Eps. 2 Thesis Diterima

Beberapa saat setelahnya Carissa tiba di kampusnya, Bunga Bhakti.

“Haah! Untung saja aku tidak terlambat.” ucapnya, melirik arloji di tangan kirinya.

Kurang 10 menit lagi kelas masuk. Carissa yang saat ini berada di tempat parkir segera berlari keluar dari sana. Ia tak peduli pada beberapa pasang mata yang melihatnya saat itu. Entah melihatnya yang tergesa-gesa atau melihat hijabnya yang lebar.

Selama ini beberapa orang sering menatap hijabnya dan tak sedikit dari mereka yang mencibirnya. So? Tak ada waktu baginya untuk memikirkan hal remeh tersebut.

“Aku harus cepat.”

Carissa terus mengayunkan kakinya berlari menuju ke kelasnya, Kelas Ekonomi Bisnis Syariah. Setelah menyelesaikan satu semester akhir ini maka ia akan segera menjalani wisuda setelahnya. Tentunya setelah menyelesaikan thesis akhirnya.

“Akhirnya aku sampai juga.”

Carissa masuk ke kelasnya dan duduk di kursi urutan ketiga dari depan. Ia tak suka duduk di kursi belakang, berisik. Mahasiswa yang duduk di belakang cenderung ramai. Tapi ia juga suka duduk di bangku paling depan, terlalu mencekam. Bahkan rasanya bernafas saja tak bisa. Menurutnya dosen selalu mengawasi jika duduk di urutan pertama.

“Bagaimana thesismu?” ucap seorang gadis berhijab, duduk di sampingnya.

“Hampir saja aku terlambat, Mira. Jalanan macet. Untung saja aku tidak terlambat sampai di sini.” terang Carissa, mengusap keringatnya yang mulai meleleh dari pelipis.

Bahkan nafasnya pun saat ini masih terengah-engah setelah berlari tanpa jeda tadi selama lima menit.

Mira adalah teman dekatnya Carissa. Temannya itu berhijab tapi berbeda dengannya. Jika hijab Carissa lebar sampai sepinggang, hijab Mira tidak selebar itu. Bahkan hijab Mira sering dimodifikasi juga dibentuk berbagai macam mode, terlihat tetap stylish.

“Apakah thesis untuk hari ini sudah siap semua?” suara berat seorang pria menyapa, siapa lagi jika bukan dosen mereka, Pak Jaka.

Pria dengan rambut sedikit mengombak itu segera duduk di kursinya, membuat semua mahasiswa yang masih bicara di sana terdiam seketika.

Bahkan suasana tampak tegang saat ini.

“Sudah, Pak.”

“Bawa kemari thesis kalian. Setelah ACC baru kalian boleh pergi ke dosen pembimbing dua.” titahnya masih dengan suara yang membuat sebagian mahasiswa berdenyut hatinya, termasuk Carissa.

Ia takut jika saja Pak Jaka tak menyetujui thesisnya. Dan itu artinya dia harus mundur lagi beberapa waktu untuk melakukan penelitian kembali. Baru bisa menyerahkannya pada dosen pembimbing kedua, yang juga Butuh waktu yang lama meskipun dosen itu tidak killer seperti Pak Jaka.

“Angga....” Pak Jaka memanggil satu per satu mahasiswanya untuk maju menyerahkan thesis.

Sesuai urutan alphabet, setelah semua nama berawalan B sudah dipanggil, tampak Carissa gugup menunggu gilirannya.

“Carissa Afsheen Putri....”

Carissa langsung maju begitu mendengar namanya dipanggil. Ia segera menyerahkan thesis yang dibawanya, bab satu dan bab dua.

Kenapa lama sekali? Apakah masih ada yang salah, setelah revisi tiga kali? batin Carissa harap-harap cemas, dengan keringat yang mulai meleleh di pelipis.

“Carissa, punyamu sudah oke. Kau bisa temui Bu Eva sekarang. Tapi setelah Bu Eva ACC maka besoknya kau harus menyerahkan bab tiga dan bab empat padaku.”

Carissa tampak lega setelah menerima kembali thesisnya. Tak sia-sia usahanya semalam begadang sampai hampir pagi.

“Terima kasih, Pak Jaka.”

Ia lalu kembali duduk ke kursinya sebelum pergi menemui dosen pembimbing kedua, Bu Eva yang juga ada di kampus itu.

Bu Eva saat ini masih mengajar kelas untuk tingkat dua. Maka ia pun harus menunggu sampai wanita itu selesai mengajar barulah menyerahkan thesisnya.

“Tunggu aku ya, Carissa.” ucap Mira, yang masih menunggu gilirannya dipanggil.

“Ya, masih 90 menit lagi untuk bertemu dengan Bu Eva.” timpal Carissa, kembali melirik arloji di tangan kirinya.

***

Malam hari di tempat lain.

Seorang pria berbaju serba hitam dengan mengendarai motor sport berwarna merah memasuki sebuah rumah.

Deru motor sport yang cukup memekakkan telinga mengundang penghuni rumah untuk keluar menemuinya.

“Rayhan, jam berapa ini? Kau baru pulang?!” ucap wanita paruh baya, dengan tatapan tajam menghunus ke arah pria tersebut.

Rayhan tampak tenang dan menatap wanita tersebut dengan ekspresi datar. Bahkan ia sama sekali tak menjawab pertanyaan dari wanita tersebut. Malahan ia berjalan begitu saja meninggalkannya masuk ke rumah.

“Rayhan! Kau ini sama dengan ayahmu! Aku tidak suka dengan sikapmu itu!” hardiknya kesal. Lalu berjalan menyusul Ryhan.

“Ibu, jangan sebut ayah lagi di depanku. Pria tak bertanggung jawab itu tak pantas dipanggil ayah.”

Rayhan seketika menautkan kedua alisnya dengan ketat mendengar ibunya menyebut ayahnya, pria yang selalu dibencinya seumur hidupnya.

Pria itu meninggalkan ibu dan dirinya beserta adik lelakinya sejak dia masih berusia 9 tahun. Ayahnya itu berselingkuh dengan wanita lain, sekretaris di perusahaannya. Tak mempedulikan sama sekali kehidupan mereka meskipun hidup susah.

Bahkan untuk biaya sekolah saja, Rayhan harus mencari nafkah sendiri untuk membiayai sekolahnya hingga lulus. Dan kini di usianya yang sudah matang, 27 tahun, ia tetap menjadi tulang punggung dan membiayai biaya sekolah adiknya yang saat ini duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.

“Rayhan! Sampai kapan kau akan pulang malam seperti ini?” tanya Ibu menghampiri, di dalam rumah.

“Seharusnya Ibu tahu, kenapa aku sampai begini dan untuk siapa aku berbuat seperti ini.” jawabnya dengan tatapan dingin, menusuk.

Tak mau memperpanjang kata maka pria itu pun segera masuk ke kamarnya. Terdengar suara pintu keras dibanting saat itu juga.

Sang ibu hanya mengelus dada saja melihat perilaku putranya seperti itu setiap harinya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!