Sean memiliki seorang kakak yang setahun lebih tua darinya, sayangnya kakaknya ini menderita Autisme. Kakaknya memiliki wajah yang begitu mirip dengan Sean, hanya saja dia tidak memiliki tahi lalat di bawah bibir seperti Sean.
Kakaknya Sean bernama Siao, sang kakak sebenarnya sangat menyayangi adiknya, tapi tentu saja Siao kesulitan mengutarakannya karena keterbelakangan yang ia miliki, ketika sampai tiba waktunya Sean pulang sekolah dan Siao belum melihat sang adik di rumah mereka.
Siao akan memukul-mukul kepalanya sendiri sambil memutar jari telunjuknya menandakan bahwa dia sedang khawatir akan di mana keberadaan sang adik saat ini.
Cukup lama ia menunggu di ambang pintu, matanya terus memantau jauh, tak lama ia melihat sosok sang adik dari kejauhan, bukannya gembira Siao seketika merasa cemas melihat keadaan sang adik.
Sean pulang dalam keadaan compang-camping tidak keruan, tapi tentu saja dia pikir tidak ada yang akan perduli. Ketika akan masuk ke rumah besar yang terbuat dari kayu ulin itu, Sean melihat sang kakak yang sudah menunggunya pulang.
Siao mendekati Sean dan terlihat jelas kemiripan mereka berdua seperti pinang dibelah dua. Walaupun Siao tidak berkata apa-apa, tapi dari matanya terlihat jelas kekhawatirannya melihat penampilan Sean yang berantakan.
"Sean jatuh ya? Dikejar anjing lagi ya?" Siao bertanya sambil memutar-mutar jarinya.
Sean hanya diam saja tidak menghiraukan kakaknya. Baru beberapa langkah masuk rumah sang nenek sudah keluar dari kamarnya dengan wajah masam seperti biasa.
"Anak nakal! Dari mana saja kamu! Kenapa bajumu sampai kotor seperti itu!" Nenek sudah mengomel tak keruan.
Mendengar keributan, si bibi yang suka melihat Sean dimarahi juga ikut-ikutan memanas-manasi.
"Eh, ini anak! Gak tau apa seragam sekolah itu dibeli pakai uang?! Gak tau terima kasih!" Si bibi menimpali.
"Kamu itu numpang di sini! Ayahmu sudah mati, ibumu itu gila, harusnya kamu mengerti jangan suka merepotkan Nenek terus."
Rasanya tidak habis pikir, mereka langsung memarahi tanpa menanyakan apa yang terjadi pada dirinya, terlebih sang bibi yang selalu mengungkit apa yang terjadi kepada kedua orangtuanya. Sean tentu saja ingat apa yang menimpa ayah dan ibunya,
tidak perlu diingatkan kembali! Ini sungguh menyakiti hati dan perasaan Sean kecil.
Kesabarannya telah habis, setelah kejadian nahas yang menimpanya hari ini, dia merasa tidak sanggup lagi. Hatinya dipenuhi amarah dan dengki, buku jarinya dikapalkan dengan kuat, lalu
Sean berteriak sekencang-kencangnya.
"Berhenti menjelekkan orangtuaku! Aku benci kalian semua!"
Sontak si nenek dan bibinya kaget dengan reaksi Sean yang tidak seperti biasanya.
Sean tidak perduli lagi, ia segera berlari menuju gudang sempit tempat dia biasa tidur dan memecahkan celengan babi miliknya. Walaupun isinya hanya uang recehan Sean mengumpulkan seadanya kemudian memasukkannya ke dalam keresek hitam.
Setelah berganti baju Sean melompati jendela dan segera pergi dari tempat itu. Kabur dari rumah itu saja yang ada dalam pikiran Sean, lebih baik hidup di jalanan dari pada harus tinggal bersama orang-orang yang sama sekali tidak perduli padanya.
...****...
Sudah tiga hari Sean tidak masuk sekolah, Bobo hanya mampu menatap sedih bangku kosong milik sahabatnya itu. Biasanya setiap hari Sean akan menemaninya makan di kantin. Sekarang tanpa Sean di sisinya, Bobo malah menjadi bulan-bulanan anak lain yang sering mengolok dirinya.
"Eh! Anak jelek! Ke mana temanmu yang suka berbohong itu?" tanya Jody anak tambun sepupu dari Sean. "Sudah tiga hari dia kabur dari rumah, nenekku mulai khawatir."
"A-aku tak tahu," jawab Bobo, sama seperti jody, Bobo juga sama sekali tidak mengetahui keberadaan sahabatnya itu saat ini. Terlebih lagi Bobo juga sudah berjanji tidak akan menceritakan kejadian yang menimpa mereka beberapa hari yang lalu.
Keesokan harinya, saat pulang sekolah Bobo mencoba mendatangi rumah Sean, berharap sahabatnya itu sudah pulang ke rumah, tapi Bobo hanya bertemu Siao yang hampir saja dikiranya itu Sean.
Bobo merasa sangat sedih karena tidak mengetahui keberadaan sang sahabat padahal sebentar lagi dia akan pindah sekolah keluar kota. Bobo sangat ingin berpamitan dengan Sean sebelum pergi.
Dalam hati Bobo, Sean adalah satu-satunya sahabat terbaiknya. Walaupun Sean selalu menyuruhnya ini dan itu, tapi Bobo tidak pernah keberatan. Bobo akan selalu mengingat senyum manis Sean saat bercerita kepadanya, tentu saja Bobo tahu kalau semua cerita Sean hanya karangan belaka, tapi entah kenapa Bobo sangat senang melihat Sean bercerita dan tersenyum kepadanya.
Di bawah pohon ketapang tempat biasa mereka bercengkrama, Bobo mengukir batang pohon itu dengan tulisan 'Selamat tinggal Sean, semoga kita bertemu lagi'.
...****...
16 tahun kemudian.
Setelah menjalani kehidupan keras di jalanan Sean bertransformasi menjadi pemuda dingin yang kejam, Wajahnya memang sangat tampan, tapi hatinya sangat bengis. Sean juga sangat pandai berkelahi dia menjadi tukang pukul seorang Bos gang yang sangat disegani di kota. Sean kerap kali disuruh menagih hutang atau menakut-nakuti lawan dari bosnya yang memiliki banyak tempat hiburan malam di kota ini.
Di kamar yang remang dan minim cahaya lampu. Sean mendesah di atas seorang wanita, punggung dengan tatto harimaunya bergerak naik turun. Wanitanya juga sangat menikmati tarian lincah dari Sean yang gagah perkasa.
smartphonenya tiba-tiba berbunyi. Sean berpindah posisi mengangkat tubuh sang wanita lalu meraih benda itu sambil terus membiarkan wanita bergoyang di atas tubuhnya.
"Mmmh ... Halo...." Sean mengangkat telepon dengan santai walaupun sang wanita terus bergoyang di atasnya, desahan sang wanita terdengar sampai di seberang panggilan telepon.
"Ganco! Ngapain kamu cuk!" seru Aceng seorang preman yang saat ini sedang menelponnya.
"Jangan main-main kamu, itu Bos lagi nyariin anak perempuannya ada yang bilang terakhir lagi jalan sama kamu!"
Sean tersenyum karena tentu saja Lisa anak Bosnya sedang menikmati kejantanannya saat ini, dan ketika Lisa semakin liar hingga memaksa Sean segera memutuskan panggilan telepon untuk membantu wanitanya ini bergerak naik turun.
Wanitanya mengerang dengan nikmat, Sean segera sadar Lisa sudah orgasme, dengan sigap Sean membalik tubuhnya untuk mengganti posisi, Sean tidak mau kalah dan mulai menghentak dengan ganas untuk mengeluarkan kenikmatannya. Tubuhnya bergerak semakin kencang, bisa dia rasakan adrenaline yang semakin membuncah, segera ia akan mencapai titik klimaksnya.
Sesaat sebelum klimaks Sean menarik diri kemudian membiarkan benihnya tumpah di luar, tentu saja ia tidak mau ambil resiko menghamili anak bosnya sendiri.
Setelah puas mencampuri Lisa, Sean langsung beranjak dari tempat tidur kemudian memungut pakaiannya yang berserakan dengan santai, Sementara Lisa hanya termangu melihat Sean mulai menutupi tubuh berbulunya yang indah.
"Aku harus pergi," ucap Sean sembari mendaratkan kecupan manis di kening Lisa.
"Bisakah kau bersamaku sedikit lebih lama?" tanya Lisa, ia seraya memohon agar Sean tidak pergi meninggalkan dirinya yang masih belum berbusana.
"Maaf aku tak bisa, kamu tau, 'kan? seperti apa Ayahmu?" Sean mengusap rambut panjang wanitanya untuk memenangkan hatinya.
Lisa hanya terdiam mendengar jawaban Sean, kepalanya mengangguk pelan, memang benar Ayahnya akan membunuh Sean kalau sampai dia tahu perbuatan mereka berdua.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments