Makhluk Gunung

"Baiklah," Joshua mengambil keranjang bayi itu, membawanya ke tempat tasnya berada. Bayi ini masih terus menangis. Entah apa yang membuatnya diam. Jika dia lapar, apa yang harus Joshua berikan? Bayi ini sepertinya baru berusia sebulan. Masih sangat kecil dan lemah.

"Tenanglah," Joshua berusaha menimang si bayi, namun usahanya tidak membuahkan hasil. "Kenapa kau sangat berisik?" Joshua semakin bingung dibuatnya. Jika ditinggalkan, bayi ini kemungkinan besar akan meninggal. Apa sebaiknya Joshua cepat-cepat membawanya ke gunung agar aman? Berjaga-jaga jika ada manusia yang tiba-tiba muncul.

Joshua kembali berubah menjadi gumiho, membawa bayi tadi dengan tasnya yang sedikit dibuka untuk sirkulasi udara. Dia berlari sangat cepat tanpa menganggu si bayi.

"Kenapa kau masih menangis?"

Joshua kembali dalam bentuk manusia. Kini keduanya sudah berada di tempat aman. Diletakkannya bayi itu di bawah sebuah pohon yang dekat dengan tebing curam. Tempat istirahat untuk sementara. Joshua duduk tepat di hadapan si bayi. Menunggu hingga bayi itu lelah dan tertidur.

Joshua mulai berpikir apa mungkin bayi mungil ini melihat roh jahat? Karenanya dia menangis tanpa henti. Tapi Joshua tidak merasakan keberadaan roh apapun di sekitar sini. Selain hawa-hawa khas penghuni gunung yang tidak akan menganggu.

Tebing berpohon ini sedikit jauh dari para mahluk lain yang sedang bersembunyi dalam hutan gunung. Joshua bisa memastikan jika tempat ini akan menjadi tempat yang nyaman untuk membangun rumah.

"Bagaimana aku akan membuatnya diam?" Joshua lelah setelah berlari, ditambah dengan suara tangisan bayi tiada henti. Joshua benar-benar payah dan hal mengurus bayi. "Diamlah! Aku mengantuk dan-"

Bukannya diam karena bentakan Joshua, bayi mungil ini justru tambah menangis. Terkejut karena suara besar yang tiba-tiba datang. Sudahlah, lebih baik Joshua tidur. Ia mengeluarkan ekornya yang sangat panjang juga besar, membentuknya sedemikian rupa menjadi tempat tidur nyaman untuknya sendiri.

Untuk sesaat, Joshua tidak lagi mendengar tangisan yang memekakkan telinganya sejak tadi. Refleks Gumiho itu mengecek sang bayi. Khawatir jika ternyata bayi itu meninggal karena tidak di perhatikan. Rupanya salah satu ekornya berada di tangan bayi, dia menyentuhnya dan tertidur. Sepertinya ekor rubah ini bisa menenangkan anak manusia itu.

Matahari muncul dalam sekejap. Joshua terpaksa bangun karena sinarnya menganggu matanya yang terpejam. Bayi itu masih tidur, saat Joshua memasukkan kembali ekornya, si bayi tiba-tiba membuka mata birunya yang masih mengantuk.

Bayi itu kembali menangis saat benda lembut yang disentuhnya lepas dari genggaman. Joshua mengeluarkan ekornya lagi, diberikan pada si bayi agar diam. Joshua menatap bayi yang memeluk salah satu ekornya. Dia berpikir selama beberapa saat sebelum memutuskan untuk membawa bayi itu dengan tasnya.

"Apa yang harus kuberikan padamu?" Gunung ini memiliki banyak buah untuk Gumiho. Sementara anak manusia ini belum bisa makan buah.

Omong-omong bayi ini tenang sekali. Dia tidak bertingkah dan malah tersenyum ketika bertemu wajah dengan sang gumiho. Bayi itu berkedip lalu tersenyum lagi, menunjukkan isi mulutnya yang masih belum memiliki gigi. "Aku sedang bertanya padamu, kenapa kau malah tersenyum?" Tanpa sadar senyuman menawan si bayi menular pada Joshua.

Di tengah pernyataan dan senyuman diantara pendatang baru ini, Joshua seperti mendengar suara asing dari sekitarnya. Dilihatnya kanan dan kiri. Tanpa sengaja Joshua bersitatap dengan makhluk yang menarik perhatiannya itu.

Jauh disana, ada seorang wanita, mungkin korban kekejaman seseorang yang sengaja ditinggalkan disini. Wajahnya menyeramkan, penuh luka, juga ditambahkan dengan baju putih yang banyak memiliki noda tanah dan darah yang sudah mengering. Tatapannya yang tampak kosong membuat Joshua mengambil posisi mempertahankan diri.

"Siapa kau?" Tanya Joshua dengan nada tajam.

"Itu anak manusia?" Joshua menguatkan posisinya ketika mata wanita itu tertuju pada makhluk yang ada di dadanya. "Kenapa? Aku bertanya padamu." Makhluk itu mendekat, membuat Joshua makin menatapnya waspada.

"Jangan mendekat, jika kau melakukannya aku akan membuatmu menyesal. Jangan menganggu anak ini." Untuk sekejap Joshua lupa jika makhluk gunung berhati putih tidak akan berbuat jahat. Dirinya terlalu takut dengan makhluk lain yang mirip dengan manusia setelah kejadian semalam.

"Aku akan membantumu merawatnya," balas wanita itu lirih. Joshua menggeleng pelan, menolaknya mentah-mentah. Mereka tidak kenal satu sama lain.

"Aku tidak percaya padamu, menjauhlah!" Wanita itu kemudian berhenti mendekat. Tatapannya berubah sendu.

"Temukan mata air di dekat pohon bunga. Mata air itu akan membuat anak itu kenyang. Aku tahu dia menangis karena lapar semalam. Aku pernah memiliki seorang anak. Aku tahu apa yang anak itu inginkan. Kau harus menjaganya dengan baik." Wanita itu kemudian menghilang ke balik pohon.

Joshua menenangkan diri, beralih menatap bayi yang tengah menatapnya sejak tadi. "Mau pergi mengeceknya bersama? Kau pasti lapar kan?" Tanyanya.

Bayi itu hanya tersenyum ketika Joshua bertanya. Mungkin terpesona dengan wajah makhluk yang sudah menyelamatkan dirinya semalam dari sungai. Omong-omong apa Joshua harus percaya pada wanita tadi? Bagaimana wanita itu tahu soal mata air dan apa yang dibutuhkan anak manusia?

Dirinya sendiri saja bukan manusia.

Ada banyak pohon bunga yang tumbuh di hutan, Joshua lupa tidak bertanya bunga apakah itu. Laki-laki bersweater hitam ini terlalu sibuk mempertahankan diri. Yang jelas katanya di dekat mata air. Seberapa jauh mata air itu sebenarnya? Joshua ingin cepat-cepat memasukkan ekornya kembali ke penyamaran manusianya.

Mungkin sudah setengah bagian gunung sudah Joshua jelajahi untuk mencari mata air yang dikatakan. Joshua masih berusaha mencari. Harap-harap Joshua dapat segera menemukannya agar bisa memasukkan kembali ekornya. Omong-omong roh gunung tidak melakukan apapun padanya selama disini.

Itu artinya Joshua dan bayi ini diterima kan?

"Eung," bayi itu menoleh ke sebuah tempat. Dengan bantuan suara kecil si bagi, akhirnya mereka menemukan mata air. Ada beberapa pohon yang berbunga dengan indah di sekitarnya. Pasti tempat ini yang di maksud oleh wanita tadi. Segera Joshua menggunakan kekuatannya untuk melihat melihat apakah air itu aman untuk si bayi.

Aman.

"Minum ini," Joshua mengambil air dengan tangannya yang sudah bersih, meminumkannya pada bayi perlahan. Bayi ini tidak menangis saat ekor Joshua lepas dari genggamannya. Akhirnya Joshua terlihat seperti manusia sekarang.

"Kau sudah kenyang. Kita harus membawa airnya sedikit agar kamu baik-baik saja tanpa ekorku." Joshua membawa wadah air untuk berjaga-jaga sembari mencari mata air. Jadi mereka tidak tahus bolak-balik ke tempat ini setiap bayi ini lapar.

"Urusan makananmu sudah selesai." Sebaiknya Joshua berterima kasih pada wanita tadi.

Terpopuler

Comments

Lazy sloth

Lazy sloth

ada beberapa penempatan kata yang kurang tepat.

2023-08-13

1

Lazy sloth

Lazy sloth

kedinginan toh

2023-08-13

1

『L•F』

『L•F』

Hm kurasa ekornya nggak bisa dipisah dari bayi. Kalo Air makanannya, berarti kan ekornya bantalnya.

2023-07-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!