, hubungi saya lewat saluran 35 saja.”

Mendengar itu, Joan mengehentikan pergerakan tangannya yang sok sibuk. Ternyata canggung bukan hanya menyerang Leon, tapi juga Joan. Pria itu mencoba mengalihkan degupan jantung dan juga emosi campur aduk yang sedang ia rasakan saat melihat Leon.

Joan bahkan ingin menyebut nama Leon dan meminta wanita itu sedikit lama lagi di ruangannya. Tapi semuanya sulit sekarang, Leon bukan lagi miliknya. Leon sudah bersuami. Perempuan yang amat sangat ia cintai itu, sudah bersuami.

“Selamat, atas pernikahanmu.”

Alhasil, hanya kalimat itu yang mampu ia ucapkan dan justru, berhasil membuat langkah Leon terhenti.

“Maaf aku tidak datang. Tapi percayalah, aku mengucapkan ini tulus dari dalam hatiku, Le.”

Tanpa di minta, dua tetes airmata Leon jatuh beruntun. Sakit sekali mendengar kalimat itu terucap dari bibir Joan, pria yang masih ia cintai. Lantas, setelah berhasil menguasai diri, Leon berbalik dan tersenyum pada Joan yang kini sedang menatap sendu pada dirinya.

“Terima kasih, pak. Saya harap, bapak mau memaafkan saya karena—” suara Leon tercekat akibat salivanya yang tiba-tiba tertelan. “—maafkan saya. Saya harap, kita masih bisa berteman baik.”

***

Sesampainya di rumah, Leon bergegas mandi dan mulai kembali memasak. Tugasnya tidak berhenti hanya karena ia lelah pulang bekerja. Di rumah, dia adalah seorang istri yang harus memenuhi kebutuhan suami, termasuk menyiapkan makan malam sebelum Anta sampai dirumah.

Memutuskan memasak sederhana untuk makan malam, Leon mencari beberapa bahan di dalam lemari pendingin dan meletakkannya di meja dapur. Kemudian mulai membuat salah satu menu kesukaannya, nasi goreng.

Tak berselang lama, dia mendengar suara deru mesin mobil yang menandakan bahwa Anta juga sampai di rumah. Meja sudah terisi dengan menu masakan sederhana yang masih mengepulkan uap panas dari nasi goreng dan susu.

Mengapa susu? Entahlah, Leon hanya berusaha sebisa mungkin agar Anta tetap bugar dan tidak merasa kelelahan setelah pulang dari kantor. Bekerja itu melelahkan, apalagi orang sekelas Antariksa Graham yang memikul semua tanggung jawab sebagai seorang Presdir.

Tatapan mata Leon teralihkan pada bagian rumah yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang tamu saat mendengar suara ketukan sepatu Anta di lantai semakin terdengar mendekat. Tak lama kemudian, sosok anta muncul dengan jas kerja yang menggantung di lengan kiri bersama tas kerja dalam genggaman, wajah lelah namun tetap terlihat tampan, gaya rambut masih rapi seperti yang dilihat Leon tadi pagi, serta dasi yang terlihat sengaja di longgarkan agar tidak mengekang leher.

Leon berlari mendekat. Ia menyambut kedatangan Anta dengan meraih tas dan jas kerja pria itu. Bukannya berterima kasih, Leon malah mendapat tatapan curiga dari pria itu.

“Ada mau apa?” seru Leon to the poin tanpa berbasa-basi.

Leon yang mendengar itu, sontak mengerutkan kening. Apa maksudnya?

“Memangnya mau apa? Ya mau nyambut kamu pulang lah.” ketus Leon menjaga image agar tidak jatuh.

Lain orang, lain asumsi. Menurut Anta, jika perempuan tiba-tiba bersikap baik seperti yang dilakukan Leon saat ini, pasti ada maunya sebagai imbalan. Persis seperti yang dilakukan Amanda saat menginginkan sesuatu darinya.

Berbeda dengan Leon yang memang ingin menyambut kedatangan pria itu sebagai seorang istri patuh kepada suami, seperti yang di wejangkan sang ibu dan ayah di hari pernikahannya.

Mendengar jawaban Leon, Anta mengerutkan kening. “Apa ada tas baru yang ingin kamu beli?”

“Kamu ngomong apa sih?!” seru Leon tidak suka. Apa mimik wajahnya terlihat sedang merayu untuk sebuah tas model baru? Leon tidak habis pikir dengan isi kepala Anta. “Udah deh. Nggak usah ngaco.” ketus Leon lupa daratan hingga kembali ke setelan awal—bar-bar.

“Kamu pasti—”

Lama-lama ngeselin juga bersikap sok hormat. Lagi pula pria ini bilang jika dia bukan tipikal orang gila hormat kan? Jadi, mulai sekarang, Leon akan lebih bersahabat saat berbicara. Kembali ke setelan awal adalah tujuan utamanya.

“Apa aku terlihat seperti wanita penggoda berkedok sosialita yang butuh tas baru setiap waktu? Hei pak kaya, aku nggak perlu membeli tas baru yang harganya ratusan juta. Tas selempang di kamar itu saja udah cukup bagiku.”

Setelah memarahi Anta seperti itu, Leon bergegas meninggalkan Anta yang justru menganga. Ia tidak menyangka jika Leon akan berbicara seketus itu padanya.

Ia bahkan bertanya pada dirinya sendiri tentang asumsi yang selama ini tidak pernah salah jika sedang bersama Amanda. Tadi saja, kekasihnya itu mengirim pesan agar membelikannya jam tangan terbaru keluaran merk dunia.

“Kenapa dia marah-marah begitu? Seharusnya jujur saja. Pasti ku kasih.” gerutunya sebal dengan ekspresi yang sudah kembali datar.

“CEPETAN MANDI! JANGAN BENGONG DISITU MACAM PATUNG SELAMAT DATANG! PERUTKU LAPAR NUNGGU KAMU PULANG, TAU!!” teriak Leon dari jauh membuat Anta sedikit terkejut.

Sumpah demi Tuhan, ini adalah pertama kalinya dia dimarahi oleh seseorang. Dan perempuan itu, bahkan baru ia kenal beberapa minggu.

Diam-diam Anta mengelus dada agar jantungnya tetap aman. Akan tetapi,

“Maaf sudah berteriak seperti barusan ke kamu.” kata Leon dengan nada suara halus bak sutra, bersama kehadirannya yang tiba-tiba ada di depan Anta.

Bulu kudu Anta semakin merinding. Leon dengan dua pribadi yang aneh, membuatnya berhasil menanamkan sikap antisipasi. Wanita itu mungkin memang titisan singa. Berbahaya.[]

...To be continue...

...🌼🌺🌼...

###

Kasih komentarnya dong kakak ... ☺️

Terpopuler

Comments

sasip

sasip

ini maksudnya "seru Anta" kale ya thor? bukan Leon yg lagi ngomong kan ya?

2023-07-08

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!