Sean berjalan keluar dari hotel menuju Valet tempat dia memarkirkan Porsche Cayman birunya. Tak begitu lama menunggu petugas parkir sudah menyerahkan kunci mobil mewahnya tersebut.
Sean menaiki mobilnya dengan santai dan mulai berkendara ditemani suara music hard rock dari pemutar musik mobilnya, di perjalanan sambil berkendara dia kembali menelepon kawannya, Aceng, yang sudah sedari tadi meninggalkan puluhan panggilan tak terjawab di Smartphone miliknya.
"Halo, Sean!"
Begitu tersambung, jawaban di seberang sana langsung terdengar tidak senang.
"Kenapa, sih, Ceng. Kamu kangen, ya, sama aku?" Sean menyeringai dengan nakal.
"Kamu dari mana saja, sih. Jangan suka bikin masalah! Aku gak mau terbawa-bawa," ujar Aceng menegaskan.
"Tenang saja, susah senang aku pasti selalu membawamu," balas Sean dengan candanya.
"Ha ha ha." lalu Sean tertawa kecil menanggapi omelan kawan baiknya ini.
"Susahnya aja kamu bawa ke aku, senangnya mana mau kamu bagi-bagi," Aceng menyahut dengan kesal.
"Katakan padaku, apa yang membuatmu begitu gusar hari ini?" Sean bertanya mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kamu tau? pemilik Club malam 'Stardust' yang masih di wilayah kita belum memberi jatah upetinya bulan ini," lontar Aceng menjelaskan rasa kecewanya.
"Oh, si cunguk itu, dia juga masih ada tanggungan yang belum dibayar, Aku akan segera ke sana, sepertinya aku perlu sedikit berolah raga," sahut Sean kemudian menutup panggilan.
Dengan cepat Porsche miliknya melaju di aspal jalan, mobil mewah itu berlari kencang seolah tidak memiliki rem. Begitu tiba di tempat tujuannya, Sean turun dari mobil dengan gagahnya dan memancarkan aura yang tegas bak kesatria dengan baju besinya.
Bahkan hanya dengan lirikan matanya saja, penjaga pintu Club malam yang bertubuh kekar langsung ciut, dan mempersilahkan Sean melewati penjagaannya.
Di dalam ruangan khusus staff, pemilik Club yang tadinya bicara santai dengan Aceng, sekarang menjadi gugup dan sontak langsung berdiri dari kursinya.
Dalam hati Aceng berkata, "Memang hanya Sean seorang yang ditakuti si cunguk ini."
Sang pemilik bernama Bambang ini langsung membuka brangkas miliknya dan menaruh segepok uang di atas meja.
"Ini yang kau minta, saya tak mau cari ribut. Pergilah setelah urusan kalian selesai," ucapnya sambil mengelap keringat dingin yang mengucur deras di keningnya.
"Nah, gitu dong Bambang!"
Aceng kemudian tertawa, lalu mengumpulkan sejumlah uang yang sudah ditaruh di atas meja.
"Coba dari tadi kan enak."
Sean kemudian berjalan mendekati Bambang dan berkata, "Urusanku di sini belum selesai...."
Mendengar kata-kata Sean membuat Bambang menjadi gugup dan terbata, "A-apa lagi yang kau mau!"
Keringat dingin terus menetes, Bambang mulai semakin gugup
"Aku mau minum dulu," ujar Sean sambil merangkul bahu Bambang.
"Sediakan tempat dan beserta minuman terbaik untukku." Sean menyeringai, tapi entah kenapa senyum manisnya ini terlihat begitu menyeramkan.
Mungkin karena reputasinya yang sudah sangat terkenal di wilayah ini. Bambang sendiri sudah pernah jadi saksi keganasan Sean. Tidak ada yang berani melaporkan segala tindakan kejahatan yang pernah Sean lakukan, karena Sean akan menghabisi nyawa semua orang yang terlibat, termasuk keluarganya. Beruntung Bambang belum kehilangan nyawanya tapi dia akan terus dihantui rasa takut.
Akhirnya Bambang menempatkan Sean dan Aceng diruang VIP tidak lupa dengan pelayan seksi dengan baju U can see dan rok mininya sebagai penghibur.
Sean adalah pria yang kuat minum, kadar toleransinya terhadap alkohol terbilang cukup tinggi, Whisky dan Tequila ditenggak seperti minum air biasa. Sementara Aceng sangat mudah sekali mabuk, saat kesadarannya semakin berkurang Aceng menjadi semakin berani dan bertingkah genit, dengan tidak tahu malu si Aceng meremas paha pelayan seksi sampai membuatnya tidak nyaman.
Sean menarik tangan Aceng dari perempuan yang tampak sudah sangat kesal itu.
"Sudah jangan ganggu dia," bisik Sean.
"Kenapa sih! Setiap wanita suka jual mahal sama aku! coba kalau kamu yang godain," timpal Aceng dengan kesal.
"Sudahlah, kamu mabok, Ceng," kata Sean sambil mengedipkan mata kepada si pelayan dan terang saja wanita itu langsung tersipu malu.
"Aku ga mabok, nih, aku ngomong serius, ya," ujar Aceng sambil merogoh kantung celana kemudian mengambil Smartphone miliknya. "Aku mau manggil kenalanku, katanya dia mau datang ke sini sekarang," lanjut Aceng.
"Siapa? Ada urusan apa sama kita?" tanya Sean, merasa tak nyaman.
Sean punya sifat tidak begitu mempercayai orang asing yang baru dikenalnya, dengan Aceng saja butuh waktu lama sampai mereka akrab seperti sekarang ini.
"Tenang saja ... Dia bisa dipercaya, aku mengenalnya di Sasana Tinju dia sangat jago berkelahi," ucap Aceng meyakinkan Sean
Tak lama orang yang dimaksudkan muncul, wajahnya sangat dingin, auranya tidak jauh beda dengan Sean, dari caranya berjalan saja sudah terlihat kalau pria ini sangat tangguh terlebih lagi dia sangat tampan rupawan, dengan sudut mata yang tajam, hidung mancung dan garis rahang yang tegas, bisa dibilang wajahnya itu sangat sempurna.
"Nah, ini dia yang aku ceritakan." Aceng langsung menyambut kedatangannya.
"Dia tidak pernah kalah dalam pertarungan," tutur Aceng memujinya.
"Siapa namamu?" Sean kemudian bertanya kepada pria tinggi berkulit putih di hadapannya.
"Bobo," dijawabnya hanya dengan satu kata.
Entah kenapa pria ini mengingatkan Sean dengan kawan lamanya, tapi rasanya tidak mungkin pria tampan di hadapannya ini adalah Bobo culun yang dia kenal dulu.
Pria yang baru saja bertemu dengannya ini langsung menatapnya begitu dalam, seolah ingin menyampaikan sesuatu.
"Apa yang kau lihat!" Sean merasa tidak nyaman dengan cara Bobo menatapnya.
"Bukan apa apa," sahut Bobo
Hanya itu yang bisa ia ucapkan walaupun sebenarnya di dalam hatinya Bobo sangat ingin memeluk Sean saat ini, karena ia sahabat yang sudah lama tidak bertemu, tapi Sean masih belum mengingatnya.
"Ayo duduk, kita minum bersama." Aceng menarik lengan Bobo dan memaksanya duduk. Aceng ingin mencairkan suasana yang menjadi beku dengan kehadiran Bobo.
Sean mengacuhkan Bobo dan tetap menghabiskan sebotol Whisky di tangannya. Lalu tiba-tiba saja, Bambang merangsek masuk keruangan tempat mereka berada.
"Ada apa, kenapa?" tanya Aceng setelah kaget dengan kedatangan Bambang.
"Bagaimana ini? Anak buah Mr. M juga datang ke sini minta upeti! Bukankah wilayah sini sudah di klaim oleh Boss besar kalian? Aku bisa bangkrut kalau harus membayar semua orang," kata si Bambang memelas.
Setelah menaruh botol kosong di atas meja, Sean kemudian berdiri dari tempat dia duduk dan diikuti oleh Aceng.
Sean melirik ke arah Bobo yang masih dalam posisi duduk di sebelah kanannya.
"Bukankah kau pandai berkelahi?" Sean bertanya pada Bobo.
Bobo mengangguk pelan.
"Ayo! kalau kau bisa buktikan dirimu, akan ku jadikan kau tangan kananku," ajaknya.
...Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments