Paksaan Aland Dayton

Herlin menggelengkan kepala, lalu berkata. "Tidak-tidak, dan jangan salah paham denganku. Lagi pula aku tidak sedang menguji nyali mu, Aland. Ciuman mu sudah membuktikan bahwa kau sangat ahli dalam hal ini, bukan?"

"Benarkah? Jadi, aku sepintar itu menurutmu? Apa kau mau merasakannya lagi?" tanya Aland yang mulai terjebak dengan pesona Herlin.

"Oh ... Ya ampun, jadi kau juga mulai tertarik denganku, benarkah? Tapi, tidak lagi. Ini sudah cukup, Aland. Kita bahkan baru pertama kalinya bertemu, dan sekarang aku terjebak di dalam mobilmu. Sungguh hari yang malang." Herlin menolak karena ia sendiri tidak ingin terlanjur lebih dalam lagi. Terlebih ia juga mengingat kalau malam ini sudah bersama dengan pria lain.

"Wow! Ternyata wanita seperti dirimu juga bisa bertahan, ya? Aku pikir kau hanya ingin mendengarkan kata hatimu saja. Ngomong-ngomong di mana rumahmu? Aku bisa mengantarnya jika perlu. Tentu saja aku pun tertarik menjadi temanmu," tanya Aland yang mulai merasa nyaman ketika berbicara dengan Herlin.

"Apanya yang bertahan? Aku hanyalah seorang gadis sederhana dan bekerja sebagai DJ di sebuah bar. Rumahku? Tidak ada karena aku tinggal bersama dengan kakak sepupuku. Oh ya, apa kau sudah menikah, Aland? Kelihatannya kau cukup dewasa."

"Oh ... jadi, kau bekerja sebagai DJ, ya? Pantas saja kau cukup menarik dan berandalan menjijikan tadi ingin memiliki dirimu. Baiklah, aku akui kau cukup terpesona untuk dijadikan teman kencan, dan memang benar aku cukup dewasa karena aku sudah dua kali menikah," jelas Aland.

"Dua kali menikah? Sungguh? Itu artinya ... kau cukup menarik bagi kedua istrimu, pasti ranjangmu menyenangkan. Jadi, kau sangat ahli, dan aku takjub dengan dirimu. Apa kedua istrimu itu tidak saling bertengkar ketika harus memperebutkan dirimu, Aland?" Herlin bertanya dengan cepat tanpa memikirkan bahwa pertanyaannya salah.

Mendengar pertanyaan tersebut, membuat senyum Aland tiba-tiba saja menghilang, dan bayangan di masa lalunya yang buruk kembali ia ingat.

"Um, sejujurnya bukan begitu. Aku hanyalah seorang duda, dan kau bisa tebak jika kedua istriku telah tiada. Namun, aku memiliki seorang putra dari mendingan mantan kekasihku yang kedua. Sudahlah tolong jangan bahas itu karena aku sedikit risih mendengarnya, tapi tidak apa-apa. Kau wajar bertanya karena penasaran. Jadi bagaimana, Herlin? Mau aku antar pulang?"

Begitupun dengan Herlin yang merasa sedikit bersalah, ia memilih untuk terdiam dan hanya menjawab dengan anggukan kecil.

"Baiklah, aku akan mengantarmu pulang karena ini sudah terlalu larut," lirih Aland.

"Lalu bagaimana dengan kemejamu ini?"

"Kau bisa membawa pulang dulu karena tidak akan mungkin kau pulang dengan pakaian basah. Santai saja, aku tidak akan memaksa kau mengembalikannya. Jadi, tidak apa. Kapan aku sempat, akan aku ambilkan," sahut Aland dengan santainya.

"Oh tidak-tidak. Kau tidak boleh mengambilnya, dan biarkan aku sendiri yang mengantarkan pakaian ini nantinya. Aku akan mencucinya terlebih dahulu."

"Ya, tidak masalah. Itu terserah dirimu saja."

"Baiklah, Aland."

Aland segera menuju ke tempat yang Herlin tunjukkan. Wanita itu memberikan petunjuk alamatnya, namun entah mengapa Aland seperti merasa pernah pergi ke tempat itu sebelumnya.

Terlihat begitu jelas, dan masih tidak ada yang berbeda. Sebuah rumah yang Herlin tunjukkan, juga sangat Aland kenal. Rumah yang dulunya pernah Arabella tempati bersama dengan Benny, namun kenangan itu membuat Aland benci untuk terus mengingatnya.

Melihat Aland yang masih belum membuka kunci pintu dari supir pengemudi, terlebih pria itu termenung sembari memandang ke arah rumah yang Herlin tempati.

Dengan tiba-tiba Herlin mengayunkan tangannya di depan wajah Aland sembari bertanya. "Kau baik-baik saja? Apa kau berpikir sesuatu? Hei, Aland! Dengarkan aku. Buka pintunya karena aku ingin turun."

Tersadar dengan ucapan Herlin, namun ia dengan cepat menahan tangan wanita itu. Membuat Herlin semakin merasa bingun dengan sikap Aland yang tiba-tiba terlihat aneh.

"Ada apa? Sejak setelah aku bertanya tentang kehidupan pribadimu, kau langsung membuatku terlihat membingungkan. Jika kau tersinggung, aku sungguh minta maaf. Tapi, bisakah lepaskan tanganku, Aland? Aku ingin turun," pinta Herlin yang sedikit merasa risih.

"Katakan padaku yang sejujurnya, Herlin. Apa hubunganmu dengan pemilik rumah ini? Kau sebenarnya siapa?" Tanpa ingin melepaskan tangan Herlin, sebelum Aland mendapatkan jawabannya.

"Aku tahu betul bahwa rumah ini milik Benny, tapi aku tidak tahu kalau Herlin akan membawaku ke sini. Rumah yang dulunya Benny berikan atas nama Arabella, dan di sini wanita yang paling aku sayangi tiada karena Benny. Aku bahkan tidak bisa melupakan hal itu, dan sudah menjadi mimpi buruk bagiku," batinnya Aland.

"Kenapa kau diam saja, Herlin? Cepat jawab pertanyaanku ini!" Aland terus memaksa dengan nada yang tinggi. Hingga membuat Herlin sedikit terkejut. Terlebih saat itu bersamaan dengan suara halilintar yang ikut membuatnya takut.

Menarik tangannya dengan cepat dari cengkraman Aland, Herlin berkata. "Hentikan, Aland. Apa maksudmu sampai harus membentak ku seperti itu? Kau tidak tahu siapa dirimu, dan apa yang sedang kau pikirkan? Kita bahkan baru bertemu beberapa saat, lalu kau langsung membentak ku seperti ini? Memangnya siapa aku? Tentu saja namaku Herlin seperti yang sudah kau dengar," jelas Herlin dengan tegas. Terlebih ia paling tidak suka ada orang lain yang membentaknya tanpa sebab.

"Aku tahu namamu Herlin, namun kau ini sebenarnya ada hubungan apa dengan pemilik rumah itu? Jujur saja kalau rumah itu menyimpan kenangan buruk untukku. Jadi, aku mohon beritahukan yang sebenarnya. Apa kau mengenal atau menjadi keluarga dari Benny?"

"Benny? Siapa dia? Apa bahkan tidak tahu namanya. Kau ini sangat lucu, Aland. Sudahlah, Aland. Biarkan aku turun, dan buka pintunya terlebih dahulu." Herlin memaksa dengan menatap pria itu dengan tatapan yang tajam.

"Tentu, tapi aku akan turun bersama denganmu. Biarkan aku masuk ke dalam rumahmu ini," desak Aland tanpa ingin dibantah.

"Apa kau tidak waras? Kau pikir dirimu siapa yang langsung meminta masuk ke dalam rumahku tiba-tiba? Apalagi ini sudah larut malam. Sebenarnya apa tujuanmu? Dan kalau kau berani macam-macam denganku, maka dirimu tidak jauh berbeda dengan para berandalan bermotor tadi, Aland."

"Cukup, Herlin. Aku tidak ingin ada drama, dan aku hanya ingin ikut denganmu masuk ke dalam sana. Apapun itu, tapi aku tidak akan membiarkan dirimu pergi ke sana sendiri, dan tolong jangan halangi jalanku juga."

Sikap Aland yang ingin akan sesuatu masih belum berubah, ia sampai memaksa. Meskipun Herlin semakin berpikir buruk tentangnya.

"Astaga, ada masalah apa dengan diriku malam ini sampai harus bertemu pria gila sejak tadi? Bahkan malam ini pun, keperawanan ku telah hilang karena pria aneh tanpa aku kenali siapa namanya itu. Menyebalkan sekali," gerutu Herlin sampai membuatnya mengerakkan gigi. Ingin rasanya ia berlari dari dalam mobil Aland, namun tidak bisa.

"Hei, kenapa diam saja, Herlin? Ayo kita turun berdua dan biarkan aku masuk ke dalam rumahmu sekarang."

"Aland, kau sudah tidak waras karena memaksa masuk ke dalam rumah seorang gadis."

"Kau sendiri bukanlah gadis, Herlin. Wanita sepertimu pasti tidak menjaga dirimu dengan baik. Sudahlah, jangan banyak bicara, dan turuti permintaan dariku," paksa Aland.

"Oh ya? Jadi, kau menghinaku sekarang?" Herlin sungguh tidak percaya, terlebih awalnya Aland paling enak diajak bicara.

"Tentu, jika aku mau. Aku bisa berbuat lebih dari sekedar hinaan ini. Sekarang pergilah, dan aku akan ikut denganmu!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!