Mahesa seketika panik, dia masuk ke dalam kamar begitu saja saat melihat Melisa tersungkur dia atas lantai dengan gelas yang pecah berhamburan tak jauh dari tubuhnya. Jari wanita itu bahkan tergores, dan beberapa serpihan kaca menancap sempurna di salah satu jarinya kini.
"Ya Tuhan, kamu kenapa? Dimana suami kamu?" tanya Mahesa segera menggendong dan membaringkan tubuh Melisa di atas ranjang.
"Kak Mahesa? Sedang apa kamu di sini?" tanya Melisa, dengan nada suara lemah wajahnya nampak pucat pasi.
"Gak penting sedang apa saya di sini. Kamu yang kenapa? Apa kamu sakit? Eu ... Tunggu, biar saya bereskan dulu serpihan belingnya," jawab Mahesa, tanpa rasa canggung segera menyingkirkan pecahan gelas di atas lantai hingga tidak bersisa sedikitpun.
"Gak udah di bersihkan, kak? Biar nanti aku saja yang melakukannya."
"Bagaimana kamu membersihkan semua ini, tubuh kamu saja lemah kayak gini."
Melisa hanya tersenyum getir. Lagi-lagi kakak iparnya itu menunjukkan perhatiannya. Perhatian yang membuat hati seorang Melisa meleleh. Perhatian yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya sendiri. Setelah selesai membersihkan serpihan beling tersebut, Mahesa duduk di tepi ranjang. Tanpa rasa sungkan dia segera memeriksa keadaan adik iparnya yang terlihat begitu mengenaskan.
"Kamu pasti masuk angin karena semalam. Dimana suami kamu? Kenapa dia meninggalkan istrinya yang lagi sakit sendirian di rumah seperti ini?" tanya Mahesa, meletakan punggung tangannya di kening Melisa.
"Mas Darius keluar kota," jawabnya lemah.
"Apa? Benar-benar keterlaluan! Astaga, kenapa saya bisa punya adik brengsek seperti dia."
Lagi-lagi Melisa hanya tersenyum getir.
"Tangan kamu, Mel. Tangan kamu berdarah! Ya Tuhan, tunggu sebentar saya akan mengobati luka kamu," decak Mahesa, dia pun keluar dari dalam kamar untuk mengambil kotak obat dan kembali beberapa saat kemudian.
"Aku gak apa-apa, Kak. Nanti juga sembuh sendiri."
"Sembuh sendiri bagaimana? Luka kalau gak diobati ya infeksi, mana bisa sembuh sendiri."
Mahesa meraih pergelangan tangan Melisa lembut, dia menatap dengan seksama luka di sela-sela jari sang adik. Beberapa pecahan beling nampak tertancap di permukaan kulitnya itu.
"Hmm ... Ada pecahan beling di jari kamu, Mel. Bukan hanya satu, tapi ada 3 buah. Saya akan mengeluarkannya, akan terasa perih. Tahan sedikit ya."
Melisa hanya menganggukkan kepalanya samar.
Perlahan, Mahesa mulai mencabut serpihan beling tersebut menggunakan gunting kuku. Pelan dan sangat hati-hati, meskipun begitu Melisa tetap saja meringis kesakitan saat benda tajam itu di tarik paksa dari permukaan kulit jarinya.
"Argh!" ringis Melisa, mengernyitkan kening.
"Maaf, saya akan lebih hati-hati," lirih Mahesa, meniup jari tersebut lembut penuh kasih sayang.
'Kenapa kamu melakukan hal seperti ini, kak? Kenapa bukan Darius? Kenapa harus kamu yang perhatian seperti ini,' (batin Melisa).
Wanita itu menatap wajah tampan seorang Mahesa, laki-laki berusia 38 tahun yang merupakan kaka dari suaminya sendiri. Hembusan angin yang berasal dari bibir sang kaka terasa hangat membasuh luka tersebut, membuat rasa perih itu perlahan mulai menghilang. Tanpa sadar, wanita bernama lengkap Melisa Vendern itu terus saja menatap wajah sang kakak ipar sampai laki-laki itu selesai mengobati luka di jarinya. Terakhir plester pun digunakan untuk membalut luka tersebut.
"Nah sudah selesai," ujar Mahesa, menoleh dan menatap wajah Melisa membuat wanita itu seketika merasa gugup, lalu memalingkan wajahnya.
"Terima kasih, kak," lirihnya kemudian.
"Sama-sama, Mel. Eu ... Apa kamu sudah minum obat?"
Melisa menggelengkan kepalanya.
"Kamu demam, kamu harus minum obat penurun demam."
"Kenapa kaka baik sama aku?"
"Apa maksud kamu? Kamu adalah adik ipar saya, sudah sewajarnya saya baik sama kamu."
"Kenapa Mas Darius tidak sebaik kaka?"
"Mungkin karena dia bodoh. Dia memang sudah bodoh sejak kecil. Jika saya yang menjadi dia, saya tidak akan meniggalkan istri saya dalam keadaan sakit seperti ini, apa lagi istri yang baik seperti kamu, Mel. Eu ... Izinkan saya merawat kamu sampai kamu sembuh, katamu Darius keluar kota selama 3 hari. Saya akan berada di sini sampai kamu sembuh, tentu saja jika kamu mengizinkan."
Melisa diam seraya menatap wajah Mahesa dengan tatapan mata sayu. Sekujur tubuhnya memang terasa lemas, demam di tubuhnya pun semakin menjadi-jadi membuatnya tak mampu melakukan apapun. Ya ... Dia butuh seseorang, seseorang yang akan merawatnya sampai dia sembuh.
"Bagaimana? Saya janji gak akan berbuat yang macam-macam, saya hanya akan merawat kamu sampai kamu sembuh."
Melisa mengangguk-angguk kepalanya juga akhirnya. Dia hanya ingin sekali saja merasakan diperhatikan dan diperlakukan spesial, terutama dia hanya ingin di rawat saat dia sedang dalam keadaaan sakit seperti ini. Selama ini dia selalu melewati semuanya sendiri, karena Darius sang suami selalu saja sibuk dengan urusanya sendiri.
"Terima kasih, saya akan segera pulang setelah kamu sudah merasa baikan."
"Kenapa jadi kaka yang berterima kasih? Seharusnya aku yang berterima masih karena kaka mau merawat aku."
'Itu karena saya senang bisa berada dekat sama kamu, Mel,' (batin Mahesa).
BERSAMBUNG
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
lakesya aldebaran
ternyata mahesa...hmmm ada udang dibalik bakwan...
2023-04-11
3