Sepanjang jalan, mulut Jana tak berhenti bergumam. Menyuarakan kekesalannya dengan segala umpatan yang bisa dia katakan. Wanita itu dalam keadaan mood buruk pagi ini, sampai ketika seseorang menarik perhatiannya.
Jantung Jana berdegup kencang, ketika turun dari motor. Masih memegangi helmnya, matanya tak lepas memandangi lelaki yang berjalan mondar-mandir di depan minimarket waralaba tempatnya bekerja.
Seolah terpana, mulut Jana hanya ternganga. Andai saja ini malam hari, Jana yakin akan ada nyamuk yang masuk dan membuatnya tersedak.
Menetralkan degup jantungnya yang berdetak liar, Jana menarik napasnya berkali-kali. Dirinya berusaha bersikap tenang, saat menghampiri lelaki itu. Namun apa daya, sepertinya tubuhnya bertolak belakang dengan logikanya. Jika logikanya ingin Jana bersikap tenang dan tampil cantik, kini tubuh Jana malah sedikit gemetar karena gugup.
"Hello, Mister, can I help you?" tanya Jana dengan bahasa Inggris seingatnya.
Lelaki itu berambut pirang, kulitnya terlalu putih jika disandingkan dengan orang Jawa. Bahkan tingginya melebihi tinggi rata-rata lelaki yang pernah Jana temui. Dan saat Jana melihat ke wajah lelaki itu, lelaki itu bermata biru seperti langit–begitu jernih seolah membawa Jana terbang ke angan-angan–dan bisa diyakini Jana, jika lelaki itu adalah seorang bule. Maka dari itu, dia memberanikan diri bertanya dengan memakai bahasa Inggris, meskipun seadanya.
"Oh, hey, apa kamu yang mempunyai toko ini?"
Namun, Jana seperti tertampar sebuah lambaian daun kelapa. Dia tak menyangka, jika bule di depannya ini bisa berbicara bahasa indonesia meskipun kata-katanya masih sedikit meleset. Hal ini membuat Jana tersenyum meringis.
Cepat-cepat dia mengangguk. "Ya, ah maksudku bukan." Jana menggeleng cepat dengan gugup. "Aku hanya pekerja di sini."
Sang bule mengangguk-anggukan kepala, dengan kedua tangan bertolak pinggang. "Kapan tempat ini dibuka?"
Setiap ucapan yang keluar dari bibir lelaki itu, membuat Jana terpesona. Bibir tipis di bagian atas, dan juga tebal di bagian bawah itu begitu menarik perhatian Jana. Dan saat sang bule tanpa sadar membasahi bibir, dalam hati Jana tak tahan untuk tidak menerkamnya.
"Halo, apa kamu baik-baik saja?"
Lamunan Jana buyar, ketika sang bule kembali bertanya. Lelaki itu bahkan melambaikan tangan di wajahnya. Dan Jana baru sadar, bule itu mencondongkan tubuh ke arahnya yang membuat jarak di antara mereka hanya terpisah beberapa senti.
Jana mengerjap, mundur selangkah dengan panik. "A-aku open yes," jawabnya gugup, masih tak lepas memandangi lelaki di hadapannya itu.
Tepat ketika dia berbalik untuk membuka pintu, Jana menarik napasnya dalam-dalam. Sebelah tangannya mengusap dadanya sekilas, seolah berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdegup liar, seperti ingin meloncat keluar dari tempatnya. Jana bergidik, pesona lelaki itu benar-benar menakutkan. Nyatanya, bisa Jana rasakan jika saat ini dia sedang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Pintu terbuka, dan cepat-cepat Jana masuk ke dalam. Menghampiri meja kasir, dan menyalakan layar monitor dengan segera. Lalu mengaktifkan pendingin ruangan, agar tempat bekerjanya ini menjadi sejuk.
Jana baru saja berbalik badan, dan mendapati sang bule itu sudah ada di depan meja kasir. Mata Jana melotot lebar, dan lagi-lagi jantungnya terasa ingin melompat keluar. "M-mister," panggil Jana dengan gugup. "Apa yang kamu butuhkan?"
"Jangan panggil aku mister, kamu bisa memanggilku Joshua." Sang bule mengulurkan tangan dengan senyumannya yang menawan.
Hal ini membuat Jana merasa senang, tak ingin membuang waktu, dia cepat-cepat menyambut tangan sang bule–tidak, tapi Joshua–dengan antusias. "Namaku Jana … Jana Arumika," balasnya menyebutkan nama lengkapnya.
Joshua mengangguk, lalu melepaskan tangan tersebut. Dia tampak menoleh ke sana-sini, melihat ke sekelilingnya dengan mata birunya yang tajam itu.
Sesaat, lagi-lagi Jana bergeming. Hanya diam di tempat seperti orang bodoh yang hanya memperhatikan satu objek di antara banyaknya barang. Dan tanpa sadar, bibirnya terus tertarik membentuk senyum yang tak pernah pudar.
Tak mendapati apa yang dia cari, Joshua berdehem sebentar. Lalu berbalik menatap Jana dan bertanya, "Apa di sini ada bir kaleng dan rokok?"
Jana gelagapan, langsung menoleh ke kanan dan kiri. Sedetik kemudian dia berbalik untuk melihat ke belakang. "Maaf, Mister, maksudku, Joshua. Di sini hanya ada rokok, dan tidak menyediakan bir. Eh, ada, tapi alkohol zero," jawab Jana dengan raut wajah bersalah.
Bibir Joshua mengerucut, dan lagi-lagi menganggukkan-anggukan kepalanya kecil.
Hal ini membuat tubuh Jana bergelora, ingin sekali dia menerjang Joshua untuk melahap bibir seksi itu. Entah mendapat keberanian dari mana, Jana malah memikirkan tentang pembicaraan dengan ibunya pagi tadi.
"Em, Joshua, kamu tinggal di mana?" tanya Jana memulai pembicaraan agar tak suasana tak terasa hening di antara mereka.
"Aku tinggal di hotel dekat sini," jawab Joshua, sambil menoleh melihat ke arah pintu keluar.
Mata Jana berbinar, mendengar kata hotel, dia yakin lelaki itu bukanlah orang sembarangan. Jana berpikir, jika Joshua adalah orang kaya di negara asalnya sana.
"Apa … apa kamu sudah mempunyai istri, Joshua?" tanya Jana gugup, tangannya mencengkram pinggiran meja dengan kuat. Sungguh, gadis itu sepertinya bersikeras memikat Joshua bahkan di pertemuan pertama mereka.
Joshua mengerutkan dahi, menatap Jana lekat lalu tertawa keras. "Aku masih lajang, bahkan aku juga tak mempunyai kekasih," jawabnya mengembuskan napas panjang-panjang.
Senyum Jana merekah. "Apa yang kamu cari tadi?" tanyanya mengalihkan sedikit pembicaraan.
"Oh, ya, astaga, aku sampai lupa. Berikan aku rokok saja kalau begitu," kata Joshua.
Jana dengan sigap mengambil rokok yang diinginkan Joshua, dan menyerahkannya pada lelaki itu langsung. "Sudah, tak usah bayar. Anggap saja ini sebagai perkenalan kita," tutur Jana malu-malu, sambil menyelipkan sebagian rambutnya di belakang telinga.
Joshua terkesiap, menerima rokok itu ragu-ragu. "Benarkah?" tanyanya memastikan.
Melihat Jana mengangguk, senyum Joshua tampak merekah. Dia mencondongkan tubuh ke depan mendekati Jana. "Apa aku bisa meminta air juga?" tanyanya berbisik, dengan nada suara menggoda.
"Tentu saja, ambil semua yang kamu mau. Anggap saja ini hadiah perkenalan kita," ungkap Jana tersenyum lebar. Demi memikat hati Joshua, dia rela membayar apapun yang akan lelaki itu ambil.
Dengan cepat, Joshua mengambil beberapa barang. Minuman, ice cream, dan juga beberapa camilan. Dalam hatinya, dia merasa senang dan dia tak ingin melepaskan Jana begitu saja.
"Oh, Jana, apa kamu juga mempunyai kekasih?" tanya Joshua. Siapa sangka, lelaki itu juga ingin mendekati Jana demi sebuah tujuan tertentu.
"Tidak," jawab Jana tersenyum malu-malu.
"Will you be my girlfriend?" tanya Joshua menatap Jana lekat dengan tatapan menggoda.
Jana terkesiap, sampai-sampai mulutnya terbuka setengah. Sedetik kemudian, dia mengangguk cepat. "Girlfriend yes, aku yes. Apa kamu juga mau menikahiku?"
Joshua tercengang, maksud hati hanya ingin membuat Jana menjadi kekasihnya. Tapi kenapa wanita itu malah bilang menikah? Apa Jana tidak tahu arti dari ucapannya? Pikir Joshua bertanya-tanya.
Lelaki itu baru saja ingin menjelaskan, ketika Jana tiba-tiba memutari meja kasir dan mendekatinya. Bahkan tanpa rasa sungkan, Jana memegang tangannya dengan erat.
"Ayo, aku mau ngenalin kamu sama ibu dan bapakku."
Dan Joshua tak bisa berkutik, saat Jana tiba-tiba menariknya pergi dari minimarket waralaba tersebut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
martina melati
dsogok pake rokok, air, es krim y.../Facepalm/
2024-07-02
0
Emi Wash
ya ampun bocah...baru ketemu lngs mau dikenalin ke ortu.....😮
2023-12-30
0
ₕₒₜ cₕₒcₒₗₐₜₑ
astaga jana......🙈🙈gara2 tuntutan menikah,ketemu yg bening dikit langsung oleng otakmu🤣🤣
2023-11-24
0