Keheningan malam menggantung di udara, seolah-olah rumah besar milik Tuan Gaza memendam rahasia gelap yang tidak ingin terungkap. Semua yang terjadi di dalamnya adalah bagian dari permainan kekuasaan yang tak terlihat, di mana setiap langkah yang diambil dipenuhi dengan perhitungan dan ancaman. Namun, bagi Dayna, malam itu terasa berbeda. Ketegangan yang ia rasakan lebih dalam dari sebelumnya. Setiap sudut rumah ini seakan berbisik padanya, mengingatkannya bahwa ia hidup dalam penjara yang tampaknya tak akan pernah terbuka.
Setelah percakapan singkat dengan Arsen di dapur, perasaan Dayna semakin kacau. Ada kebingungan yang membalut dirinya, memaksa ia untuk berjuang keras menenangkan pikirannya. Namun, apa yang bisa dia lakukan? Arsen sudah menyampaikan perasaan yang tulus, namun hidupnya bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan dengan mudah. Gaza bukan orang yang bisa dikalahkan dengan kata-kata atau perasaan. Gaza adalah dunia itu sendiri—tangannya memegang kendali atas hidupnya.
Hari berikutnya, Dayna menjalani rutinitas yang sama seperti sebelumnya. Mengurus rumah, melayani Gaza dan tamu-tamunya, tanpa bisa melawan. Namun, di dalam hatinya, kegelisahan semakin menggigit. Setiap kali ia memikirkan Arsen, sebuah perasaan takut merasuk ke dalam dirinya. Arsen adalah orang yang berbeda—tulus, peduli, dan menghargai dirinya sebagai manusia. Namun, ketakutan akan Gaza lebih besar daripada apapun yang bisa dia rasakan.
Pagi itu, Gaza memanggil Dayna ke ruang kerjanya. Suara beratnya menggema di ruangan itu, seolah-olah menantang segala ketentuan yang ada. “Dayna, aku ingin kau menyiapkan semuanya untuk malam nanti. Ada transaksi besar yang akan terjadi, dan aku ingin semuanya berjalan lancar,” perintahnya.
Dayna hanya bisa mengangguk, meskipun dalam hati ia merasa ada sesuatu yang lebih gelap dari yang terlihat. Ia tahu bahwa Gaza semakin terlibat dalam dunia yang semakin berbahaya. Dunia malam yang penuh dengan bisnis haram, kekerasan, dan penipuan. Terkadang, ia merasa seperti boneka yang hanya bergerak mengikuti perintah, tidak ada kesempatan untuk berpikir atau memilih. Ia ingin melawan, tetapi apa yang bisa ia lakukan? Gaza adalah kekuatan yang tak bisa dilawan dengan mudah. Arsen pun, meskipun ia tahu, tidak bisa berbuat banyak.
Setelah percakapan dengan Gaza, Dayna memutuskan untuk pergi ke taman belakang rumah untuk mencari sedikit ketenangan. Udara sejuk pagi itu memberi sedikit ketenangan, meskipun hatinya masih penuh dengan keresahan. Dia berjalan pelan, menatap tanaman hijau yang tumbuh di sekitar halaman rumah, dan merasakan angin yang menyentuh wajahnya. Namun, meskipun pemandangan itu terasa damai, pikirannya tetap terjerat pada kenyataan yang tak bisa ia hindari. Gaza akan selalu ada, mengawasi setiap gerak-geriknya, dan memegang kendali penuh atas hidupnya.
Ketika Dayna duduk di bangku taman, perasaan yang campur aduk datang menghampirinya. Ia memikirkan kembali kata-kata Arsen yang semalam, kata-kata yang penuh harapan, tetapi juga penuh dengan ketidakpastian. Apakah ia bisa mempercayai Arsen? Atau apakah itu hanya ilusi semata? Setiap detik yang berlalu, hati Dayna semakin dibanjiri oleh keraguan. Namun, ia juga tahu bahwa jika ia terus membiarkan ketakutan menguasai dirinya, ia akan semakin tenggelam dalam dunia yang tidak ia pilih ini.
Hari beranjak siang, dan Dayna kembali ke dalam rumah. Di sana, ia melihat Arsen sedang berdiri di dekat tangga, seolah menunggu sesuatu. Mata mereka bertemu, dan ada keheningan yang menggantung di antara mereka. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, tetapi keduanya saling memahami. Arsen tahu bahwa Dayna sedang berjuang dengan perasaannya, dan Dayna tahu bahwa Arsen berusaha untuk membantunya keluar dari dunia yang penuh dengan kegelapan ini. Namun, ada batasan yang tidak bisa mereka langkahi.
Tiba-tiba, suara Gaza terdengar dari ujung lorong. "Arsen, apa yang sedang kau lakukan di sini?" Gaza bertanya dengan nada yang penuh kecurigaan. Wajahnya mengeras, dan langkahnya cepat menuju tempat di mana Arsen dan Dayna berdiri.
Arsen cepat-cepat menjauh, berusaha untuk tidak menambah ketegangan. "Aku hanya mencari Dayna," jawabnya singkat, meskipun ia tahu jawabannya tidak akan memuaskan Gaza.
Gaza menatap Arsen dengan tatapan tajam. "Aku tidak ingin kau terlalu dekat dengan wanita ini. Ingat, dia ada di sini hanya untuk melayani aku, bukan untuk permainan kalian."
Dayna merasa tubuhnya kaku, seperti terjebak di tengah pertarungan yang tidak ia pilih. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu seakan-akan terjebak di tenggorokannya. Gaza sudah terlalu berkuasa atas hidupnya, dan Arsen—meskipun ia ingin melindunginya—tidak lebih kuat dari kekuasaan Gaza.
Saat Gaza pergi, Dayna menatap Arsen dengan penuh penyesalan. “Aku tidak bisa terus seperti ini, Arsen,” katanya dengan suara pelan. “Aku tak ingin melukaimu.”
Arsen menatapnya dengan tatapan lembut, tetapi juga penuh ketegasan. “Dayna, kau bukan orang yang harus terluka. Kau tidak pantas hidup dalam ketakutan dan kehinaan ini.”
Dayna menunduk, merasa semakin bingung. “Aku tahu, tetapi dunia ini… Gaza akan menghancurkan kita jika kita tidak berhati-hati.”
Arsen menghela napas dan mendekat. “Aku tidak bisa meninggalkanmu begitu saja, Dayna. Kau harus tahu itu. Aku tidak akan membiarkanmu terus hidup dalam ketakutan ini. Aku akan mencari cara untuk melindungimu.”
Dayna menggigit bibir bawahnya, berjuang menahan air mata yang mulai mengalir. “Tapi aku takut, Arsen. Aku takut jika kita mencoba, kita akan hancur.”
Arsen memegang tangannya dengan lembut, memberikan sedikit kenyamanan. “Kadang kita harus melawan ketakutan kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Aku akan ada di sampingmu.”
Tapi pada saat yang sama, suara Gaza kembali terdengar dari ujung lorong. “Dayna, Arsen, berhenti berbicara di sini. Ada yang perlu dibicarakan.”
Dayna menarik tangannya dari genggaman Arsen dan menunduk, takut jika Gaza akan melihat kehadiran mereka sebagai ancaman. “Aku harus pergi,” katanya, menahan air mata. “Aku tidak bisa terus seperti ini.”
Namun, saat Dayna berjalan menjauh, perasaan yang mengguncang dirinya semakin kuat. Ia tahu bahwa ia harus memilih—terus hidup dalam ketakutan dan perbudakan, atau mencoba mencari kebebasan dengan melawan dunia yang mengikatnya. Tetapi bagaimana caranya? Itu adalah pertanyaan yang terus berputar dalam pikirannya, menunggu untuk dijawab.
Dan ketegangan itu, yang semakin membelah hidupnya, terus menghantuinya, menunggu untuk menemukan titik temunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Joanne March⚘
nyicil baca 4 chapter dulu yaa & sudah ku beri 4 like+ rate 5 untukmu.
jangan lupa beri vote di lapakku saat mampir nanti yaa😉terima kasih
2020-09-08
2
Masitha Muslimin
sukkaa
2020-07-04
5
Yudhi Nita
Lanjutt kak udah aku like setiap episode yaa... Saling dukung yuk
2020-06-26
0