"Astaga bahu Anda terluka!" Rossy panik melihat darah yang mulai mengalir deras dari bahu Alexander yang masih tertancap anak panah.
Dengan nekat ia pun mengambil alih paksa tali kendali kuda seraya berkata dengan tegas, "Biar saya saja dan Anda tolong bantu arahkan saja!"
Merekapun kembali berkejar-kejaran dengan para pembunuh bayaran yang menargetkan Alexander, jumlahnya terlalu banyak dan membuat Alexander kewalahan untuk menghadapinya dengan sisa tega yang ia miliki.
Satu persatu telah ditumbangkan dengan sihir Alexander, tetapi jumlah mereka cukup banyak hingga membuatnya kian memacu kuda dengan lebih cepat.
Kuda yang mereka tunggangi yang pun tiba-tiba terhenti. Seakan kesialan tiada habisnya menimpa mereka, karena kini mereka dihadapkan olah sebuah jurang yang sangat curam dengan sungai deras yang mengalir di bawahnya.
"Bagaimana ini?" Rossy panik.
"Lady, tolong berlindung di balik kuda!" titah Alexander.
Alexander pun mulai mengayunkan pedang milik miliknya, tanpa rasa takut ia kembali berkutat dengan pertarungan yang tak seimbang walaupun kondisinya tengah terluka. Gerakan lihai seni pedang sekelas swordmaster dan juga sihir yang melebur cukup membuat Rossy terpana. Semuanya masih terasa seperti mimpi hingga membuatnya lengah dan tanpa sadar jika seseorang sudah berada di sebelahnya dan langsung menarik dirinya.
"Menyerahlah, atau gadis ini akan ku habisi!" serunya dengan pedang yang berada tepat di depan leher Rossy.
Rossy menghela napasnya melihat kelakuan para pecundang tersebut. Sementara Alexander yang masih melawan beberapa pembunuh harus tersita perhatiannya hingga membuatnya kembali terluka sabetan pedang ada lengannya.
"Tidak usah pikirkan saya, Yang Mulia! Fokuslah," ucap Rossy dengan santainya.
Senyuman seringai tersungging di bibir gadis itu, dengan kemampuan yang ia miliki Rossy mampu merebut pedang dari tangan pembunuh yang tengah menyandera dirinya.
"Hah, kau pikir aku gak bisa apa-apa? Aku ini jawara pancak silat se-jabodetabek," ucap Rossy seraya mencontoh gerakan pedang Alexander yang baru saja ia lihat.
Tanpa rasa takut sedikitpun ia melukai pembunuh bayaran tersebut, walaupun semua adalah pengalaman pertama bagi dirinya. Kini ia mulai bergabung bersama dengan Alexander, membereskan para tikus-tikus pengganggu yang terus mengejar mereka tanpa henti.
"Apa yang kau lakukan? Nanti kau bisa terluka." tanya Alexander terkejut.
"Saya hanya menirumu, lebih baik kita hadapi bersama daripada Anda seorang diri," jawab Rossy sambil mengedipkan sebelah matanya.
Pertarungan tak terelakkan lagi, Rossy pun terus membantu Alexander walaupun ia mulai menyadari jika tenaganya tak mampu untuk terus bertarung. Dari kejauhan terdengar langkah kaki kuda semakin mendekat, sontak jantungnya berdebar kian cepat membayangkan sesuatu yang lebih buruk akan terjadi.
"Bagaimana ini?" gumamnya.
Rossy melihat luka Alexander semakin parah, tenaganya pun kian melemah karena kelelahan dan terus memaksa menggunakan sihir.
Gadis itu mencoba memutar otak untuk mencari jalan keluar dari situasi yang tak menyenangkan itu.
Jleb! Jleb! Jleb!
Gadis itu terperangah melihat hujan anak panah yang mengenai para pembunuh bayaran tersebut. Dari kejauhan pasukan ksatria berkuda putih makin mendekat ke arah mereka.
"A-apa ini?"
"Tenanglah, kita selamat," jawab Alexander selaras dengan helaan napasnya yang sangat panjang.
Dengan jumlah para ksatria yang sangat banyak, akhirnya cukup membuat para pembunuh pembayarannya itu ditaklukan. Seorang yang diduga pemimpin ksatria itu pun turun dari kudanya, lalu melangkah mendekati Alexander dan juga Rossy.
"Hormat kepada Yang Mulia Pangeran Alexander, maafkan jika kedatangan kami sedikit terlambat," serunya sambil merunduk hormat.
"Terima kasih, Caine. Kalian sangat membantu," jawab Alexander.
'Sedikit terlambat dari mana? Kita sudah hampir mati kalian baru datang! Dasar gak guna! Kalau kalian anak buahku, sudah ku potong gaji kalian selama setahun.'
Rossy yang terus mengumpat di dalam hati bahkan tak menyadari jika dirinya kini menjadi pusat perhatian. Terlebih fisik berbeda dan gaya berpakaiannya yang tidak lazim di sana membuatnya tampak semakin menonjol.
"Y-yang Mulia, ra-ramalan itu ...," ucapnya terputus.
"Sudahlah, lebih baik kita segera pergi dari sini!" seru Alexander yang langsung menggenggam tangan Rossy dan membawanya menuju kuda miliknya.
Luka pada tubuh Alexander semakin mengeluarkan darah yang kian deras, membuat Rossy sedikit khawatir jika kondisi pria itu akan lebih parah jika terlalu banyak bergerak.
"Biarkan saya yang menungganginya, Anda sudah tidak perlu meragukan kemampuan saya, kan?" ucap Rossy dengan senyuman penuh rasa percaya diri.
***
"Apa? Kalian gagal untuk menghadapi satu orang saja?" suara bentakan dari seorang pria paruh baya seakan terdengar menggema memenuhi seluruh sudut ruang kerjanya.
Pria itu mengepalkan tangannya, murka akan kabar yang baru ia dengar.
Sudah begitu banyak uang yang ia keluarkan untuk membinasakan sosok yang menjadi batu sandungan satu-satunya untuk berkuasa, tetapi semuanya lagi dan lagi mengalami kegagalan.
Perlahan ia mendekati seorang pembunuh yang baru saja memberikan laporan kepada dirinya, lalu dengan cepat ia mengeluarkan sebilah pisau dari balik jas dan menusuknya tepat mengenai jantung.
"Dasar sampah tidak berguna! Manusia rendahan," umpatnya gusar.
Tubuh ambruk berlumuran darah tak lantas membuatnya bergidik, pria itu bahkan menendang tubuh yang tengah sekarat itu seolah tengah melampiaskan amarah yang meluap-luap di dalam dirinya.
"Tolong bereskan! Jangan sampai setetes darah pun tersisa di dalam ruangan ini!" titahnya pada seorang pengawal yang sedari tadi berjaga di belakang dirinya.
"Baik, Tuan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments