Hening
Suara burung berkicauan
Langkah kaki
Suara tembakan
Tidak mungkin!
Suara tembakan semakin jelas terdengar oleh kedua telingaku. Aku langsung membuka kedua mata dan mendapati diriku di tempat yang asing.
Di rumah?
Seketika pikiranku bercampur-aduk antara bingung, ketakutan, dan sedih.
Aku melihat sekitarku.
Terdapat sofa dan jendela serta karpet yang berdebu. Dinding yang dilapis wallpaper bergaris biru–putih terpapar oleh cahaya sinar matahari yang terik.
Aku mulai berpikir keras.
Kulihat apa yang sedang kupegang saat ini.
"Senapan serbu M-16?! " Aku spontan terkejut dan melempar senapan serbu tersebut menjauh dariku sehingga bunyinya cukup kencang ketika badannya menyentuh ubin lantai.
Helm level 2?
Tas level 3?
"Lah?!" Aku langsung berdiri dan melihat pakaianku yang kukenakan.
Aku masuk ke dalam game!!
Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki dengan sangat jelas dari arah lantai bawah.
Dengan perasaan panik yang menyelimuti seluruh diriku, aku langsung mengambil senapan serbu jenis M-16 yang baru saja kulempar. Otakku benar-benar sudah tidak sinkron lagi. Panik menguasai seluruh tubuhku yang disertai gemetaran hebat. Aku kembali dengan posisi duduk menyudut ke sisi tembok yang menghadap langsung ke arah turunan tangga. Bersiap-siap untuk menarik pelatuk ke arah target.
Seketika suasana menjadi panas sehingga membuatku banjir keringat seperti sedang mandi.
Tiba-tiba dengan gerakan yang cepat, orang tersebut muncul tepat di hadapanku sambil membawa senapan serbu. Aku langsung menarik pelatuknya dan menembak diri orang tersebut sebisaku.
DOR DOR DOR
Darahnya bercucuran kemana-mana sampai mengenai objek di sekitarnya. Dia akhirnya tumbang dengan penuh darah. Aku benar-benar telah melakukan kesalahan fatal dalam diriku. Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih.
Astaga apa tadi?
Aku bunuh orang ....
"Pertama kali."
Terasa nyeri sekali di dadaku. Jantungku terasa berhenti seketika. Panik menjalar ke segala area tubuhku. Keringat dingin bercururan deras. Kedua tanganku gemetaran sekali dalam posisi masih menodongkan senapan serbu M-16 ke arah orang itu yang sudah tumbang tidak bernyawa.
"AKU TARIK KATA-KATAKU!!!!" teriakku. Melampiaskan segala ketakutan dan kebingungan melalui suara. Aku tidak tahu harus berbuat bagaimana lagi semestinya di situasi yang seperti ini.
Seketika menjadi hening.
Beep
"Hah?"
Tiba-tiba terdengar bunyi beep dari lengan kiriku.
Terdapat jam tangan hitam tetapi bukanlah jam tangan biasa, melainkan jam ini bisa melacak teman satu tim kita sendiri. Kulihat satu orang tewas dengan nomor berwarna hitam, tepat dekat denganku jaraknya. dua orang lagi sekitar 568km jauhnya dariku dengan nomor berwarna jingga dan merah, yang menandakan bahwa mereka masih hidup.
"PANIK PANIK PANIK!!!!!" Kepalaku terasa ingin pecah dan meledak. Aku langsung bergegas mungkin menuju arah teman satu timku berada. Langsung segera kuambil lagi senapan serbuku. Sebelum aku keluar dari rumah ini, aku memutuskan untuk memeriksa setiap ruangan, juga barang bawaan orang itu agar aku bisa mengambil beberapa barang berguna dari orang yang sudah tidak bernyawa itu.
Setelah beberapa menit, aku menemukan 5 bungkus perban, sebuah suntikan anti-infeksi, sekaleng minuman penambah energi, dan 85 peluru untuk senapan serbu M-16 yang sudah kudapatkan dari hasil penelusuranku ke seluruh ruangan di rumah ini. Aku langsung memasukkan benda-benda berguna tersebut ke dalam tasku yang cukup besar dan bergegas keluar dari rumah ini. Aku berusaha untuk tidak melewati tubuh orang itu yang terbaring penuh darah. Akan tetapi, tetap saja aku menginjak tangannya.
"Maaf, Bang!"
Tiba di luar rumah, aku mendapati suasana yang hening, sepi, seperti kota hantu tepatnya. Banyak rumah tetapi tidak berpenghuni. Cahaya matahari yang terik menyilaukan pandanganku. Rerumputan hijau terpapar luas, juga bukit-bukit tinggi menjulang dari setiap sisi pulau.
Kulihat posisiku saat ini di jam tangan 'canggih' ini. Ternyata diriku masih berada di posisi aman, dimana masih berada di dalam zona aman. Zona berbahaya muncul dari arah Barat Daya.
"Fokus! fokus!" Aku berusaha untuk berkonsentrasi agar aku tidak panik dan tergoyahkan.
Aku terus berlari.
Tiba-tiba aku melihat sebuah kendaraan menyerupai mobil untuk dua orang. Karena lokasi 'mobil' itu tidak jauh dari posisiku saat ini, maka aku langsung bergegas menuju kendaraan tersebut.
"Gimana ini nyetirnya?!" kataku sambil mengamati kendaraan tersebut. Bila diamati sekali lagi, kendaraan tersebut berbeda dari mobil sebab tidak ada pedal dan kopling di sana.
Sepertinya ini sengaja didesain lebih mudah untuk dikendarai, gak kayak mobil pada umumnya,
"GAK PEDULI, LANGSUNG AJA LAH!" Tekadku membulat demi menemui teman satu timku yang kemungkinan besar sedang dalam bahaya. Aku langsung mulai menyetir kendaraan yang mirip dengan 'mobil' ini menuju arah satu teman timku berada, berdasarkan location tag di jam. Ya tidak terlalu sulit rupanya mengendarainya, hanya butuh kehati-hatian saja. Tak jarang aku menabrak batu besar dan pohon sehingga kendaraan ini menjadi putar balik atau berlawanan arah tepatnya.
Susah-susah gampang, sih.
Terdengar suara-suara tembakan di sekelilingku ketika dalam perjalanan. Sampai seorang musuh berhasil menembak salah satu ban 'mobil' yang kukendarai ini. Akan tetapi, aku tetap berusaha untuk bersikap tidak peduli dan terus melaju. Daripada aku terbunuh.
--
Tiba di lokasi kedua teman satu timku,
"Buruan cover kami!" pekik seorang laki-laki dengan posisi terduduk di balik pohon. "Ada musuh!"
Aku langsung bergegas keluar menuju kedua teman setim yang sedang kesusahan. Banyak sekali granat asap mengelilingi mereka sehingga membutakan pandanganku untuk melihat sekitar.
"Itu napa dah?" tanyaku sambil melihat salah satu dari mereka berdua mengalami luka parah tepat di area dadanya. Darahnya bercucuran banyak sehingga memenuhi tangan teman satunya lagi yang sedang berusaha untuk memberhentikan pendarahan temannya.
"Dia terkena AWM," jelasnya panik. "Aku berusaha untuk mengobatinya, tetapi lukanya terlalu dalam dan beresiko."
Terdengar suara tembakan lagi dari balik pohon. Segerombolan musuh kini membuat kami bertiga masuk ke dalam perangkapnya.
"Gan, coba dulu nih aku ada perban sama suntikan anti-infeksi," kataku sambil mengambil beberapa bungkus perban yang sudah kudapatkan di rumah tadi dan sebuah suntikan anti-infeksi dari dalam tasku dan menyerahkan langsung kepada lelaki tersebut.
"Ini sudah sangat parah dan harus segera dioperasi oleh dokter langsung!" jelasnya.
"Masalahnya kita gak bisa berlama-lama disini!" jelasku.
"Biarkan aku sendiri di sini. Selamatkan diri kalian!" kata teman lelaki itu dalam keadaan sekarat. Dia menyuruh kami berdua pergi meninggalkannya. Tampak raut wajahnya yang sedang menahan sakit yang amat perih dan tak lama kemudian denyut nadi dan nafasnya terhenti dan menandakan ia tewas dalam peperangan ini. Lelaki itu menutup matanya dengan raut wajah sedih.
"Maaf banget kawan!" bisiknya sambil menggenggam tangannya dan meletakkan tubuh temannya di atas rerumputan dengan posisi terlentang dan tangan di atas perut.
Asap granat perlahan-lahan mulai pudar dan wujud kami pun tampak oleh musuh. Sekitar 4 orang musuh menodongkan senapan serbunya tepat ke arah kita yang berada di balik pohon besar.
"Ayo kita habiskan para brengsek itu!" ujarnya dengan bersemangat sekali.
Aku pun hanya mengangguk.
Kemudian tangannya mulai melemparkan granat ke arah musuh. Dalam hitungan mundur,
DUAAAARRRR
Suara keras itu cukup memekakkan kedua telingaku. Kami pun mulai menembak mereka sampai mereka tewas di tempat.
"Asli panik pake banget!" kataku. Tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Mayat-mayat mulai bergelimpangan tepat di depan mataku dengan penuh darah. Tiba-tiba aku merasakan sakit di bagian betis kanan.
Aku tertembak.
"Ah sakit sekali!" ucapku. Tanpa sadar aku langsung menjatuhkan tubuhku sambil menahan sakit yang luar biasa ini. Kedua mataku cukup mengeluarkan banyak air mata gara-gara ini.
"Gan, yok pergi sebelum musuh selanjutnya menemui kita," ucapku. "Gawat ni!"
Aku berusaha bangkit. Tetapi betisku tidak mendukungku untuk bergerak.
"Kau harus diperban dulu!" jawab lelaki itu sambil melihat keadaanku.
"Kita sekarang harus cepat cari rumah terdekat," tegasku. "Bantu aku berdiri!"
Ia pun langsung membantuku bangkit pelan-pelan. Aku harus menggigit bibirku karena rasa sakit ini seperti di tusuk pisau.
'Mobil' sebelumnya yang aku kendarai meledak di tembak musuh. Jadi, kami berdua terpaksa harus berjalan kaki untuk menemukan sebuah rumah untuk berlindung sementara waktu. Tidak ada cara lain.
Langit yang awalnya indah berubah menjadi langit penuh kematian.
Cara jalanku pincang sambil dibantu olehnya. Tampak sedikit luka bakar di wajahnya. Rambut coklatnya tertutup helm level 2.
"Oh ya, namaku Oliver!" ucap lelaki itu tiba-tiba.
Aku menoleh ke arahnya dan berkata, "Oh, namaku Rika."
Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
"T—terima kasih sudah menolongku. Maaf ya ngerepotin banget."
"Tidak apa-apa!" jawabnya sambil tersenyum sehingga lesung pipinya terlihat jelas di wajahnya.
Selang beberapa menit, kami pun akhirnya tiba di sebuah rumah yang cukup kecil.
"Ya tidak apa-apa lah kecil selagi masih bisa buat berlin—"
DOR
Suara tembakan tersebut memekakkan kedua telingaku sekaligus mengagetkanku yang sedang fokus berbicara dengan Oliver.
Tunggu dulu,
"OLIVER! TIDAK!!"
Oliver tiba-tiba tumbang tepat di depanku dengan sebuah bolongan kecil bekas peluru di dahinya saat dirinya menarik pegangan pintu. Darahnya pun mulai mengalir dari pola bolongan tersebut tepat di tengah dahinya, bahkan dia belum sempat menyelesaikan kalimatnya.
Kini hanya aku seorang diri yang satu-satunya masih selamat dalam timku. Tubuhku gemetaran hebat menyaksikan kejadian ini. Jantungku mulai berdebar sangat kencang. Aku langsung berlari dengan kondisi betisku yang tidak stabil.
Sebisa mungkin aku harus kabur dari mereka!
Aku tidak sempat melihat berapa musuh yang sedang berusaha membunuhku sekarang.
MATI AKU!
Dengan tekad yang bulat, aku langsung mengarahkan senapan serbu M-16 kepada mereka yang sedang mengejarku dan menembak mereka secara acak.
Dua orang musuh tewas akibat tembakanku.
Aku berlari sebisa dan sejauh mungkin sambil menembak mereka. Akan tetapi, tiba-tiba aku tersandung sebuah ranting kayu sehingga menyulitkanku sekali untuk mengimbangi tubuhku yang pincang.
Perasaanku mulai kacau-balau. Keringat bercucuran deras. Aku harus menahan rasa sakit yang sulit dikatakan karena betisku yang terkena peluru menghantam tanah dengan keras dan terkena bagian tajam dari kayu itu.
Aku menoleh dan mengamati sekitar, apakah ada seseorang yang masih berusaha mengejarku sampai sejauh ini. "Tolonglah jangan ke sini!"
Tiba-tiba seorang musuh dengan memakai topeng menyeramkan menutupi wajahnya, berhasil menemukanku dan menatap diriku yang terkulai tidak berdaya seorang diri. Kini wujudnya tepat di depanku. Pandangan matanya menatap kosong ke arahku dan mematung.
Sial! Dia mulai membidik ke arahku!
Seorang iblis,
"Selamat tinggal, sayang!" lirihnya. Pelatuknya mulai didorong.
"CEPAT TEMBAK SAJA!!" teriakku, menyuruhnya untuk tidak berlama-lama lagi karena aku sudah menyerah total sekarang. Tak lama kemudian, suara tembakan tepat dan jelas terdengar oleh kedua telingaku. Aku memejamkan mataku sambil menikmati hembusan angin dari alam serta peluru yang bersarang di dalam tubuhku.
Kosong,
Aku pasrah,
Pasrah sudah dengan hidup ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Aksan Rasya
Good
2021-05-04
1
Zhanshi04
kerasa serem dan paniknya huhuhu
kerenn
semangattt
2020-04-10
1