Kepulangan Pak Burhan ke Jakarta dari Bandung disambut hangat istrinya, di bagasi mobilnya banyak sayur - sayuran dan buah hasil petikan dari kebun langsung. Supir pribadi Pak Burhan mengeluarkan semua hasil panen dari kebun, dibantu Art rumah.
"Assalamu'alaikum, Mah."
"Waalaikumsalam, Pah. Gimana Bandung, masih sejuk?"
"Alhamdulillah, penat Papa hilang setelah pulang dari desa."
Nyonya Santi tersenyum, "Alhamdulillah."
"Arjun sudah pulang dari LN?"
"Sudah semalam, sekarang lagi di ruang kerjanya."
"Papa mau samperin dulu Arjun, ada yang harus Papa katakan," Pak Burhan berjalan pergi menuju ruang kerja putra sulungnya.
Tok Tok Tok.
Pak Burhan membuka pintu, "Boleh Papa masuk?"
"Masuk aja Pah, aku nggak sibuk kok," jawab Arjun.
Pak Burhan masuk, menimang perkataannya untuk putranya.
"Ada apa, Pah? Papa kayak bingung?"
"Kemarilah, ada yang ingin Papa bicarakan."
Arjun menyimpan dokumen yang sedang dibacanya di atas meja, ia bangun dari kursi lalu menghampiri Ayah nya.
"Ada apa? Kenapa Papa terlihat tegang? Apa terjadi sesuatu saat Papa di Bandung?" tanya Arjun cemas.
Pah Burhan menggeleng, "Papa... Jun. Papa, sebenarnya..."
"Pah?"
"Papa sakit Jun... Tiga bulan lalu divonis kanker, sudah stadium akhir. Dokter bilang umur Papa tidak lama lagi," suara Pak Burhan bergetar.
"Pah!" Arjun terkejut.
"Apa maksud Papa sakit?!" histeris Nyonya Santi.
"Mah, tenang dulu. Sini, duduk," ujar Pak Burhan.
Dengan wajah tegang Nyonya Santi mendekati suaminya, duduk di sebelah Pak Burhan dengan jantung berdegup kencang menunggu penjelasan dari suaminya.
"Maafkan Papa sudah merahasiakan penyakit Papa beberapa bulan ini. Mama harus tegar saat Papa nanti dipanggil Allah, ya."
"Papa! Kenapa Papa tega sama aku, kenapa?! Hu... hu... hu..."
Pak Burhan menarik tubuh istrinya ke dalam pelukan, akhirnya ia juga ikut menangis.
Arjun menatap kasihan dan tak tega pada orang tuanya, merasa sedang bermimpi Ayah yang selalu ada untuknya sejak kecil sekarang divonis oleh Dokter takkan berumur panjang.
Pak Burhan melepaskan pelukannya dari istrinya, "Jadi, sebelum Papa meninggal... Papa ada satu keinginan, Mah."
"Apa itu, Pah?" tanya Nyonya Santi sembari sesegukan.
"Papa mau Arjun menikah dengan perempuan pilihan Papa. Papa nggak setuju sama pacar kamu yang sekarang, Jun. Kalau kamu meneruskan hubunganmu, percayalah hubungan mu takkan bertahan lama karena wanita itu hanya menginginkan hartamu dan tidak tulus padamu."
Saat mendengar Papa nya membahas lagi hal yang sama tentang Diana kekasihnya, ingin rasanya Arjun kembali membela kekasihnya. Diana tidak seperti perkataan Ayah nya, justru Diana lah wanita ideal untuk menjadi istrinya.
"Pah, aku tidak ingin membahas ini. Papa lagi sakit, jadi--"
"Justru karena Papa sakit, Papa mau kamu menikah secepatnya dengan wanita pilihan Papa. Papa nggak tau kapan ajal menjemput, Jun. Penuhi permintaan Papa, anggap permintaan yang terakhir, ya?"
"Memangnya siapa perempuan nya?"
"Putri Pak Endang, pengurus kebun - kebun kita di Bandung."
"Pah, kenapa? Apa tidak ada yang lebih setara dengan kita? Diana lebih--
"Jun! Ikut Mama sebentar, kita bicara." Nyonya Santi keluar menuju kamarnya.
"Apa, Mah?" tanya Arjun setelah di dalam kamar.
"Setujui saja permintaan Papa mu, kamu tidak dengar Papamu sakit."
"Tapi, Mah... Arjun sangat mencintai Diana."
"Mama tau, tapi kamu juga tau sejak awal Papamu melarangmu berpacaran dengan seorang model apalagi sampai kalian menikah."
"Arghtt!" Arjun menarik rambutnya frustasi.
"Begini saja, ikuti dulu keinginan Papamu. Setelah menikah 'kan bisa buat alasan kalau kalian tidak cocok, tidak sepaham, tidak jodoh jadi bisa bercerai. Gimana, Jun?" ujar Ibunya.
Arjun memandang foto Ayahnya yang tersenyum di dalam foto keluarga yang tergantung di dinding kamar, akhirnya ia mengangguk lemah karena tidak tega dan mengiyakan.
Seminggu kemudian, Arjun dan keluarganya datang melamar karena pihak Pak Endang pun sudah menerima lamaran dari Pak Burhan.
Untuk pertama kalinya Arjun melihat wajah Jamilah, calon istrinya. Memang ia akui Jamilah sangat cantik, apalagi ia mendengar dari bisik - bisik tetangga yang datang melihat kalau Jamilah adalah kembang desa. Tetapi tetap saja penampilan kampungan Jamilah sangat berbeda jauh dengan Diana yang berpenampilan metropolitan dengan pakaian sexy yang sering para model pakai. Hati Arjun tetap tak tergoyahkan, bahkan melihat wajah bodoh seperti tidak berpendidikan tinggi Jamilah saja dia sangat tidak suka berbeda dengan Diana yang lulusan Oxford University seperti dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Siti Masitah
makan tuh pendidikan luar negeri
2024-08-06
0
Bzaa
tinggal di poles Jun... Diana lewatttt🤣
2024-02-02
0
Aira Rafli
ibu apaan tuh memberi saran yg sesat sama anaknya
2023-09-19
2