"Mimpi buruk apa semalam, sehingga aku bisa bertemu kamu, cewek tengil yang bisanya selalu bikin hidupku sial?" dumelnya membuat Syana terbelalak tidak terima.
"Apa Anda bilang, coba katakan sekali lagi?" teriak Syana tidak terima di depan muka Syahdan. Syahdan tidak membuang mukanya saat Syana mengatakan itu di dekat mukanya, Syahdan malah sengaja menatap tajam wajah Syana dengan tatapan sinis. Syana merasa malu lalu membuang pandangannya ke arah lain. Bagaimanapun juga dia memang tidak pernah biasa ditatap lama-lama oleh seorang cowok, terlebih cowok di depannya kini tipe cowok bad boy yang urakan dan berani.
Syana memundurkan tubuhnya selangkah dari Syahdan setelah dia merasa jaraknya begitu dekat.
"Apa, mau aku ulang apa yang aku katakan tadi? Setiap aku ketemu kamu, aku selalu ketiban sial. Dan ini yang kedua kalinya aku tidak sengaja ketemu kamu, dan aku hampir saja menyerempet anak kecil. Kamu memang pembawa sial rupanya," tandasnya membuat mata Syana kembali melotot.
"Yang sial itu siapa? Justru saya yang ketiban sial setiap ketemu Anda. Coba pikirkan, dua kali saya hampir ketabrak motor butut Anda yang kebut-kebutan di jalan umum. Dua hari yang lalu hampir menabrak saya, dan hari ini hampir menyerempet anak kecil. Jadi yang ketiban sial itu saya, bukan Anda. Justru yang pembawa sial itu adalah Anda," tunjuk Syana pada Syahdan. Syahdan kembali dibuat tidak terima dikatain motornya butut oleh cewek yang menurutnya tengil ini.
"Sialan, berani-beraninya kamu bilang motorku butut. Dasar cewek tengil, pembawa sial!" balasnya seraya menghidupkan kembali gas motornya dan menggeber kembali stang motornya. Suara knalpotnya sampai berisik kemana-mana. Syana spontan menutup daun telinga dengan kedua tangannya.
"Diam, hentikan suara bising motor itu," cegah Syana seraya meraih kunci motor Syahdan lalu mematikannya, bersamaan dengan itu tangan Syahdan juga menuju kunci motor. Otomatis tangan Syana dan Syahdan saling bersentuhan. Untuk beberapa saat keduanya sama-sama terkejut dan tidak ada yang langsung melepaskannya. Syana dan Syahdan terpana melihat tangan mereka yang saling menimpa.
Beberapa saat kemudian, Syana baru menyadari dan segera menepis tangannya dari timpaan tangan Syahdan. "Jangan berani sentuh tangan saya!" ketusnya seraya membuang muka.
"Jangan sombong, memangnya aku sudi menyentuh tanganmu yang kotor itu," sangkalnya tidak kalah ketus seraya menepuk-nepuk tangannya seperti membuang debu.
"Anda yang sombong dan tidak tahu tatakrama. Seharusnya di jalanan tidak perlu kebut-kebutan, ini bukan lintasan balap. Buktinya setiap Anda kebut-kebutan, hampir saja Anda menabrak orang. Mau jadi apa jika semua pemuda seperti Anda menaruhkan nyawa hanya untuk sebuah ajang balapan liar. Mau jadi sampah masyarakat?" tuding Syana ke arah Syahdan. Seketika Syahdan diam, dia tidak berani membalas.
Ucapan cewek yang menurutnya tengil itu terdengar sama persis seperti apa yang Papanya katakan tempo hari, "sampah masyarakat". Kalimat itu kini terngiang kembali setelah Syana seakan mereka ulang ucapan Papanya.
"Jadi apa maumu, ini, ganti rugi?" tanya Syahdan tiba-tiba sembari mengacungkan beberapa lembar uang merah ke muka Syana, lalu menyelipkan di tangannya. Syana menggeram, dia meremas uang itu lalu dilemparkannya kembali ke muka Syahdan sembari berkata.
"Saya tidak sudi menerima uang ganti rugi ini, setidaknya atas kejadian tadi, Anda sadar dan insyaf supaya tidak kebut-kebutan di jalan umum sembarangan. Lagipula siapa yang sudi menerima uang Anda, paling cuma hasil dari balapan liar," ejek Syana seraya menghentakkan kaki dan berlalu dari hadapan Syahdan yang terkejut menganga.
"Tunggu! Awas ya, akan ku balas semua penghinaanmu," ancamnya setelah merasa tidak dihiraukan lagi oleh Syana.
Syana pulang ke rumah dengan suasana hati yang menyebalkan. Pertemuannya yang kedua kali dengan cowok tadi secara tidak sengaja, membuat moodnya jelek dan berantakan.
Kembali pada Syahdan. Sosok angkuh yang tidak merasa takut apa-apa ini masih berdiri dengan kedua kaki mengapit motornya. Sebelum Syana benar-benar menjauh Syahdan menatap kepergian Syana sampai tubuhnya tidak bisa dia lihat lagi.
"Cewek tengil itu, berani berteriak di hadapanku. Lihat saja kebencianmu padaku akan berbanding terbalik menjadi sebuah rasa, lihat saja nanti apa yang bisa aku lakukan padamu," bisiknya bernada ancaman.
Syahdan segera menyalakan kembali Repsolnya lalu melaju ke sebuah tempat. Sebelum dia benar-benar sampai di tempat tujuan, Syahdan menghentikan Repsolnya di dekat warung tenda pinggir jalan. Rupanya Syahdan ingin membeli minuman dingin di sana.
Syahdan membeli minuman dingin yang langsung di minum di sana dengan posisi berdiri. Sekali tegukan minuman kaleng itu habis, Syahdan meremas bekas kaleng minuman itu lalu dibuangnya langsung ke tong sampah yang sudah tersedia di sana.
Tepat saat dirinya akan kembali menuju motor Repsolnya, tiba-tiba sosok Pak Syaidar muncul di hadapannya baru keluar dari mobil yang baru menepi. Di dalam mobil itu, nampak Syailendra Kakaknya juga Bu Syarimi masih duduk dalam tenang dan belum melihat Syahdan.
"Seperti inilah, bukti seorang anak yang tidak mau patuh aturanku di rumah. Hidup luntang-lantung di jalanan, tidak tentu arah dan urakan. Menolak perjodohan dengan gadis baik-baik, kini hidupnya bak gelandangan tidak tentu arah. Jika kamu bisa buktikan bahwa dirimu bisa lebih baik tanpa aturan dariku, maka perlihatkan dan buktikan padaku bahwa kamu bisa lebih baik. Maka pada saat itu, rumahku terbuka untukmu. Tapi, jika kamu tidak bisa buktikan bahwa lepas dari aturanku hidupmu malah lebih hancur, maka selamanya aku rela kehilangan anak sepertimu."
Syahdan, Syailendra juga Bu Syarimi terkejut mendengar suara lantang Pak Syaidar yang baru saja keluar dari mobil mewahnya.
"Papa, sebegitu teganya Papa memberikan sumpah serapah pada anakmu sendiri. Akan aku buktikan, tanpa menerima aturan dari Papa yang otoriter itu dan tanpa menerima perjodohan dari Papa yang Papa sangka baik itu, aku akan buktikan aku bisa lebih baik. Dan Papa akan lihat nanti buktinya," balas Syahdan tidak kalah sengit. Jiwa pemberontaknya selalu saja menggebu-gebu ketika membalas semua perkataan Papanya.
"Syahdan diam, Nak!" ujar Bu Syarimi mencegah Syahdan untuk melawan Papanya.
"Biarkan saja Ma, sampai di mana dia mampu melawanku. Dan sampai di mana dia bisa buktikan bahwa dia bisa lebih baik tanpa aturanku. Tidak akan ada satupun perempuan baik-baik yang mau menerimanya dan merubahnya menjadi lebih baik, karena dia telah menolak Syaira perempuan baik-baik yang akan kita jodohkan. Tidak akan!" tandas Pak Syaidar dalam dan seolah-olah ingin puas menumpahkan segala emosinya pada Syahdan.
Syahdan terdiam, ulu hatinya terasa sakit dan pilu kali ini. Sumpah serapah Papanya kini sangat menyentuh palung hatinya yang terdalam. Syahdan hampir saja menumpahkan air mata di depan Papa maupun Mama juga Syailendra, Kakaknya. Namun jiwa kelelakiannya dan jiwa pemberontaknya lebih besar daripada sifat cengengnya, Syahdan mampu menahan air mata itu hingga tidak menetes.
Syahdan angkat kaki tanpa pamit dan menoleh lagi pada mereka bertiga, keluarganya yang kini menganggapnya orang lain, terutama Papanya. Syahdan pergi dengan menggaungkan Repsolnya dengan suara yang kencang dan berlalu meninggalkan asap knalpot yang pekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Faris Setyawan Fais
anaknya nanti syasyah 😂
2024-01-09
1
mumu
kasihan syahdannya lho kak 😢 walau emg benar dia salah tapi kata2 ayahnya kejam bgt
2023-08-16
1
Istrinya Minyoongi 💜
author nemu aja semua nama yg huruf awalnya S🙈🤭
2023-07-08
2