Berdansa

Melisa berdecak kagum. Kapan kakak iparnya itu menyiapkan semua ini? Atap rumahnya benar-benar telah di sulap menjadi tempat yang sangat indah. Lampu kerlap kelip berada di setiap pojok atap yang berukuran tidak terlalu luas itu. Satu meja bundar berada di tengah-tengahnya lengkap dengan satu lilin merah yang menyala.

Kelopak bunga nampak terhampar di lantai. Belum lagi, bulan sabit yang bertengger di langit gelap yang juga bertabur bintang. Malam ini benar-benar indah, dan ini adalah pertama kalinya Melisa diperlakukan sangat istimewa oleh seorang laki-laki. Suaminya sendiri tidak pernah melakukan hal romantis seperti ini selama 3 tahun lebih pernikahan mereka.

"Good night, Mel. Kamu cantik sekali," ucap Mahesa, dia segera menyambut kedatangan wanita bernama Melisa, yang tidak lain dan tidak bukan adalah adik iparnya sendiri.

Laki-laki itu nampak berjalan menghampiri lalu mengulurkan tangannya. Bak sebuah magnet, Melisa seketika menerima ukuran tangan Mahesa dengan perasaan bahagia. Senyuman lebar pun mengembang dari kedua sisi bibirnya kini.

"Kapan kaka menyiapkan semua ini? Ini indah sekali, kak!" tanya Melisa menatap sekeliling, menggegam erat jemari tangan Mahesa sang kaka.

"Kapan ya? Hmm ... Pokoknya, selama kamu tidur saya menyiapkan semua ini, spesial untuk wanita spesial seperti kamu."

Wajah Melisa seketika memerah. Pujian demi pujian yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya membuat jiwa Melisa terasa melayang. Ya ... Dia memang haus akan kasih sayang. Dia juga haus hanya sekedar di puji dan sanjung oleh seorang laki-laki. Darius sang suami tidak pernah melakukan semua itu. Dia hanya sibuk dengan urusannya sendiri, tanpa dia sadari bahwa istirnya begitu kesepian selama ini.

"Mau berdansa dengan saya?" tanya Mahesa seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Melisa.

"Dansa? eu ... Bukannya aku gak mau, tapi aku gak bisa dan gak pernah yang namanya berdansa," jawab Melisa menatap lekat wajah Mahesa yang memiliki ketampanan yang luar biasa menurutnya.

"Hmm ... Benarkah? Saya akan mengajarkan kamu caranya berdansa."

Mahesa melepaskan genggaman tangannya. Dia tiba-tiba saja berjongkok dan hendak melepaskan high hells yang dikenakannya oleh wanita itu. Tentu saja Melisa seketika memundurkan langkah kakinya.

"Kaka mau apa?" tanya Melisa menatap tubuh sang kaka yang saat ini berjongkok tepat di hadapannya.

"Lepaskan dulu high heels kamu, Mel."

"Buat apa?"

"Pokoknya lepaskan saja dulu."

Tanpa sungkan, laki-laki itu membantu Melisa menanggalkan high hells yang dikenakannya. Melisa benar-benar bertelanjang kaki sekarang. Dia masih menerka-nerka apa yang akan dilakukan oleh kakak iparnya yang saat ini sedang memutar lagu romantis dari ponselnya sendiri.

Mahesa kembali mengulurkan tangannya. Senyuman lebar pun dia layangkan. Tanpa sungkan, Melisa pun menerima uluran tangan laki-laki itu dengan hati yamg berdebar.

"Naik ke atas kaki saya, Mel."

"Hah? Na-naik?"

"Iya, injak kedua kaki saya."

"Tapi, kak--"

Belum selesai Melisa meneruskan ucapannya, pinggangnya tiba-tiba saja di tarik hingga posisi tubuh mereka berada tanpa jarak sedikit pun. Melisa hanya bisa membulatkan bola matanya. Dia menatap wajah Mahesa dengan tatapan mata sayu penuh tanda tanya.

"Lakukan apa yang saya katakan tadi. Saya akan mengajarkan kamu caranya berdansa."

Melisa mengikuti keinginan laki-laki itu, kedua kakinya perlahan benar-benar menginjak kaki Mahesa. Dia pun melingkarkan kedua tangan lehernya mesra, sementara laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang ramping seorang Melisa.

Tubuh mereka benar-benar menempel sempurna. Melisa bahkan bisa dengan jelas melihat wajah tampan sang Kakak. Keduanya saling menatap satu sama lain kini. Senyuman bahagia pun mengembang dari kedua sisi bibir mereka, keduanya terlihat sangat bahagia.

Perlahan, tubuh Mahesa mulai bergerak mengikuti alunan musik yang terdengar dari ponsel canggih miliknya. Melisa sontak mengikuti gerakan laki-laki itu dengan kedua tangan yang mengikat kuat di leher Mahesa mesra.

"Gimana, mudah bukan? Kamu cukup mengikuti gerakan saya," tanya Mahesa.

"Iya, kak. Gak sesulit yang dibayangkan ternyata."

"Apa ini pertama kalinya kamu melakukan hal seperti ini?"

Melisa menganggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar. Dia menatap lekat wajah laki-laki itu dengan tatapan mata berbinar. Tubuh Mahesa pun semakin bergerak ke sana kemari-kemari layaknya orang yang sedang berdansa.

"Kenapa kaka melakukan ini?" tanya Melisa secara tiba-tiba, tanpa sadar dia pun menyandarkan kepalanya di bahu Mahesa sang kaka ipar.

"Karena saya suka sama kamu," jawab Mahesa berkata jujur.

"Apa?" Melisa sontak mengangkat kepalanya merasa terkejut selagi tubuhnya masih dalam keadaan berdansa.

"Apa kamu tahu, seharusnya kamu menikah dengan saya, bukan adik saya. Seharusnya saya yang di jodohkan sama kamu, bukan Darius."

"Berhenti, Kak."

Mahesa sontak menghentikan gerakan kakinya.

"Apa maksud kaka?" tanya Melisa menuntut kejelasan.

"Saya tahu kamu pasti merasa terkejut, tapi seperti itulah kenyataan yang sebenarnya. Maaf karena saya menolak perjodohan kita saat itu."

Melisa sontak memundurkan langkah kakinya dengan perasaan tidak percaya.

"Maafkan saya, Mel. Seharusnya--"

"Kenapa kaka menolak di jodohkan dengan aku?"

"Karena saya sakit waktu itu, saya pikir akan sangat tidak adil jika kamu harus menikahi laki-laki sakit. Saya menetap di luar negri selama 3 tahun untuk menjalani pengobatan, dan sekarang saya sudah sembuh. Saya pikir kamu menjalani rumah tangga yang bahagia dengan adik saya, tapi nyatanya saya salah. Pertemuan pertama kita setelah 3 tahun tidak bertemu adalah di ruko semalam."

"Kamu dalam keadaan kedinginan, sedangkan suami kamu tengah ngopi tempat yang hangat. Darius sama sekali tidak memperlakukan kamu dengan baik. Dia bahkan meninggalkan kamu dalam keadaan sakit dan terluka. Saya tidak rela ... Saya tidak ikhlas melihat kamu menderita seperti ini," jelas Mahesa panjang lebar.

Tanpa terasa, buliran bening berjatuhan begitu saja dari kedua mata Melisa kini. Rasa sesak terasa menghimpit dadanya, rasanya sakit sekali setelah mendengar penjelasan yang sangat tidak masuk akal, tapi seperti itulah kenyatannya. Andai saja laki-laki ini menerima perjodohan waktu itu, mungkin dia tidak perlu menjalani rumah tangga yang sangat tidak bahagia bersama suaminya.

Andai saja laki-laki ini menikah dengannya waktu itu, mungkin dia akan menjadi wanita yang paling bahagia dia dunia ini. Akan tetapi, nasi sudah jadi bubur. Menyesal pun tidak ada gunanya.

"Sekali lagi maafkan saya, Melisa. Seharusnya saya tidak lari waktu itu. Saya pikir akan lebih baik jika kamu menikah dengan laki-laki sehat seperti adik saya, tapi saya tidak menyangka kalau adik saya akan memperlakukan kamu seburuk ini. Maafkan saya," lirih Mahesa, dia meletakan telapak tangannya di kedua sisi pipi Melisa, wanita yang seharusnya menjadi istrinya.

Telapak tangan laki-laki itu mengusap lembut wajah cantik seorang Melisa. Membersihkan buliran air mata yang saat ini membasahi hampir seluruh wajah cantiknya. Melisa hanya bisa menatap sayu wajah sang kaka. Dia bahkan diam dan menerima begitu saja saat kakak iparnya itu mendaratkan bibirnya di bibir merah dirinya.

Cup!

Ciuman panas pun seketika tercipta. Keduanya benar-benar hilang akal dan kesadaran. Baik Melisa maupun Mahesa kini larut dalam ciuman yang memabukkan.

BERSAMBUNG

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!