Hari-hari di rumah Tuan Gaza mulai terasa seperti berbulan-bulan. Meskipun Dayna berusaha menjalani setiap hari dengan sabar, ketegangan di dalam dirinya semakin membesar. Setiap detik terasa berat, setiap langkah terasa seperti berjalan di atas pasir yang semakin tenggelam. Ia terperangkap dalam rutinitas yang menakutkan, dengan perasaan terhimpit oleh ketidakpastian dan rasa takut yang selalu menghantuinya.
Gaza, dengan segala kekuasaannya, terus memantau setiap gerak-gerik Dayna. Ia tidak pernah membiarkan Dayna merasa tenang. Setiap saat, selalu ada sesuatu yang harus dilakukan, selalu ada perintah yang harus dipenuhi. Dayna tak pernah diberi kesempatan untuk berhenti sejenak dan merenung, untuk mencari secercah harapan. Hidupnya kini berputar pada satu titik: melayani Tuan Gaza dan tetap hidup.
Namun, di tengah-tengah segala kekacauan itu, ada satu hal yang tak bisa ia lupakan: Arsen. Kehadirannya memberikan semacam ketenangan, meskipun hanya sejenak. Setiap kali mereka bertemu, meskipun hanya dalam diam, perasaan Dayna semakin dalam. Arsen bukan hanya sekadar seorang pria yang baik, tapi dia adalah cermin dari apa yang mungkin bisa dia miliki, sesuatu yang lebih dari sekadar hidup di dunia yang kejam ini.
Arsen adalah pekerja yang biasa di rumah Tuan Gaza. Ia tidak kaya, dan mungkin tidak memiliki banyak kekuasaan seperti Gaza. Namun, Arsen memiliki sesuatu yang lebih berharga—kehidupan yang lebih sederhana, meskipun terkadang terhimpit oleh kekerasan dan ketidakpastian yang datang dengan dunia tempatnya berada. Ada rasa hormat dalam diri Arsen yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain di rumah itu. Dan itu, entah bagaimana, membuat Dayna merasa sedikit lebih hidup.
Namun, perasaan itu harus disembunyikan. Gaza tidak akan pernah mengizinkan Dayna untuk merasakan apapun selain ketergantungan padanya. Gaza ingin memiliki kendali penuh atas hidup Dayna, dan ia tidak akan membiarkan siapa pun, termasuk Arsen, mengganggu peranannya dalam hidup Dayna. Setiap kali Dayna dan Arsen berbicara, meskipun hanya dengan tatapan atau senyum kecil, Gaza selalu memperhatikannya dengan mata yang tajam, penuh kecurigaan.
Suatu malam, setelah Dayna selesai mengerjakan tugas yang diberikan oleh Gaza, ia duduk di sudut ruangan, berusaha mencari ketenangan dalam keheningan. Rumah itu sunyi, kecuali suara langkah kaki yang terdengar pelan. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan Arsen masuk. Matanya yang tajam bertemu dengan mata Dayna, dan seketika, perasaan yang sudah terpendam dalam hati Dayna kembali muncul—perasaan yang tak bisa ia ungkapkan, tetapi selalu ada.
"Dayna," suara Arsen terdengar rendah namun penuh makna. "Kau baik-baik saja?"
Dayna mengangguk pelan, mencoba menutupi kegelisahan yang ada di dalam hatinya. "Aku baik-baik saja," jawabnya, meski ia tahu bahwa jawabannya itu tidak sepenuhnya benar.
Arsen mendekat dan duduk di sebelahnya. Hanya ada beberapa inci di antara mereka, tetapi bagi Dayna, jarak itu terasa begitu jauh. Ia ingin sekali berbicara, berbagi perasaan yang sudah lama terkunci di dalam hatinya, namun ia tahu bahwa itu tidak mungkin. Arsen adalah bagian dari dunia yang sama dengan Gaza, dan dalam dunia ini, tidak ada ruang untuk perasaan yang tidak diinginkan.
"Jangan khawatir, Dayna," Arsen berkata lagi, suaranya semakin lembut. "Aku akan berusaha untuk melindungimu. Kau tidak sendiri di sini."
Kata-kata itu seperti balsam bagi luka yang sudah lama menganga di hati Dayna. Namun, meskipun hatinya menginginkan untuk mempercayai Arsen, ia tahu bahwa kepercayaan itu tidak mudah diberikan. Gaza adalah orang yang mengendalikan semuanya, dan Arsen hanyalah seorang pelayan di rumah itu, terjebak dalam ketidakberdayaan yang sama seperti dirinya. Mereka berdua, meskipun memiliki hati yang baik, tidak bisa mengubah nasib mereka. Mereka terperangkap dalam jerat yang sama.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan keras, dan suara Gaza yang berat terdengar. "Apa yang kalian lakukan di sini?" suaranya penuh dengan amarah, seakan-akan ia telah menunggu momen ini untuk datang. Mata Gaza menatap tajam ke arah Dayna dan Arsen. Dayna merasa tubuhnya kaku, seperti tersedak oleh rasa takut yang datang begitu mendalam.
Arsen berdiri dengan sigap, namun ia tidak menunjukkan rasa takut yang sama seperti Dayna. Ia hanya menatap Gaza dengan tenang, meskipun ada sedikit ketegangan di antara mereka. Gaza berjalan mendekat, matanya menyorot dengan kemarahan yang nyata. "Aku sudah bilang padamu, Dayna," kata Gaza dengan suara yang dingin, "Jangan pernah berbicara dengannya. Jangan pernah berurusan dengan pria ini lagi."
Dayna menundukkan kepalanya, mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. Ia tahu bahwa Gaza tidak akan memberi ampun. Setiap pelanggaran sekecil apapun akan dihukum dengan keras. Arsen menatap Gaza tanpa takut, tetapi dia tahu bahwa jika ini terus berlanjut, akan ada akibat yang sangat buruk.
"Maaf, Tuan Gaza," kata Arsen dengan suara rendah. "Kami hanya berbicara."
Gaza tertawa sinis. "Berbicara? Kau pikir aku bodoh? Aku tahu apa yang terjadi di belakang punggungku. Jangan coba-coba menipu aku."
Dayna merasa sangat takut, tetapi dia tahu bahwa Gaza tidak akan menyakitinya—setidaknya, tidak sekarang. Gaza lebih suka menghukum dengan cara yang lebih halus, dengan cara yang bisa membuat orang merasa terhina tanpa menyentuh mereka secara fisik. Ia tahu cara membuat orang merasa lebih rendah dari apapun, dan itu jauh lebih menyakitkan daripada kekerasan fisik.
Gaza berbalik dan berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan yang mencekam. Dayna menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Perasaannya campur aduk—takut, bingung, dan penuh dengan kebingungannya tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Arsen menatapnya sejenak, lalu berkata dengan suara yang tenang namun penuh makna.
"Kau harus hati-hati, Dayna. Gaza tidak akan membiarkan kita bebas begitu saja."
Dayna hanya bisa mengangguk. Ia tahu bahwa apa yang Arsen katakan adalah kenyataan. Gaza adalah orang yang tidak bisa diprediksi, dan hidup mereka berada di ujung tanduk setiap saat. Tapi satu hal yang pasti—perasaan yang tumbuh di dalam hati Dayna, perasaan yang sulit dijelaskan, semakin besar. Perasaan yang bisa menjadi harapan, atau bisa juga menjadi ancaman besar bagi hidupnya.
Untuk pertama kalinya, Dayna merasa benar-benar terperangkap, bukan hanya oleh Gaza, tetapi juga oleh perasaan yang semakin membesar terhadap Arsen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Dwi Novayanti
hadeuuh... cerai blm, bsk nikah... dunia udh ambyaaar
2020-09-11
1
Ayu Zahar
bagus lh mending nikah dgn Keenan
2020-08-25
4
Ys
Hay kak aku beri like dan 5 rate. Mampir keceritaku ya kak
Married A Sociopath Man
2020-06-16
0