Tatapan Mata

Sean masuk ke dalam porsche miliknya kemudian disusul oleh Bobo yang masuk dan duduk di kursi belakang.

"Apa-apaan kamu? memangnya aku supir?" tanya Sean. Mendengarnya Bobo langsung berpindah duduk ke depan tepat di samping Sean. Sepanjang perjalanan Bobo hanya diam saja sambil sesekali menatap Sean yang tengah asyik mengemudi.

"Katakan padaku, apa yang sebenarnya kamu lihat? Apa ada sesuatu di wajahku?" Sean mulai menyadari tingkah tanduk Bobo yang selalu memperhatikan saat dia tidak melihat ke arahnya. Bobo menjadi serba salah saat tertangkap basah oleh Sean.

"Di mana tempat tinggal kamu? Apakah masih jauh?" Sean kembali bertanya.

"Tidak jauh, habis jalan besar ini belok kiri," jawab Bobo singkat.

"Dari tadi aku terus yang mengajakmu bicara ... Apa kamu patung? Bicaralah sesuatu," Sean mulai bosan.

"Aku ... Punya dua ekor kucing," ujar Bobo mencoba mencari bahan pembicaraan.

"Ha ha, apakah itu penting?" Sean malah menertawakannya.

"Kamu bilang bicara saja tidak menjelaskan mau bicara tentang apa." Bobo akhirnya protes.

Sean tersenyum dan berkata, "Baiklah, apa jenis dan warna kucingmu?"

"Aku punya dua kucing persia warnanya hitam dan satunya putih," jawabnya.

"Mm." Sean hanya mengangguk karena tidak begitu tertarik, "aku tidak terlalu suka memelihara binatang."

"Kenapa? padahal mereka sangat imut," tanya Bobo.

"Justru karena imut, aku takut akan menyayangi mereka," jawab Sean.

"Bukankah itu bagus? Menyayangi hewan peliharaan?" tanya Bobo yang tidak mengerti dengan jalan pikiran Sean.

"Berkecimpung di dunia yang kejam, aku tidak boleh memiliki kelemahan, menyayangi sesuatu bisa menjadi sebuah kelemahan bagiku," jawab Sean.

Bobo kembali terdiam mendengarnya, sudah banyak yang berubah dari diri Sean yang dulu dia kenal. Tanpa terasa mereka akhirnya tiba di tempat yang dituju. Sean memarkirkan mobilnya di pinggir jalan besar, lalu mereka berdua turun dari mobil. Ini pertama kalinya Sean mengantarkan sendiri anak buahnya, Sean melihat sekeliling tempat ini dengan seksama. Ternyata Bobo tinggal di rumah kontrakkan minimalis di pinggiran kota.

"Apa kamu tinggal sendiri? " Sean bertanya.

"Ya, orang tuaku tinggal di luar kota dan aku belum menikah," jawabnya.

Sekarang Bobo mulai bicara panjang tidak terlalu canggung lagi.

"Aku boleh masuk?" tanya Sean kemudian.

Bobo terlihat agak kaget dan bertingkah sedikit gugup. "Tentu saja boleh, tapi tunggu sebentar rumahku agak berantakan, tu–tunggulah di luar sebentar." Bobo langsung berlari masuk sementara Sean masih di luar.

Sean merasa sedikit aneh dengan tingkah Bobo. Lalu terdengar bunyi kasak-kusuk dari dalam rumah. Sean mulai menaruh curiga dan mencoba untuk masuk ke dalam. Sean masuk ke rumah itu dan lampu rumahnya belum menyala. Walaupun tidak bisa melihat dengan jelas Sean seperti melihat seseorang dari kegelapan.

Sean segera meraba dinding mencoba mencari tombol lampu.

Klik!

Lampu dinyalakan dan terlihat sosok Bobo yang ternyata malah berdiri di belakangnya.

"Apa yang kamu lakukan? Rumahmu tidak terlalu berantakan," tanya Sean.

"Be-benarkah...? Aku merapikan sedikit, tapi kamu langsung masuk," jawab Bobo.

Sean melihat sekeliling ruangan tempat ia berdiri. "Apa kamu baru tinggal di sini? Tidak ada satupun fotomu di rumah ini," tanya Sean sedikit heran.

"Aku orang yang kurang percaya diri, jadi aku tidak suka difoto," jawab Bobo.

"Hmmm." Sean mengangguk paham, aneh sekali padahal menurut Sean wajah Bobo tidak jelek, ruangan ini pasti akan terlihat bagus kalau ada foto dirinya yang dipajang. Tanpa diminta, Sean lalu mengambil posisi duduk di Sofa Bed milik Bobo.

"Maaf aku terlalu banyak bertanya, karena aku punya banyak musuh jadi harus selalu waspada," tutur Sean sambil tersenyum.

"Kenapa masih berdiri? Inikan rumahmu, duduklah." Sean berkata sambil menepuk kursi di sisi sampingnya meminta Bobo untuk duduk di sebelahnya.

"Kamu punya korek api?" Sean mengeluarkan lintingan ganja dari saku jasnya.

Bobo langsung bangkit lagi lalu berjalan ke dapur untuk mengambil korek api kemudian keluar setelah menemukannya.

Ces... .

Dengan tekun, Bobo menyalakan rokok ganja milik Sean, lalu tanpa sadar menatap Sean menikmati rokoknya, ia memperhatikan dengan seksama cara pria itu mengeluarkan asap rokok dari mulutnya kemudian menghisapnya kembali melalui hidungnya.

Melihat Bobo menatapnya, Sean kemudian menawarkan, "Apa kau mau?"

Sean memberi kode dengan tangannya agar Bobo mendekat, ia lalu menuruti dengan patuh.

"Lebih dekat lagi," Sean meminta Bobo lebih mendekat dengan dirinya.

Dengan bertumpu pada tangannya yang ditaruh di atas lutut Sean, Bobo berada di posisi sangat dekat dengan wajah Sean.

Sean menghisab rokoknya lalu menghembuskan asap rokok ke dalam mulut Bobo kemudian pria ini menghirup asap ganja itu perlahan. Matanya terpejam, tak lama kepalanya mulai terasa sedikit pusing.

"Uhuk uhuk!"

Bobo terbatuk di tengah-tengah aktivitas mereka, tapi Sean memakluminya mungkin karena Bobo belum terbiasa menghisab ganja. Sean tidak bisa menahan tawa melihatnya.

Gubrak!!

Tiba-tiba saja terdengar suara jatuh dari arah dapur.

"Siapa itu! Bukankah kau bilang tinggal sendiri?" Sontak Sean kaget dan langsung berdiri lalu berjalan ke arah sumber suara.

Sean lalu melihat dua bundelan bulu sedang berguling di dapur. Mereka seperti sedang bergulat, saling banting hingga mengeluarkan bunyi ribut.

"Oh, ini kucing yang aku ceritakan," ucap Bobo yang mengikuti Sean ke dapur.

Sean melihat kucing itu saling menimpa satu sama lain.

"Tidak sopan, coba lihat kucingmu lagi kawin," ejek Sean.

"Hah? tidak mungkin, mereka berdua jantan," bantah Bobo.

Sean terdiam sejenak kemudian terdengar suara orang di depan pintu.

"Kalian ngapain, sih, dipanggil-panggil dari tadi." Aceng sudah tiba membawakan sepeda motor Bobo. Karena Aceng sudah datang Sean tidak ingin berlama-lama lagi.

"Ayo, Ceng kita pergi," ajak Sean.

"Loh! baru juga nyampe, belum panas pantatku," keluh Aceng.

"Ayo cepat, atau kau mau aku tinggal dan pulang jalan kaki sendiri," ancam Sean.

Akhirnya dengan cemberut Aceng menuruti Sean dan pamit pulang dari rumah Bobo.

Ketika sudah di dalam mobil Aceng bertanya, "Si Bobo bagaimana dia menurutmu?"

"Kurasa aku menyukainya, kita ajak bertemu Bos besar besok," jawabnya.

...***...

Di rumah Bobo, tiga orang temannya yang tadinya bersembunyi di beberapa tempat, satu orang di kamar mandi, satunya sembunyi di bawah meja kompor dan satu lagi tepat di bawah sofa bed yang tadi diduduki Sean, keluar dari tempat persembunyiannya.

"Hampir saja," ucap Bobo sambil menghela napas.

"Bagaimana, Dan? apa misi kita ini baik-baik saja? Bisa kita lanjutkan?" tanya Inspektur Andika yang tadi bersembunyi di bawah sofa.

"Lanjutkan, kita tidak boleh sampai gagal," tutur Bobo.

Lebih tepatnya Inspektur Bobo, karena sebenarnya identitas asli pria ini adalah seorang Polisi yang sedang menyamar.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!