8 bulan berlalu.
"Assalamualaikum, assalamualaikum Tina." terdengar suara memanggil di pintu.
Bibi Aira yang mendengar panggilan di depan pintu nampak panik. Begitu juga dengan Aira.
"Cepat kau masuk kamar sana." Bibi Aira nampak sibuk memakai daun yang di tumbuk di keningnya. Lalu dia memakai sarung dan duduk mengendong bayi mungil.
"Tina.....Tina..."
"Ya masuk."
Nampaklah seorang ibu-ibu yang baru saja membuatnya panik. Sedangkan Aira hanya berdiam di dalam kamar. Selama hampir delapan bulan dia hanya mengendap di dalam rumah tanpa menghirup udara segar.
"Ada yang bilang kalau ada yang melihat kamu menjemur baju bayi dan popok bayi, kamu melahirkan?" tanya ibu itu dengan semangat.
"Iya Bu."
"Selamat ya akhirnya kamu punya anak juga, tapi kok nggak nampak hamil ya."
"Kan hamil saya kecil Bu, saya juga nggak ada cerita sama yang lain."
"Comelnya anak kamu, beruntung kamu Tina."
Bibi Aira nampak sudah mulai gelisah karena tamunya tidak kunjung pulang. Sedangkan Aira hanya menangis di dalam kamar. Entah kenapa hatinya begitu sedih mendengar percakapan bibi dan tamunya.
Ketika mereka sedang berbincang-bincang, paman Aira pulang. Dia nampak kurang senang ketika melihat tamu di rumahnya. Apalagi tujuan tamu itu adalah ingin melihat anak bayi Aira.
"Akhirnya kamu punya anak cantik juga mir."
"Iya Bu." jawab Amir tidak senang.
"Kok dapat anak kayak kurang senang mir?" tanya ibu itu.
"Saya hanya lagi capek Bu."
"Ya udah saya pamit dulu."
Setelah melihat tamunya jauh, Amir mulai meluapkan kekesalannya.
"Jika sering banyak tamu seperti ini bisa - bisa terbongkar aib ini semua." ucap Amir.
"Mau bagaimana lagi mas, ponakan kamu."
"Apa kita titip aja anak ini ke panti asuhan ya, aku malas mendengar tangisnya, berisik kalau malam."
"Tapi bagaimana nanti tetangga curiga mas?"
"Bilang aja sama tetangga anak kita mati saat di kota, lalu kita kubur di sana, selesaikan?"
"Ide bagus mas, tapi bagaimana dengan kakak kamu?"
"Ah dia juga senang paling, mana mungkin dia menginginkan cucu haram ini." ucap Amir.
Aira yang mendengar ucapan mereka mengusap dadanya. Dia tidak tahan dengan semua penderitaannya.
"Aku harus pergi dari rumah ini, mau sampai kapan aku terpenjara di sini." ucap Aira memberanikan tekadnya.
Dia yakin untuk kabur dari daerah ini akan sulit karena minimnya kendaraan. Tempat ini sepi dan penduduk yang juga tidak begitu banyak.
Aira menyusun keperluannya dengan diam - diam. Dia tidak ingin di pisahkan dengan anaknya. Dia tidak ingin menyesal di kemudian hari.
"Pas mereka tidur, aku akan pergi dari sini." tekadnya.
Ketika tengah malam tiba, Aira terbangun dari tidurnya. Dia lansung mengendong anaknya dengan pelan - pelan. Sempat anaknya menangis sebentar. Namun untungnya ia bisa menenangkan kembali.
"Kan malam - malam begini menangis terus tu budak, bisanya hanya buat anak, urus anak nggak bisa." omel pamannya yang terbangun karena suara bayi Aira.
"Udah tidur aja, pusing ngomel terus." sahut istrinya.
Ketika sudah tenang situasi , Aira akhirnya berjalan menuju pintu belakang. Dia berjalan dengan pelan dan hati-hati agar kakinya tidak menimbulkan bunyi.
Aira berjalan di tengah kegelapan malam. Ada ketakutan di dirinya saat melihat suasana kampung. Namun dia memberanikan diri untuk pergi dari desa itu.
Jauh ia berjalan akhirnya sampai di jalan besar. Dia melihat mobil berhenti tidak jauh darinya.
"Mau kemana neng malam - malam? bawa anak kecil lagi." ucap sopir itu.
"Mau ke kota pak, boleh saya numpang pak?". Tanya Aira kepada sopir pembawa sayur itu.
"Boleh, tapi bisanya duduk di belakang, soalnya di depan udah penuh."
"Nggak apa-apa pak."
Aira naik ke atas mobil dan duduk di antara sayur - sayur. Dia tidak merasa keberatan, yang penting baginya dia sampai di kota.
"Apa yang akan aku kerjakan di sana? Aku harus cari tempat tinggal dan pekerjaan." gumamnya sendiri.
Mobil akhirnya sampai di kota hampir mendekati subuh. Aira turun di sekitaran pasar. Setelah mengucapkan terima kasih, akhirnya dia mencoba untuk mencari tempat tinggal.
Aira bingung harus tinggal di mana karena dia tidak punya uang pegangan. Dia akhirnya duduk di emperan karena sudah lelah.
Tiba-tiba dia melihat nenek sedang memulung. Dia salut kepada nenek yang sudah tua tapi subuh sudah memulung.
Nenek itu nampak mendekati Aira. Nenek itu melihat bahwa wanita muda itu orang baru di sana. Nampak dari wajahnya wanita itu sedang butuh pertolongan.
"Kamu ngapain di sini ndok?"
"Aku numpang duduk nek, aku Ndak punya tempat tinggal."
"Emangnya kamu dari mana?"
Aira menceritakan semuanya kepada sang nenek tanpa ada yang di tutupi.
"Ya udah,kamu bisa tinggal di tempat nenek untuk sementara waktu, tapi tempat nenek jelek."
"Benaran nek, aku nggak apa-apa nek." ucap Aira senang hati.
"Ayo."
Aira mengikuti langkah kaki sang nenek. Sampai akhirnya dia sampai di sebuah pasar usang. Di sana ada ruko ruko lama yang sedang dah tua. Nampak bahwa bangunan itu sudah tidak layak. Namun masih banyak yang tinggal di sana.
"Ini tempat nenek, kamu bisa tinggal di sini."
"Makasih nek."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments