Bab 3

"Siapa ayah anak ini?" tanya ayahnya dengan marah.

Aira tidak menjawab pertanyaan ayahnya. Dia tidak ingin memberi tau siapapun mengenai ayah anak yang ada di perutnya. Apalagi keluarga ayahnya tidak menginginkan anak ini.

Melihat anaknya yang diam membuat ayahnya semakin marah. Ayahnya melepaskan tali pinggang yang sedang dipakainya. Lalu memukulkan kepada Aira.

"Dasar anak tidak tau malu, bisa - bisanya kamu tidak tau siapa ayahnya, apa begitu banyak lelaki yang meniduri kamu."

"Ampun yah, sakit yah." terdengar tangis Aira meminta ampun.

Dia mencoba menahan sakit karena ayahnya memukulinya dengan keras. Sementara bundanya hanya diam di tempat tanpa membantunya sama sekali.

"Bunda tolong Aira."

"Bunda kecewa dengan kamu, kamu kami didik dengan baik tapi bisa - bisanya melakukan hal yang memalukan seperti ini." ucap Bundanya bahkan tidak mau menatap anaknya.

"Bunda tidak ingin lagi melihatnya di rumah ini yah, tolong bawa dia keluar dari rumah ini, bunda nggak siap menahan malu atas semua ini." ucap Bundanya lalu pergi.

Ayahnya baru selesai memukulnya karena merasa lelah. Hatinya begitu marah saat ini melihat anaknya.

"Kamu kemasi barang kamu, aku akan antarkan kamu ke tempat paman dan bibinya."

Aira tercengang saat mendengar bahwa dia akan di antar ketempat paman dan bibinya. Baginya tempat itu tidak lain adalah neraka. Sejak dulu bibinya tidak pernah ramah terhadap dirinya. Apalagi dia datang membawa aib.

"Yah tolong jangan usir aku.'

"Kemasi barang kamu, masih baik aku masih memikirkan tempat tinggal kamu, dasar anak tidak berguna, hanya bikin malu keluarga."

Aira bangkit dari duduknya. Badannya terasa sakit dan ngilu akibat pukulan ayahnya. Dia tidak bisa mengeluh karena ia tau bagaimana sakitnya hati kedua orangtuanya.

Mereka meninggalkan rumah disaat malam. Dengan cepat Aira masuk kedalam mobil agar tidak menimbulkan kesan negatif bagi warga.

Butuh perjalan beberapa jam akhirnya mereka sampai di kampung tempat paman dan bibinya. Kampung ini agak sepi. Rumah di sini berjarak dengan tetangga lainnya.

Karena kedatangan mereka yang sudah pukul 2 dinihari membuat paman dan bibinya agak kaget. Apalagi kedatangan mereka tanpa kabar.

"Ada apa bang datang malam - malam?" tanya Pamannya yang merupakan adik kandung ayahnya.

"Aku titip Aira di sini,aku minta tolong sama kalian."

"Kenapa dia bang?"

"Dia ini hamil, aku tidak mungkin membiarkan dia tinggal di rumah kami."

"Lalu bagaimana dengan kami? Apa Abang mau kamu menerima aib ini?" tanya istrinya dengan judes.

"Kalian cukup jangan buat dia keluar dari rumah, di sini kan juga jarang tamu yang datang, buat dia tidak keluar rumah, aku rasa dengan begitu warga tidak akan tau, aku akan mengirimkan uang setiap bulan kepada kalian."

Mendengar uang membuat paman dan bibinya setuju.

Malam itu juga ayahnya pergi meninggalkan kampung. Sedangkan Aira hanya berdiam diri menatap kepergian ayahnya. Dia tidak tau bagaimana nasibnya selama tinggal di sini.

"Udah masuk sana, kecil - kecil kamu udah buat aib, bukannya sekolah malah jadi pelacur." ucap bibinya yang memang terbiasa judes.

"Udah suruh dia masuk kamar, jangan biarkan dia keluar rumah, aku tidak mau melihat muka dia." ujar pamannya kali ini.

"Urus ajalah, kan keponakan kamu."

"Kan kamu juga dapat duitnya nanti."

"Ah menyusahkan saja."

Belum tinggal beberapa jam sudah membuat paman dan bibinya berantem. Aira akhirnya masuk ke kamar.

"Ini mah bukan kamar, lebih tepatnya gudang." gumam Aira ketika melihat suasana di dalam kamarnya.

Aira membersihkan kamar tersebut hanya untuk tidur. Tubuhnya sudah lelah dan ia butuh istirahat.

Keadaan kamar yang penuh dengan tumpukan barang membuat banyak nyamuk. Dia tidak bisa tidur. Apalagi bayangan kekecewaan bunda dan ayahnya masih terbayang olehnya.

"Maafkan aku ayah, bunda." gumamnya sambil menangis.

Hatinya perih karena dirinya melukai hati ayah dan bundanya. Dia bahkan tidak bisa membuat ayah dan bundanya bangga.

...****************...

"Hei bangun kamu."

Aira membuka matanya dan nampak bibinya sedang membangunkannya.

"Kamu harus bangun pagi di sini, dan sebelum paman kamu bangun semua sarapan harus sudah selesai karena paman kamu tidak ingin melihat wajah kamu yang penuh aib itu." ucap bibinya.

Aira hanya diam tanpa menjawab ucapan bibinya.

"Di ajak ngomong diam aja, dasar anak tidak sopan."

"Iya bi." jawabnya.

"Dah sama kamu, bikin pusing aja lama - lama dekat kamu."

Bibinya keluar dari kamarnya. Aira juga keluar dari kamarnya untuk menuju dapur. Rumah paman dan bibinya adalah sejenis rumah panggung. Untuk dapur berada lansung di atas tanah.

Dia memasak sarapan yang ada di kulkas rumah itu. Sebenarnya Aira juga belum bisa memasak. Karena biasanya bundanya yang menyediakan semuanya.

Dia mengerjakan sesuai dengan nalurinya. Dia berharap nasi gorengnya bisa di makan.

Setelah selesai ia sajikan di meja makan. Sebelum Pamannya keluar, ia telah masuk ke kamarnya.

Beberapa saat kemudian, bibinya masuk kembali sambil uring - uringan.

"Apa sih yang kamu masak? Paman kamu sampai marah besar?"

"Maaf Bi, Aira memang tidak bisa masak sebelumnya, biasa bunda yang masak." jawab Aira ketakutan.

"Bunda kamu terlalu memanjakan anak, inilah jadinya, anak hamil diluar nikah, eh udah sebesar inipun nggak bisa kerja." omel bibinya.

Aira hanya diam mendengarkan omelan bibinya. Biasanya pagi - pagi ia akan sarapan dengan keceriaan namun pagi ini suasana berbeda ia dapatkan.

"Jangan hanya diam saja, cepat bereskan semua yang di meja makan." ucap bibinya.

Aira berjalan menuju meja makan. Di sana nampak sangat kacau sekali. Dia melihat beberapa piring pecah di lantai. Dan nasi goreng yang ia buat berserakan.

"Ngapain kamu bawa dia? Aku malas lihat muka dia."

"Gimana lagi? Siapa yang mau bereskan ini semua, tinggal nggak usah liat dia aja, gitu aja kok repot."

"Kamu itu sebagai istri menjawab aja, coba tadi kamu yang masak maka ini semua nggak akan terjadi, kamu pemalas sekali."

"Aku juga lelah,apa gunanya dia di sini jika tenaganya nggak bisa di gunakan."

Suasana pertengkaran tidak terelakkan lagi. Suasana ini sangat berbeda-beda dengan ayah dan bundanya yang selalu harmonis. Tapi semua sudah tidak dapat lagi ia rasakan.

"Cepat kamu bereskan, jangan lama-lama di sini." bentak pamannya.

Aira dengan bergegas membereskan serpihan piring yang ada di lantai. Sedangkan bibinya membuatkan kopi untuk pamannya.

"Kalau bukan saja ayah kamu tidak kasih aku uang, nggak Sudi aku menampung kamu di sini, bikin sial aja kamu." ucap pamannya sambil menyeruput kopinya.

"Dari dulu aku udah nggak suka sama bundamu itu, sekarang terbukti kan dia tidak bisa mendidik anak, makanya anak harusnya sekolah tapi udah hamil." ucap pamannya lagi.

Aira hanya diam tanpa menjawab sama sekali. Namun hatinya begitu sakit ketika pamannya mengatai bundanya. Baginya bundanya adalah wanita baik yang selalu bisa di andalkan. Kesalahannya bukanlah kesalahan bundanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!