Dengan penuh lika - liku terus saja bersikap ramah pada para lelaki yang terus berpapasan dengannya, akhirnya Jamilah sampai di kebun milik Pak Burhan seorang pengusaha kaya raya di Jakarta. Keluarganya hanya mengurus kebun - kebun Pak Burhan dan sesekali pemilik dari kebun akan datang ke Bandung.
"Assalamu'alaikum, Ayah. Pak Burhan."
"Waalaikumsalam," jawab kedua pria tua yang sedang duduk di bangku yang terbuat dari bambu.
"Neng bawa makanan sama air panas, Yah. Mau eneng bikinin kopi?"
"Enya, sok atuh. Pak Burhan suka kopi hitam karuhun ya, Pak," canda Ayah dari Jamilah.
"Pak Endang bisa aja, saya bosen minum kopi dari luar negeri yang sering dibawa istri dan anak - anak saya. Jadi, kalau kesini saya maunya minum kopi hitam pahit..."
"Alhamdulilah, anak - anak Pak Burhan sudah sukses semua. Tinggal nunggu cucu..."
"Maunya sih saya, Arjun dapat istri baik, sopan, pinter masak ngurus suami. Saya sebenarnya lagi dilema, Pak Endang..." mata Pak Burhan menerawang.
"Lho, kenapa Pak?"
Jamilah mendengarkan sembari tangannya sibuk mengaduk kopi, tapi dia tidak terlalu terlalu tertarik saat Pak Burhan bercerita tentang anak - anaknya karena dia merasa dirinya dan orang - orang kaya itu bagaikan utara dan barat saling berjauhan sejauh langit dan bumi.
"Saya sebenarnya divonis kanker stadium akhir, waktu saya tidak banyak. Tapi keluarga saya tidak ada yang tau, sebelum saya meninggal saya ingin menikahkan Arjun dengan wanita baik tidak seperti kekasihnya. Saya sudah menyuruh orang memantau kekasih putra saya, ternyata wanita itu bukan wanita baik - baik. Tapi saya bingung Pak, bagaimana berbicara dengan Arjun."
"Ya Allah, Pak Burhan. Saya ikut bersedih, Pak. Lalu, Bapak mau gimana sekarang? Apa sebaiknya Pak Burhan jujur saja pada keluarga Bapak tentang penyakit Bapak," saran Pak Endang.
"Jamilah, sini Nak," panggil Pak Burhan.
"Iya, Pak. Ini kopinya," Jamilah menaruh gelas beserta tatakan di meja kayu kecil.
"Makasih, Nak. Kamu sudah cantik, sopan lagi."
"Sama - sama, Pak. Mangga atuh diminum, mumpung suam - suam kuku, Pak."
Pak Burhan menyeruput kopi hitam pahitnya, menikmati kopi asli buatan pabrik Bandung.
"Jamilah..." panggil Pak Burhan lagi.
"Iya, Pak."
"Bapak lamar kamu untuk menikah sama Arjun, putra Bapak... mau?"
Mata cantik Jamilah terbelalak, ia sungguh tak percaya akan mendapat lamaran dadakan di siang bolong. Bahkan lamaran dari seorang Pengusaha kara raya, dengan kebun hektaran dimana - mana. Dia yang hanyalah seorang gadis desa yang bahkan belum lulus untuk menjadi sarjana dengan orang tua yang sederhana. Apakah layak untuk menjadi menantu dari seorang Pak Burhan Sudarsono yang terkenal banyak harta?
"Kenapa melamun, Nak? Mau, tidak?"
Seketika Jamilah hanya tersenyum, "Jodoh, maut. Allah yang mengatur, Pak. Saya bukannya menolak tapi sebenarnya saya masih kepengen kuliah agar bisa berbakti sama Ayah Bunda. Mengenai pinangan Pak Burhan, silahkan Bapak bicara dengan Ayah. Saya sebagai putrinya, bisa saja berbakti dengan cara menerima pinangan Bapak. Cara berbakti seorang anak itu, bukankah dengan banyak cara? Bukan hanya dengan mengangkat derajat karena saya bekerja. Meskipun saya bercita - cita ingin bisa bekerja sukses nantinya sebagai tanda bakti saya. Namun... insyaAllah, saya akan menerima keputusan Ayah saya."
Pak Burhan tersenyum, merasa yakin telah menemukan istri untuk putranya dan menantu yang baik.
"Bagaimana, Pak Endang? Lamaran untuk anak saya diterima?"
Pak Endang menelisik wajah putri pertamanya, sebenarnya semakin hari dia semakin resah karena para pemuda bahkan lelaki yang sudah beristri sering menggoda Jamilah. Alhasil gunjingan - gunjingan dari para Ibu - ibu terus terdengar. Sebagai Ayah dia diam bukan karena tak bisa bertindak tapi putrinya selalu mengatakan jika bertahan dengan diam itu lebih baik bahkan lebih baik lagi jika mendoakan orang - orang yang berhati sempit pada mereka.
"Saya berunding dulu sama istri saya, ya Pak Burhan?"
"Baik, Pak. Saya tunggu keputusan Pak Endang dan keluarga. Kalau bisa jangan lama - lama, saya takut ajal cepat menjemput saya."
Pak Endang mengangguk, "InsyaAllah, Pak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Erna Wati
seru ni lanjut
2024-11-25
0
Bzaa
awal yg menarik.... semangat otor 🫰🫰
2024-02-02
2
Ibrahim Efendi
inikah awal 'janda tersegel'??? 🙂
2024-01-30
1