Senjata api yang sudah ia arahkan dengan sangat baik, dan hanya membutuhkan waktu untuk segera menembak sampai ke ulu hati. Tetapi Erick menghentikan langkahnya saat ancaman besar berada di depan matanya.
Perlahan Erick menurunkan Herlin, lalu menyerah dengan mengangkat kedua tangannya. "Tenang, Pak. Kita bicara baik-baik tanpa senjata itu, ayolah."
"Pak pak pala lu yang pak! Cepat biarkan wanita itu pergi ke arahku atau kau akan benar-benar pergi ke neraka," kesal Aland.
Meskipun Erick merasa takut, namun ia masih meragukan tentang keaslian senjata tersebut. Ia berusaha pelan-pelan untuk kembali menyentuh Herlin, tetapi tiba-tiba tembakan peluru begitu cepat Aland lakukan di betis kirinya.
Erick berteriak keras sampai teman-temannya yang lain mulai panik. Mereka semua ingin lari, namun berusaha menyelamatkan ketuanya yang sudah berjalan tertatih.
Sebelum pergi, Erick menatap ke arah Herlin dengan tatapan tajam, namun dendam di dalam hatinya tidak dapat ia padamkan. "Herlin, suatu saat kau harus membayar rasa sakit di kakiku sekarang."
Mendapatkan pertolongan dari seseorang, membuat Herlin segera berlari mendekat dan memberikan pelukan yang erat. Ia tidak berpikir bahwa pakaiannya terlalu terbuka, dan bisa mendatangkan selera bagi Aland yang sudah lama ditinggalkan oleh wanita tersayang, selama lebih lima tahun terakhir.
Gesekan perut Herlin yang mampu membuat adik kecil Aland bangkit dengan perlahan. Ia sengaja menjauh daripada melampiaskan hasratnya kepada wanita asing.
"Dasar kampret! Kenapa tiba-tiba bangun? Ah menyebalkan," gerutu Aland yang merasa ada sesuatu yang tegak, tetapi bukan keadilan.
Namun sayangnya, Herlin tidak peka dengan maksud atas sikap Aland yang dingin. Terlebih saat ia tiba-tiba masuk ke dalam mobil Aland tanpa ada yang memintanya.
"Tuan, kenapa hanya diam? Aku ingin berterima kasih padamu karena kau sudah menyelamatkan hidupku. Katakan satu hal, atau sebutkan siapa namamu? Agar kelak aku bisa membalas jasamu ini." Herlin memaksa sampai membawa menarik bahu Aland begitu saja.
"Hei, kau mau apa?" tanya Aland sampai kedua matanya melotot. Ia terlalu takut jika wanita itu menyadari akan sesuatu yang sedang menonjol di bawah sana.
"Apa kau tuli atau memang sengaja bodoh, Tuan? Katakan siapa namamu?" tanya Herlin yang terus memaksa. "Ya ampun! Aku seperti sedang berbicara dengan patung."
Herlin segera membuka beberapa tempat penyimpanan mobil Aland dengan sengaja, ia berharap bisa menemukan identitas dari pria itu. Namun tidak ada ia temukan, tetapi Herlin menyadari jika ada sebuah dompet di bawah Aland.
"Tuan, bisakah kau bangun sebentar?"
"Memangnya ada apa? Kenapa kau sibuk sendiri dari tadi? Ini mobilku, sama turun." Aland semakin merasa bingung.
"Diam lah dulu, Tuan. Aku ingin mencari sesuatu."
Akhirnya Herlin dapat, namun pandangannya tidak sengaja tertuju ke arah celana Aland.
"Astaga, besar sekali ...," batin Herlin, namun dengan cepat ia mengusap matanya.
Tindakan Herlin membuat Aland dengan perlahan tersadar, ia pun segera menutupi bawahannya dengan kedua tangan. "Hei, apa-apaan kau ini? Sana cepat turun dari mobilku."
"Tunggu sebentar, Tuan. Aku akan turun setelah mengetahui namamu."
"Ayolah tidak ada waktu lagi, dan namaku Aland Dayton. Apa kau sudah puas? Sudah sana turun!" paksa Aland yang semakin terasa desak di bawah sana.
"Iya-iya!" Tidak ada pilihan lain selain Herlin hanya menurutinya saja.
Tubuhnya yang basah kuyup, dan hujan yang belum kunjung berhenti. Membuat Herlin kembali kesulitan untuk bisa menemukan tumpangan. Ia berjalan kaki dalam kedinginan, dan berharap tidak ada lagi berandalan bermotor itu untuk menggangunya.
Herlin merasa kedinginan, ia tidak tahu harus berteduh di mana. Lantaran tidak ada pepohonan yang besar di tengah kota. Berbeda dengan Aland yang sudah merasa lebih lega setelah mengeluarkan hasratnya meskipun dengan tangannya sendiri.
Aland belum benar-benar pergi, ia masih melihat Herlin dari jarak jauh. Merasa kasihan dan tidak ingin wanita itu sampai terluka lagi.
"Masuklah!" ajak Aland dengan sedikit berteriak setelah menghentikan mobilnya di samping Herlin. Tanpa pikir panjang, Herlin berlari cepat.
"Aland, kenapa kau kembali mengajakku masuk? Bukannya tadi kau ingin aku keluar?" tanya Herlin dalam kebingungan sembari terus memeluk tubuhnya sendiri yang merasa sangat kedinginan.
"Lalu apa maumu? Kau ingin pulang dengan jalan kaki di tengah hujan lebat begini? Jika ya, turun saja. Tidak ada masalah juga denganku," ketus Aland.
"Cih sombong sekali. Hei, Aland. Aku hanya bertanya, tapi ngomong-ngomong aku sangat kedinginan. Bisakah aku meminjamkan kemejamu itu?"
Alanda menatap dirinya, hanya ada satu kemeja yang ia kenakan, namun ia tidak membawa pakaian yang lain. Rasanya tidak ingin memberikan kepada wanita asing, namun melihat Herlin yang sudah begitu dingin. Membuatnya merasa tidak tega.
"Ya sudah pakai saja ini."
"Terima kasih banyak, Aland. Aku akan berganti pakaian di belakang." Herlin segera melangkahi kursi.
Cermin yang berfokus ke belakang, membuat Aland tidak ingin melihat Herlin berganti pakaian, namun sialnya posisi cermin itu sudah ia ganti, tetapi justru wanita itu yang bergerak ke arah lain.
Sampai membuat Aland berusaha menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Ia berusaha menutup mata agar godaan itu mempengaruhi dirinya.
Berbeda dengan Herlin yang justru terjatuh dalam keterkejutan. "Hei, Aland. Apa yang kau lakukan? Kau ingin membunuhku, ya?"
"Diam kau. Cepat ganti bajumu sekarang."
Setelah selesai, Herlin kembali duduk dengan tenang. Ia melihat dada bidang Aland dengan sangat bebas. Terlebih pria itu hanya menggunakan pakaian bawah. Namun tanpa ia duga, dirinya justru yang semakin menarik godaan mata.
Herlin hanya memakai kemeja milik Aland yang berukuran lebih besar darinya tanpa dalaman, karena semuanya sudah basah kuyup. Membuat tubuhnya terekspos lebih bebas, dan lagi-lagi Aland tidak kuasa menahan dirinya.
Ia sampai kembali menghentikan mobilnya di jalanan yang sepi. Mengusap wajahnya dengan cepat sembari batinnya berkata. "Ya ampun. Cobaan berat apa ini? Kenapa wanita bodoh ini seperti tidak merasakan apa-apa?"
Sikap Aland semakin membuat Herlin membingungkan. Ia mendekat, tetapi tidak mengira kalau Aland juga akan memalingkan wajah kearahnya.
Tatapan mereka begitu dekat sampai deru nafas terasa lebih lega. Setelah sekian lama menjadi duda, Aland tidak pernah lagi menatap wajah wanita sedekat ini. Hidungnya sampai bersentuhan.
Alam seperti ingin mereka bersama saat hujan semakin turun deras tanpa hentikan. Perlahan-lahan wajah mendiang mantan kekasihnya terlihat saat Aland terus menatap tanpa sedikitpun berpaling.
Wajah Arabella tiba-tiba muncul dan tersenyum, ia mendekatkan diri untuk langsung memberikan ciumannya. Seketika wajah Herlin kembali ia lihat, namun kecupan itu tidak ingin ia hentikan.
Begitupun dengan Herlin yang mulai terhanyut dengan suasana malam dalam kedinginan, ia mulai memejamkan matanya sembari mengalungkan kedua tangan di leher Aland.
"Apakah ini malam terindah untukku setelah lima tahun kau meninggalkan diriku, Arabella?" batin Aland saat ia mulai merasakan sentuhan Herlin yang erat memeluk tubuhnya.
Tiba-tiba saja suara petir membuat keduanya terkejut. Mata Herlin dan Aland melotot sempurna, namun sesaat mereka tertawa bersama.
"Kau takut, Aland?" tanya Herlin seraya menggenggam tangan pria itu.
Menggelengkan kepala secara perlahan. "Tidak, tapi siapa namamu? Aku bahkan belum tahu."
"Namaku, Herlin Jacqueline, kau bisa memanggilku Herlin. Lalu, apa yang harus kita lakukan?"
"Apa maksudmu? Kau sedang menguji nyaliku, begitu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments