Eps. 3 Ikut Balapan Liar

Di dalam kamar, Rayhan melepas bajunya dan berganti dengan baju lain setelah itu membanting tubuhnya dengan kasar ke tempat tidur.

Ia tak habis pikir kenapa ibunya selalu mengomel saja saat dia pulang malam. Tak mau mengerti bagaimana beratnya dia berjuang untuk keluarga. Padahal semua keperluan rumah dia yang melengkapi.

Rayhan menghembuskan nafas berat dengan kasar. Sebenarnya yang dia minta simple, sedikit pengertian saja dari ibunya untuk dirinya, akan melepas penatnya selama ini.

Penat. Karena selalu di himpit oleh banyaknya kebutuhan rumah. Penat karena ibunya itu selalu menghujat tindakannya, juga hasil kerja kerasnya. berkata hasil pemberiannya itu haram.

Dan apa batasannya sendiri antara halal dan haram? Jika ada yang lebih mendesak daripada itu, kebutuhan. Maka masalah halal dan haram menjadi blur baginya.

Yang terpenting semua kebutuhan di rumah terpenuhi, terlepas dari mana dia memperolehnya.

“Lusa, waktunya Ameer bayar uang UAS.” gumamnya lirih, teringat pada ucapan adiknya beberapa waktu yang lalu.

Rayhan berdiri dan mengambil dompet yang ada disaku celana baju yang barusan digantungnya digantungan baju dekat dengan pintu.

Cepat-cepat ia mengeluarkan dompetnya dan membuka isinya.

“Untuk bayar biaya UAS kurang,” Rayhan menutup kembali dompetnya dan menaruhnya begitu saja di meja.

Ameer, adiknya itu bersekolah di sekolah swasta. Maka dari itu untuk biaya UAS ditanggung sendiri oleh siswa tidak seperti sekolah negeri yang digratiskan.

Tapi jangan salah, Rayhan memasukkan adiknya ke sekolah swasta meskipun mahal karena melihat dari kualitas sekolah tersebut. Bahkan ia memasukkan adiknya tersebut ke sekolah Islam dengan tujuan adiknya itu mendapatkan pendidikan yang lebih baik tidak seperti dirinya dan tak akan meniru dirinya, seorang preman geng motor lulusan Sarjana.

“Berati besok aku harus mendapatkan uangnya untuk bayar biaya UAS.” cicit Rayhan.

Ia menyandarkan tubuhnya ke sisi dinding dekat tempat tidur. Nafasnya terasa memburu ketika teringat lagi pada sosok ayahnya.

Bugh! Bahkan Rayhan sampai mengepalkan tangannya erat dan memukul lemari kayu di sampingnya.

Keesokan paginya, di ruang makan. Rayhan duduk berdua dengan Ameer. Mereka menyantap hidangan sarapan pagi buatan ibu. Sayur sop dengan lauk telur dadar.

Menu sederhana, harusnya mereka bisa dapat lebih dari itu jika saja ayahnya tidak bercerai dengan ibunya. Tapi lebih baik begini, makan seadanya tapi pikiran tenang.

“Nanti sore aku akan berikan uang pembayaran UAS padamu.” ucap, Rayhan setelah selesai makan dan menaruh sendoknya ke piring.

“Kakak sudah dapat uangnya?”

“Belum. Setelah ini aku akan mendapatkannya.”

Ameer terdiam, tak berani menanyakan dari mana kakaknya mendapatkan uang. Karena ia sudah tahu biasanya kakaknya itu main taruhan, atau adu ayam.

Pun, dia tak berani menghujat tindakan kakaknya yang jelas salah itu. Tapi lagi-lagi semua terdesak karena kebutuhan. Jika bukan uang dari kakaknya, ia tak bisa bersekolah.

Ironis bukan, membiayai sekolah berbasis pendidikan agama tapi dari hasil yang kurang benar.

“Kak, aku berangkat dulu,” pamit Ameer.

Dengan sekolah berbasis pendidikan agama, Ameer tampak mencium punggung tangan kakaknya, yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri.

Dia tetap menunjukkan hormat pada kakaknya itu dan tak pernah menghujatnya sama sekali meskipun dalam hati dia selalu merasa tertekan melihat kakaknya begitu.

“Ya, cepatlah berangkat. Nanti terlambat.” jawabnya dengan datar dan tatapan dingin, sedingin hatinya yang tak pernah tersentuh oleh kehangatan sama sekali.

Setelah Ameer pergi, Rayhan pun naik ke motor sport merah. Dia melaju menuju ke sebuah tempat, tepatnya markas Geng Elang Wave.

“Boss, pagi-pagi begini sudah kemari.” sapa seorang pria berambut kriwil sebahu di teras.

“Ya, ada urusan. Apakah semua anggota sudah membayar iuran anggota bulan ini?”

Rayhan menarik semua anggotanya untuk membayar iuran keanggotaan secara rutin setiap bulannya. Dana itu dipakai untuk menyewa markas, juga untuk kegiatan mereka. Namun Terkadang ia meminjam uang itu terlebih dulu dan akan mengembalikannya setelah dapat uang.

“Belum, Boss.”

Rayhan pun menarik nafas panjang lalu ikut duduk disalah satu kursi teras.

“Ada apa, Boss. Kenapa terlihat galau begitu?” tanya anggota geng motor itu, menatap wajah resah Rayhan.

Rayhan kemudian menjelaskan jika dia butuh uang untuk pembayaran ujian adiknya hari ini.

“Boss, hari ini kan ada balap liar di sekitar Rawa Bebek. Dengar-dengar hadiah pemenangnya besar. Kenapa Boss tak ikut itu saja?”

Rayhan seketika langsung berdiri.

“Antarkan aku ke sana sekarang.” titahnya dengan suara mantap, tanpa keraguan sedikitpun.

“Ayo, Boss.”

Pria berambut kriwil tadi kemudian naik ke motor sport merahnya dan menunjukkan lokasi tempat balapan liar berlangsung saat ini, Rayhan mengekor di belakangnya.

Tak lama berselang setelahnya mereka tiba di sebuah lapangan luas yang terletak di dekat rumah warga. suasana di sana sudah ramai banyak motor sport yang terparkir di sana.

“Andy, kau urus untuk daftarnya aku akan mengecek motorku sebentar.” titah Rayhan, tak ingin membuang waktu lama.

Baginya kondisi motornya harus bagus untuk memenangkan balapan kali ini. Dan satu lagi balapan kali ini dia harus menang, apapun caranya.

“Siap, Boss!”

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!