Askar tidak tahu apa yang terjadi, suasana canggung diantara mereka, semakin jelas ketika melihat sikap diam yang Rea tujukan. Termasuk juga Jatmiko dan Juminah yang hanya tersenyum saat meletakan telur dadar tebal karena tepung terigu kedalam piring Askar.
"Bu Jum tolong jangan berlebihan, aku tidak terbiasa makan sebanyak ini." Itu hanya kepura-puraan Askar, hanya segenggam nasi dan tiga lembar telur dadar tidak sampai membuatnya kenyang, tapi melihat sikap Rea yang terdiam, sejak kejadian di kamar mandi, membuat Askar tidak bernafsu.
Rasa bersalah, suasana yang canggung dan telur dadar bertepung tebal, membuat Askar ingin segera keluar dan pergi untuk pulang.
Gua pengin pulang aja. Pikir Askar yang kembali mengunyah makanan dengan terpaksa.
"Rea kenapa kau diam saja, apa ada masalah." Jatmiko yang ikut merasakan perubahan sikap dari Rea, membuat dirinya bertanya-tanya.
Rea hanya menjawab."Tidak, tidak ada masalah apa pun ayah." Lanjut Rea memasukan satu sendok kedalam mulutnya.
Jatmiko berbaik menatap Askar, sejak awal terlihat jika dirinya begitu banyak diam dan makan dengan lemas, "Askar tidak biasanya kau diam seperti ini."
Ampun dah kok tanya sama gua, harus bilang apaan nih. Terkejut Askar mendengar perkataan Jatmiko yang ditujukan kepadanya. Bingung harus menjawab seperti apa, tentu akan menjadi masalah untuk Askar, jika Rea merasa terganggu atas kejadian di kamar mandi.
"Pak Jat, kita harus bersikap sopan saat makan di rumah orang, jadi aku tidak ingin mengganggu suasana kekeluargaan ini." Askar mencari jawaban seadanya yang terlintas secara tiba-tiba tanpa persiapan.
Jatmiko hanya mengangguk tidak lazim, memahami perkataan dari Askar. Bagi Jatmiko, Askar yang seorang anak kuliahan, mendapat rasa hormat dari Jatmiko, karena dia hanya berpendidikan SD itu pun tidak sampai lulus.
"Aku mengerti, aku mengerti." Gumam Jatmiko dengan mengangguk.
******
Malam semakin larut, setelah menyelesaikan acara makan malam bersama, Askar berdiri diluar rumah untuk menyalakan rokok murahan dengan rasa pahit dan keras saat dihisap.
Askar bingung harus berbuat apa saat menghadapi Rea saat bertemu, setiap pikiran Askar melayang jelas entah kemana, aroma asap rokok murahan sangat menyengat terhembus keluar dari mulutnya.
Suara langkah kaki berjalan terdengar oleh Askar, tersadar jika seseorang yang dia kenal mendekat dari arah belakang. Terasa lembut saat sentuhan jari-jemari masuk kedalam sela telapak tangannya.
"Rea ?." Tidak ada jawaban darinya.
Dia hanya terdiam dan berdiri membelakangi tubuh Askar tanpa sedikit pun menjawab panggilannya. Gemetar tangan lembut sedikit kasar namun tidak lepas genggaman itu.
Askar merasa ada suatu masalah yang terjadi pada Rea, sejak awal dia pulang, tidak sekali pun melihatnya bersedih, satu-satunya kejadian adalah saat pertemuan tidak sengaja yang membuat Rea saling bersentuhan.
Askar ragu untuk melihat apa yang akan terjadi jika dirinya berbalik,"Apa yang terjadi, Rea." Askar kembali bertanya, namun tetap tidak terdengar jawaban darinya.
Hingga Askar membulatkan tekad, satu tarikan panjang rokok murahan untuk meyakinkan diri menghadapi kemarahan Rea. "Re..."
"Ada apa kak." Belum sempat Askar berbalik, sosok gadis dengan baju ungu bercelana pendek, muncul dari arah samping, menjawab panggilan Askar yang terhenti.
Lah jadi tangan siapa ini. Pikir Askar sebelum melihat kebelakang.
Sosok lelaki tua dengan tersenyum menunjukan gigi kuning yang tidak lagi lengkap berdiri tepat dibelakang Askar.
"Pantas saja tangannya kok kasar." Geram Askar melihat ekspresi dari lelaki tua yang masih tersenyum tidak jelas kepadanya.
"Karena Rea sudah datang, maka posisi ini harusnya di isi oleh seseorang yang tepat." Jatmiko menarik Askar dan meletakkan tangannya kepada Rea.
Sebuah senyuman penuh arti dari lelaki tua yang sebagian besar hidupnya dia serahkan demi kebahagiaan keluarga,"Maaf jika ayah mengganggu." Cepat Jatmiko pergi meninggalkan Askar dan Rea dihalaman depan rumah.
Semakin canggung Askar menatap Rea, wajah gadis itu merah merona, Askar merasa sulit untuk mengucapkan satu kata yang tepat dalam situasi seperti sekarang.
Menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata dan meyakinkan diri untuk menghadapi apa pun resikonya. "Untuk yang tadi aku minta maaf Rea, sungguh aku tidak tahu jika ada kamu di kamar mandi."
"Kakak tidak perlu meminta maaf, karena aku tidak mempermasalahkannya, bahkan jika kakak mau..." Terdiam Rea menghentikan ucapannya, saat terdengar nada dering klasik dari ponsel Askar.
Melihat nomor panggilan yang masuk, segera Askar menyimpannya kembali, "Maaf Rea, aku harus pergi."
"Baiklah kalau begitu kakak." Walau merasa enggan melihat Askar pergi, Rea bukan siapa-siapa yang melarangnya untuk tetap bersama.
"Salam sama ayah dan ibu, terimakasih atas makan malamnya." Askar pamit dan Rea lemas memperhatikan langkah kaki Askar pergi dari hadapannya.
******
Askar tinggal disebuah kontrakan kecil yang sempit, kotor dan berantakan. Bahkan jika ada yang menganggap jika tempat tinggal Askar adalah sebuah kandang ayam. Itu tidaklah salah, karena tepat disampingnya adalah tempat ternak ayam kampung.
Membasuh wajah, berganti baju dan merapikan rambut. Tidak akan menyangka jika sosok manusia yang tinggal didalam kandang ayam itu, adalah sosok tampan dengan baju kemeja hitam dan celana jeans.
Jam ditangan Askar menujukan waktu pukul 22.47, dua jam tiga belas menit menjelang tengah malam. Keramaian kota Jakarta tidak lekang oleh waktu. Entah itu siang atau malam, musim kemarau hingga musim hujan, bahkan musim pemilu bersama dengan banjir sekali pun, Jakarta masih tetap dipenuhi manusia.
Para ******* berharga murah menawarkan diri didepan warung remang-remang yang berkamuflase sebagai kios kopi pinggir jalan. Setiap penikmat kopi suasana malam selalu datang dari segala penjuru kota demi mendapatkan diskon untuk tiga kali pembelian.
Askar terus berjalan melewati semua rayuan maut dari ******* berbedak tebal, hingga sampai ke sebuah Bar yang sedikit lebih mewah dengan tulisan 'Senja malam' diterangi segala lampu kelap kelip.
Dua penjaga berbadan besar, jas hitam, sepatu pantofel, menatap tajam kepada Askar yang berdiri hanya setinggi hidung dari kedua penjaga pintu bar itu.
Tanpa basa-basi, sebuah pukulan dari salah satu penjaga datang menuju kepada Askar tepat dikepala. Askar menangkap pergelangan tangan, bergeser satu langkah dan memutar tubuh penjaga besar yang hampir dua kali lipatnya.
"Samuel, kau masih belum cukup mampu menjatuhkanku." Kata Askar yang melepaskan penjaga bernama Samuel dari kuncian tangannya.
Samuel berdiri "Anda adalah komandan pasukan khusus...."
"Mantan." Askar memotong perkataan Samuel saat menyebutkan riwayat pekerjaan yang pernah dia lakukan.
Melihat sorot mata tajam Askar, Samuel menunduk takut, karena Askar merasa kesal saat dia mengatakan identitas dirinya.
"Mantan pasukan khusus, maaf tuan Askar." Samuel meralat ucapannya karena dia tahu tentang Askar, "Nona Sela sudah menunggu kedatangan anda."
Samuel membuka pintu dan Askar pun memasuki dunia yang berbeda dari kehidupannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
sang pangeran
alur ceritanya mulai menarik, bahasa nya juga teratur,mudah-mudahan ceritanya tdk berhenti di tengah jalan seperti novel novel yg pernah sy baca......
2021-09-27
0
Arsya Hanafi
anjya Bagus tod
2021-09-18
0
S mangkujagat
ok
2021-09-18
0