Setelah kejadian itu, besok paginya ia terbangun di ruangan serba putih, tubuhnya langsung bergetar karena tidak tau ada dimana. Ia semakin takut ketika pintu ruangan itu terbuka, tetapi langsung tenang ketika suster masuk untuk mengecek kondisinya.
"Selamat pagi kak. Bagaimana keadaanya kak, apa masih ada yang sakit?" Tanya suster itu ketika melihat Veronika sudah sadar dari pingsannya.
"Ada dimana aku sekarang sus?" Bukannya menjawab pertanyaan suster, Vero malah balik bertanya.
Suster itu hanya tersenyum dan menjawab "ini di rumah sakit pelita kak, kemarin ada laki laki yang membawa kakak kesini dalam keadaan pingsan kak."
Raut wajah Vero langsung terkejut dan panik, ia melihat jam sudah pukul 11 siang. Ia langsung turun dari kasur dan mencabut infusnya, membuat suster langsung panik.
"Aduh kak, hati hati kak" panik suster ketika melihat tangan Vero mengeluarkan darah karena infus yang dipaksa lepas.
"Aku harus pulang sekarang sus, nanti keluargaku khawatir. Administrasinya dimana sus?" Raut wajah Vero seperti orang yang ketakutan, ia bahkan hampir lupa kejadian semalam karena terlalu takut dimarahin oleh orang tuanya. Vero ingin membayar dan langsung pulang tapi dicegah oleh suster itu.
"Tunggu dulu kak, administrasinya sudah dibayar oleh laki laki yang membawa kakak ke sini. Kakak tidak mau menunggunya datang?" Tanya suster itu sambil mengobati tangan Veronika.
Tapi Veronika menggeleng dan langsung pergi setelah mengucapkan terimakasih dan menitipkan salam untuk orang yang membantunya semalam.
Ketika sampai di rumah, bukan sambutan yang diterima oleh Vero melainkan terikan papanya yang membuat ia semakin takut untuk masuk kedalam rumah.
"Dari mana saja kamu hah!? Tidak pulang semalaman, mau jadi apa kamu hah?" Bentak papanya ketika baru melihat anaknya pulang dalam keadaan berantakan. Ia sengaja tidak pergi bekerja dan menunggu Veronika. Tapi yang ditunggu baru pulang jam 12 siang.
"M-Maaf pa, kemarin aku kerja kelompok dan baru bisa pulang malamnya, t-api..." Ucapan Vero langsung dipotong oleh papanya "Halah.. banyak alasan kamu, kemana saja kamu hah! Jual diri?!" Bentak papanya.
Degg.. hati Vero rasanya seperti diremas, sakit sekali ketika papanya, orang yang ia sayang malah mengatakan hal yg kejam ke dirinya. Apa tidak bisa mendengar alasannya dulu. Vero langsung menangis dan berlari ke kamarnya, ia membanting pintu dengan keras. Ia masih bisa mendengar suara papanya yang terus menghinanya. setelah kejadian yang dialaminya semalam, bukannya mendapatkan pelukan hangat dan merasa terlindungi, Vero mendapatkan cacian yang membuat ia semakin terpuruk karena terus mengingat kejadian tersebut. Setelah kejadian itu, Vero terus bermimpi buruk, ia beberapa kali mencoba untuk bunuh diri karena merasa dirinya kotor. Tapi selalu gagal karena ia masih takut akan dosa yang akan ia terima. Vero pun pernah datang ke psikiater untuk mencoba menghilangkan mimpi buruknya tapi sampai sekarang belum juga sembuh, ia sering minum obat penenang yang dianjurkan oleh dokter ketika tidak bisa mengontrol dirinya. Ini lah rahasia yang Vero tutupi, sahabatnya Vanessa bahkan tidak tau. Ia menutupinya dengan senyum yang manis, mencoba terlihat kuat meskipun rapuh di didalam.
Ditempat lain, tepatnya di rumah sakit pelita ada laki laki yang masih memakai seragamnya datang keruangan yang ditempati Vero tadi. Ruangan itu sudah kosong, ia bertanya tanya kemana perempuan itu. Tak lama suster pun datang dan memberitahu bahwa perempuan itu sudah pulang dan menitipkan terimakasih kepadanya. (Ada yang tau siapa laki laki itu?) Yup benar.. laki laki itu adalah Vian Adijaya. Semalam ketika ia mau pergi ke minimarket terdekat, ia mendengar suara minta tolong. Ia pun mencari asal suara tersebut dan ia terkejut ketika ada perempuan yang hampir dilecehkan oleh 2 orang preman. Ia langsung mendekati mereka dan langsung menerjang salah satu preman itu dan menghajar mereka, perkelahian sengit terjadi. Tidak ada yang mau mengalah.
"Jangan sok jagoan Lo!" Teriak salah satu preman itu sambil melayang tinjuan dan mengenai pipi Vian (Aduh wajahnya gak ganteng lagi nanti). Vian langsung membalas dan menghajar mereka sampai mereka tidak bisa berdiri lagi. Sekali lagi beruntungnya preman itu dalam keadaan mabuk jadi tidak butuh waktu lama menghajar mereka. Lalu Ia langsung mengalihkan pandangan ke perempuan yang hampir dilecehkan itu.
"Jangan mendekat! Jangan! Pergi!" Teriak histeris perempuan itu karena sangat takut.
"Hei tenanglah, sekarang sudah aman" Vian mencoba mendekat dan memberi jaketnya ke perempuan itu, karena lorong itu gelap ia hanya bisa melihat mata perempuan itu. Mata yang indah tapi terdapat ketakutan yang besar di sorot matanya. Perempuan itu tiba tiba pingsan karena ketakutan, ia pun langsung menggendong perempuan tersebut dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Setelah mengurus administrasi, ia langsung pulang kerumahnya dan rencananya besok sepulang sekolah ia kembali lagi. Tapi sekarang perempuan itu sudah pergi, Vian masih mengingat sorot mata perempuan itu. Ia menghela nafas sejenak,
'Jaket kesayangku' kata Vian dalam hati. (ya ampun Vian, masih ingat aja jaketnya yang dibawa lari haha).
Kembali ke masa sekarang, Vero masih mencoba untuk menenangkan pikirannya.
Setelah merasa tenang, ia langsung mandi karena merasa tubuhnya lengket akibat keringat tadi. Setelah mandi ia menuju ke ruang makan untuk makan malam. Di sana semuanya sudah berkumpul dan memulai makan tanpa menunggu Vero. Itu sudah biasa bagi Vero, ia seperti tidak dianggap di rumah ini. Hanya adiknya yang masih suka menemaninya dan menanyai kabarnya.
"Malam kak, baru bangun kak? Ayo langsung makan aja kak" seru Chelsea menyambut kedatangan Vero di meja makan.
"Gak usah perduliin kakakmu itu Chelsea, kerjaannya hanya keluyuran dan tidur saja" kata papanya yang tidak suka saat Chelsea berbicara dengan Vero. Vero hanya tersenyum pahit saat mendengarnya, walaupun terbiasa tapi sakit itu masih ada saat sosok yang harusnya menjadi cinta pertamanya menghina dan tidak memperdulikan Vero.
Vero langsung makan dan bergegas ke kamarnya kembali. Ia terisak, menangis dalam diam agar tidak ada yang mendengarnya. Ia memegang dadanya yang terasa sesak.
"Sampai kapan Tuhan? Sampai kapan aku harus bertahan? Aku lelah, aku ingin menyerah. Aku ternyata tidak sekuat yang diharapkan hiks hiks" Isak tangis Vero makin terdengar. Mungkin jika ada yang mendengarnya, mereka akan tau seberapa sakit hatinya karena tangis yang menyedihkan itu. Vero menangis sampai ketiduran dan baru bangun keesokan harinya.
Keesokan paginya, Vero bangun dengan wajah yang sembab karena menangis semalaman.
"Aduh bagaimana ini, kenapa mukaku bengkak seperti ini. Kalo Vanessa tau, heboh ni pasti" kata Vero ketika bercermin sehabis mandi, ia pun lompat lompat dan melakukan peregangan berharap bengkaknya berkurang. (katanya bisa, tapi author gak tau yak haha)
"huff gak berkurang ni bengkak, bodo amatlah" pasrah Vero.
Vero langsung turun ke bawah untuk sarapan dan langsung bergegas ke sekolah karena sudah jam setengah 7 lewat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments