Mahesa benar-benar menjaga Melisa. Bukan hanya itu saja, dia bahkan mengompres kening wanita itu tiada henti, tapi demam di tubuh Melisa sama sekali tidak turun bahkan setelah wanita itu meminum obat penurun demam. Tentu saja hal itu membuat Mahesa semakin di selimut rasa khawatir. Apa dia bahwa saja Melisa ke Rumah Sakit?
"Argh! Sakit, Mas. Ampun!" Melisa tiba-tiba saja mengigau di dalam tidurnya.
"Mel? Kamu mimpi buruk? Bangun Melisa!" Mahesa menggoyangkan tubuh Melisa yang saat ini tidur menyamping.
Perlahan, Mahesa hendak membalikan tubuh Melisa agar wanita itu bisa berbaring terlentang. Namun, tiba-tiba saja wanita itu semakin meringis kesakitan saat tubuhnya mulai terlentang, dia bahkan kembali berbalik seolah benar-benar merasa kesakitan.
"Argh! Sakit ..." gumam Melisa dengan kedua mata yang masih terpejam sempurna.
"Apa punggung kamu sakit?" tanya Mahesa mulai merasa curiga.
"Sakiiiit!"
"Apanya yang sakit?"
"Sakit Mas, cukuuuup!"
"Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan. Apa saya periksa saja punggung Melisa?" gumam Mahesa menatap punggung sang adik ipar.
Sementara itu, Melisa masih saja meringis kesakitan. Buliran air mata bahkan mulai turun begitu saja dari sudut pelupuk matanya. Untuk mengobati rasa penasarannya, Mahesa nekat menyibakkan selimut yang menutup separuh tubuh Melisa. Meskipun merasa ragu pada awalnya, laki-laki itu pun tetap memeriksa punggung Melisa dengan cara menaikan pakaian tidur wanita itu.
"Astaga! Apa ini? Bangun Melisa, punggung kamu sepertinya terluka!" pinta Mahesa seketika merasa panik.
Melisa perlahan mulai membuka kedua matanya. Dia pun mengusap pelupuknya pelan yang saat ini membanjir dengan buliran air mata. Melisa hendak berbalik, tapi segera di tahan oleh kakak iparnya itu.
"Jangan berbalik. Punggung kamu terluka. Maaf jika saya lancang, tapi sebenarnya punggung kamu kenapa? Sepertinya kulitnya melepuh, harus segera di obati itu," tanya Mahesa semakin merasa khawatir.
"Dari mana kakak tahu kalau punggungku terluka?" Melisa balik bertanya dengan nada lemah.
"Gak penting saya tahu dari mana. Yang jelas, penyebab demam kamu gak turun-turun karena luka di punggung kamu ini. Kalau kamu gak keberatan, izinkan saya untuk mengobati luka kamu, Mel."
Melisa diam sejenak. Dia pun seketika mengingat kejadian tadi malam saat suaminya menyiramkan air panas di punggungnya karena terbakar api cemburu. Sakit, rasanya sangat sakit. Bukan hanya punggungnya saja yang sakit, tapi hatinya merasakan rasa sakit lebih dari yang dia rasakan di punggungnya itu.
"Apa kamu bisa duduk tegak? Saya akan bantu kamu untuk duduk," pinta Mahesa seketika membuyarkan lamunan panjang seorang Melisa.
Dengan di bantu oleh Mahesa, wanita itu pun berusaha untuk duduk tegak di tengah kondisi tubuhnya yang sebenarnya terasa sangat lemas. Dia nampak memejamkan kedua matanya merasakan sakit di punggung juga rasa pusing di kepalanya. Tanpa di minta, Melisa tiba-tiba saja membuka satu-persatu kancing baju tidur yang dia kenakan. Dia benar-benar memperlihatkan luka akibat siraman air panas yang dilakukan oleh suaminya itu.
"Astaga, Mel. Punggung kamu benar-benar melepuh? Siapa yang melakukan ini? Apa suami kamu?"
"Mas Darius tak sengaja melakukannya."
"Tidak sengaja? Hahahaha! Kamu pikir saya akan percaya begitu saja dengan apa yang kamu katakan ini, hah? Kenapa kamu masih bertahan dengan laki-laki seperti di--"
"Cukup, kak. Bisa tolong obati saja lukaku, rasanya sakit sekali," sela Melisa meringis kesakitan.
"Kita harus ke Rumah Sakit, Mel."
"Tidak, aku gak mau. Ada salep luka bakar di kotak obat itu. Oleskan saja salepnya lalu balut dengan perban."
"Tapi, Mel--"
"Kalau kaka gak mau bantu juga gak apa-apa. Biarkan lukanya sembuh sendiri kalau begitu."
Mahesa mengusap wajahnya kasar. Rasanya sakit sekali melihat wanita ini dalam keadaan terluka seperti ini. Tanpa sepatah katapun lagi, Mahesa segera mengikuti apa yang dimintakan oleh Melisa. Tanpa rasa sungkan lagi, laki-laki itu membuka tali yang melingkar di punggung wanita itu.
Dengan sangat hati-hati Mahesa mulai mengoleskan salep luka bakar di punggung yang sebenarnya terlihat sangat indah jika saja tidak terdapat luka di tengah-tengahnya. Melisa sesekali nampak meringis kesakitan. Rasanya sangat perih. Kulitnya terasa terbakar. Setelah salep tersebut selesai di oleskan, luka tersebut pun di balut dengan perban.
Mahesa, kembali merapikan pakaian Melisa. Dengan sangat hati-hati, dia kembali membantu wanita itu untuk kembali berbaring. Keduanya pun nampak saling menatap satu sama lain. Senyuman kecil pun Melisa layangkan, senyuman penuh arti, senyuman yang menyiratkan banyak rasa yang sulit untuk diungkapkan.
"Pasti rasanya sakit sekali," ujar Mahesa menatap lekat wajah Melisa kini.
"Sekarang tidak lagi. Terima kasih, kak."
"Kenapa kamu masih bertahan dengan suami seperti adik saya itu? Kenapa tidak kamu tinggalkan saja dia dan mencari kebahagiaan kamu sendiri?"
"Entahlah, mungkin karena aku terlalu mencintai Mas Darius."
"Sayang sekali, wanita secantik dan selembut kamu harus memiliki suami seperti Darius."
Melisa hanya tersenyum getir.
"Mel, maukah kamu menghabiskan satu malam bersama saya?"
"Hah? Mak-sud kaka?"
"Saya akan tunjukan kepada kamu bagaimana cara memperlakukan wanita secantik dan selembut kamu, Melisa."
BERSAMBUNG
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
lakesya aldebaran
ini mah maunya si mahesa...tapi gapapa melisa daripada darius suamimu yang ga peka juga lakuin kekerasan..bisa2 nya disiram air panas padahal dia sendiri yang salah ga ada perasaan ninggalin istri sendiri kedinginan..giliran ada yang nolong ngamuk..
2023-04-11
3