Bab 2

Devan Sebastian nampak sedang pusing setelah mendapatkan kabar tadi siang. Setelah sampai di rumah, ia nampak bolak balik tidak jelas. Sampai saat ini ia masih tidak punya solusi atas masalah yang menimpa dirinya.

Mamanya melihat kegelisahan anaknya. Dia tau bahwa anaknya sedang dalam masalah.

"Duduklah, kamu ada masalah apa?" tanya mamanya kepada anak semata wayangnya.

Devan bingung harus cerita bagaimana dengan mamanya. Dia sangat takut sekali.

"Ceritalah."

"Mama janji nggak akan marah sama aku?" ucap Devan dengan ragu.

Mamanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Dia penasaran masalah apa yang menimpa anaknya sehingga anaknya ketakutan begitu.

"Sebelumnya aku minta maaf ma, aku sudah punya pacar."

"Lalu?"

Devan menceritakan semuanya kepada mamanya tanpa ada yang di tutupi. Ia sengaja agar mamanya bisa memberikan solusi atas semuanya.

Mamanya nampak menegang ketika mendengar cerita anaknya. Namun ia mencoba untuk tenang dan marah tidak jelas.

"Baik, mama akan bantu kamu, tapi kamu harus janji jangan beritahu papa kamu."

"Kenapa ma?"

"Intinya kamu harus ikutin perintah mama, jika papa kamu tau bisa - bisa kamu malah habis kena marah, besok kamu akan akan pindah ke luar negeri."

"Pindah ma?" tanya Devan kaget dengan solusi yang di berikan oleh mamanya.

"Iya, solusi kita hanya satu yaitu pindah ikut papa, jika tidak kamu akan putus sekolah di sini, kamu harus tetap lanjut sekolah."

"Bagaimana dengan Aira ma?"

"Urusan dia biar mama yang urus, mama akan urus dia sebaik mungkin, kamu percayakan kepada mama."

"Mama yakin ini solusinya? apakah Aira akan terima?"

"Kamu harus punya masa depan, kamu tidak mungkin menikah di umur kamu yang masih 13, besok pagi kita harus berangkat dan untuk sekolah kamu serahkan kepada mama."

Devan hanya pasrah dengan solusi yang di berikan oleh mamanya. Dia juga tidak punya pilihan.

Sedangkan di tempat lain, di kamar berukuran 3 x 4 meter, Aira nampak bolak balik di kamar sambil memegang ponselnya. Sejak tadi ia mencoba menghubungi Devan,akan tetapi pria itu tidak mengangkat teleponnya sama sekali.

"Ayo dong Devan di angkat."

Krakkkkk

Aira nmpak sedikit kaget ketika pintu kamarnya terbuka. Di balik pintu menampakkan bundanya.

"Gimana Aira? Udah sehat?"

Bundanya menutup pintu dan berjalan mendekatinya.

"Lumayan Bun."

"Nelpon siapa? Nampaknya sibuk amat." tanya bundanya yang melihat anaknya memegang ponsel.

"Teman Bun, tanya tugas."

"Lupain dulu tugas sekolahnya, toh masih pucat begini." ucap Bundanya sambil tersenyum.

Bundanya merasa bangga karena anaknya yang memang rajin belajar. Apalagi Aira selalu juara kelas.

"Nggak apa-apa Bun, aku udah agak enakan."

"Ya udah, lanjut istirahat aja, nanti bunda bawain makan malam ke kamar." ucap Bundanya.

Aira merasa bersalah kepada bundanya. Dia merasa betapa kecewanya bundanya Jika tahu bahwa dia sedang hamil.

"Maafkan aku bunda." gumamnya pelan ketika bundanya sudah menutup pintu kamarnya kembali.

...****************...

Aira terburu-buru berjalan menuju kelasnya Devan. Dia harus segera berbicara dengan lelaki itu. Namun sesampainya di sana ia tidak menemukan lelaki itu.

"Kok dia belum datang?"

Aira menunggu sejenak sampai bel berbunyi. Namun tidak ada tanda-tanda lelaki itu datang ke sekolah.

Setelah jam istirahat Aira datang lagi ke kelas lelaki itu. Namun masih nihil.

Sepulang sekolah dia kaget ketika melihat mama Devan sedang menunggunya. Selama ini dia tidak pernah bertemu dengan mama Devan.

Dia tau kalau wanita itu mama Devan dari temannya. Temannya Devan memanggilnya ketika baru saja keluar dari kelas.

"Masuklah." ucap wanita itu kepada Aira.

Aira masuk kedalam mobil dengan sungkan. Dia tidak tau kenapa mamanya Devan menemuinya.

"Gugurkan kandungan itu, dan ini uang yang cukup untuk hidup kamu kedepannya."

Aira kaget mendengar ucapan mama Devan.

"Maksudnya Tante?"

"Jangan mimpi kamu Devan mau bertanggung jawab atas anak itu, kalian itu masih sekolah, wanita macam apa kamu yang tidur di umur kamu yang masih kecil begini."

Ucapan mama Devan sangat menyakiti hatinya. Namun apa yang di ucapkan mama Devan ada benarnya. Dirinya yang tidak bisa menjaga dirinya.

"Devan mana Tante? Aku mau bicara dengan Devan."

"Devan tidak mau menemui kamu lagi, dia tidak ingin menghancurkan masa depannya, cita - citanya masih jauh, dan dia ingin kamu jangan cari dia lagi, ini uang sebagai tanggung jawab dari Devan."

Aira tidak tau harus bagaimana lagi. Tapi menggugurkan kandungannya bukan pilihan yang tepat. Dia tau bahwa itu dosa besar. Dan dia tidak mau melakukan dosa untuk kesekian kalinya.

"Ini tidak bisa Tante, ini dosa besar."

"Lalu bagaimana ketika kamu melakukan dengan Devan? Apa kamu nggak ingat itu dosa besar?" sindir mama Devan.

"Cukup rusak diri kamu tanpa merusak anak saya, saya berani jamin bahwa kamu memang wanita murahan sehingga dengan gampangnya tidur dengan lelaki lain, silahkan turun dari mobil saya."

Wajah Aira memerah menahan emosi. Namun dia tidak bisa mengeluarkan emosinya saat ini.

Sedangkan di rumahnya, ayah Aira yang baru saja pulang dari kantor. Dia tidak sengaja menemukan sesuatu di lantai.

"Apa bunda hamil lagi?" tanya ayahnya sambil tersenyum senang.

Dia menyimpan testpack tersebut untuk menanyakan kepada istrinya nanti.

"Kakak kamu belum pulang?" tanya ayahnya kepada adiknya.

"Belum yah, tumben kakak belum pulang jam segini."

"Siapa yang belum pulang?" bundanya Aira muncul dari belakang.

Ayahnya Aira tersenyum melihat istrinya pulang. Dia sudah tidak sabar untuk menanyakan perihal testpack tersebut.

"Bun ayah ingin bicara berdua."

Bunda Aira mengikuti langkah suaminya menuju kamar. Dia tidak tau apa yang akan di bicarakan suaminya.

"Bunda hamil lagi?" tanya ayahnya membuat kening bundanya berkerut.

"Maksud ayah?"

"Ini apa?"

Bunda Aira melihat testpack yang di berikan oleh suaminya.

"Ini bukan punya bunda yah, ayah ketemu di mana?"

"Bunda serius?" tanya ayahnya semakin bingung.

"Iya, bundakan sedang haid yah."

"Lalu ini punya siapa Bun?"

Bundanya lansung panik. Apalagi dia teringat bahwa kemaren Aira masuk angin.

"Jangan - jangan....."

"Apa Bun?" tanya ayahnya juga mulai menduga.

"Aira yah, apa mungkin ini punya Aira?" tanya bundanya dengan cemas.

Mendengar pertanyaan istrinya, ayahnya juga mulai cemas. Kepalanya lansung sakit. Darahnya lansung mendidih mengingat anaknya masih duduk kelas 1 SMP.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!