05. Kembali Ke Perguruan Naga Emas

Cahaya matahari yang mulai terik dari sebelah timur bumi, awan putih menghiasi langit biru, angin berhembus sepoi-sepoi.

Tampak seekor burung elang raksasa tengah terbang cepat di udara, di atas punggung elang raksasa itu tampak empat orang yang sedang menungganginya.

Mereka tidak lain adalah, Rangga, ibunya Pandan Suri. Dan dua orang Pendekar kawakan Malaikat Kematian Dan Iblis Kematian, yaitu Shen Liang dan When Liang. Mereka sedang menuju ke Perguruan Naga Emas.

Tidak begitu lama mereka di angkasa, burung Elang raksasa itu menukik tajam ke bawah, di bawah sana tampak sebuah bangunan besar di kelilingi pagar batu, tampak bangunan itu telah banyak di tumbuhi pepohonan.

Bangunan besar itu tampak rusak, akibat pertarungan. Rangga pun memerintahkan Elang raksasa itu turun di samping bangunan besar itu. Elang raksasa itu pun melesat cepat turun di samping bangunan besar di dalam pagar batu yang sudah di tumbuhi lumut itu.

Mereka berempat lansung melompat turun dengan begitu ringannya, namun baru saja mereka mau berjalan masuk ke dalam tembok bangunan besar itu, tiba tiba beberapa batang tombak melesat ke arah mereka.

Set! Set!

Keempat Pendekar itu terpaksa melentingkan tubuhnya mereka menghindari tombak-tombak yang meluncur cepat ke arah mereka itu. Beberapa batang tombak itu langsung bertancapan di tanah.

Begitu mereka memfokuskan pandangan ke arah datangnya serangan itu. Tampak seorang yang setengah baya dengan sebuah pedang di balik punggungnya.

Berdiri di atas atap aula Perguruan Naga Emas yang tampak sudah lapuk di makan waktu karena tidak terurus dan atapnya sudah banyak yang hancur.

Pandan Suri cepat mengenali laki-laki hampir setengah baya yang berdiri di atas atap itu.

"Ranca. Kau!" teriak Pandan Suri tampak terkejut, wanita cantik hampir setengah baya itu mengenali siapa orang yang menyerang mereka.

"Tu... Tuan...!" laki-laki yang di panggil Ranca menyipitkan matanya menatap jelas kearah Pandan Suri yang memanggilnya. Ranca menyadari siapa yang ada di bawahnya segera melesat turun.

"Tuan, kalian masih hidup?" tanya Ranca tampak berbinar. Melihat istri gurunya itu masih hidup dan tidak kurang apa pun. Rangga dan kedua gurunya hanya diam melihat ke arah dua orang yang saling mengenal itu.

Ranca langsung berlutut memberi hormat pada Pandan Suri, tapi dengan cepat wanita cantik setengah baya itu langsung memegang bahu Ranca dan mengajaknya bangun.

"Bangunlah, jangan terlalu sungkan," kata Pandan Suri sambil tersenyum.

"Syukurlah, Tuan masih hidup dan baik-baik saja," ucap Ranca sambil bangkit dari berlututnya.

"Seperti yang kau lihat, saya masih hidup," jawab Pandan Suri sambil merentangkan tangannya. Ranca masih berdiri di depan Pandan Suri, wajahnya tampak berubah jadi lebih bersemangat.

"Apakah anak muda ini adalah tuan muda Rangga?" tanya Ranca menoleh ke arah Rangga Loka Jaya, ia langsung menerka siapa pemuda gagah di depannya itu.

"Ya, dia Rangga, Ranca," jawab Pandan Suri sambil tersenyum memandang ke arah Ranca.

"Salam kenal dan hormat saya, Tuan Muda," ucap Ranca kembali berlutut di depan Rangga dan Pandan Suri.

"Bangunlah, jangan terlalu sungkan," pinta Pandan Suri lagi, begitu melihat Rangga, Ranca kembali berlutut.

"Salam, Paman. Jangan panggil saya tuan muda Paman, panggil Rangga saja," Rangga menunduk memberi hormat pada murid ayahnya itu. Laki-laki berperawakan sedang dengan tubuh berotot agak hitam, mungkin karena sering berpanas-panasan. Sehingga kulitnya tampak lebih gelap dari pada seharusnya.

"Tuan Muda Rangga telah menjadi seorang pemuda yang begitu gagah!" puji Ranca sambil memegang bahu Rangga.

"Terima kasih, Paman, bagaimana Paman masih hidup. Bukankah seluruh murid ayahku di bantai oleh orang-orang jahat itu?" tanya Rangga penasaran.

"Setelah ibumu dan Tuan Muda jatuh ke dalam jurang, Paman dan beberapa murid tertua masih terus mengadakan perlawanan. Namun karena musuh lebih banyak dan kesaktian mereka di atas kami. Satu-persatu saudara seperguruan paman tewas.

Takdir masih berpihak pada paman. Paman terjatuh ke dalam jurang, tapi kaki paman tersangkut sebatang akar. Paman tergantung di bibir jurang tampa di ketahui orang-orang jahat itu. Mereka menyangka paman sudah jatuh ke dalam jurang," tutur Ranca tampak menerawang, wajahnya terlihat sedih.

"Tuhan masih ingin Paman hidup dan menjadi pengubur semua orang di Perguruan Naga Emas ini," ucap Rangga berusaha menghibur.

"Sepertinya begitu, Tuan Muda," sahut Ranca sambil tersenyum getir.

Rangga akhirnya berkeliling dan menyambangi makam ayahnya bersama sang ibu.

Kedua Pendekar Malaikat Kematian Dan Iblis Kematian yang tidak ikutan ke makam ketua Perguruan Naga Emas masih bersama Ranca.

"Berapa lama kau tinggal di sini Ranca?" tanya Malaikat Kematian.

"Saya tinggal di sini sekitar dua tahun ini, Pendekar," sahut Ranca sambil menuangkan air teh hangat dari teko tanah ke dalam cangkir bambu. Mereka sedang duduk di teras kediaman Ranca.

"Kenapa kau kembali kesini lagi, Ranca?" tanya Lam Peng setelah meminum teh hangat dan menggigit pelan sepotong ubi rebus.

"Kemana lagi saya harus pergi, Pendekar. Keluarga saya tidak punya lagi, hanya Perguruan Naga Emas ini keluarga saya," tutur Ranca tampak menerawang.

"Keluarga saya habis di bantai perampok tiga puluh lima tahun yang lalu, saat itu umur saya lima tahun. Saya di selamatkan mendiang guru.

Guru adalah satu-satunya keluarga saya selain saudara-saudara seperguruan. Namun semuanya tewas di bantai orang-orang Perguruan Elang Hitam dan Perguruan Srigala Merah," tutur Ranca tampak menerawang.

"Terima kasih, Ranca. Kau begitu setia kepada perguruan ini, kita akan bangun kembali Perguruaan Naga Emas ini lagi. Tapi setelah Rangga berhasil menumpas orang-orang yang menghancurkan Perguruan kita!" ucap Pandan Suri sambil tersenyum, Pandan Suri dan Rangga tampak berdiri di belakang Ranca.

Rupanya Pandan Suri dan Rangga telah kembali dari makam Ki Guntur Bumi tanpa di sadari Ranca.

Setelah bercerita mereka pun di ajak Ranca ke sebuah bangunan.

"Ayo.. Kita ke bangunan belakang. Saya sudah membersihkannya dan menjadikan sebagai tempat memasak dan dibelakang adalah kebun sayur saya."

"Paman hidup di sini pakai apa, Paman?" tanya Rangga sembari melihat sekeliling.

"Paman bertanam sayur, berburu, mencari ikan, jika dapat banyak paman jual ke penduduk yang tinggal di desa di bawah sana," jawab Ranca sambil berjalan di depan menuju rumah di belakang bangunan besar bekas aula Perguruaan Naga Emas itu.

"Wah... Banyak sekali sayuran di kebun Paman," puji Rangga melihat ke arah kebun sayuran milik Ranca itu.

"Buat bertahan hidup, Tuan Muda," sahut Ranca lagi.

"Paman... Jangan panggil Rangga tuan muda lah, Panggil Rangga ya.. ," pinta Rangga sambil tersenyum.

"Baik, Nak Rangga..."

.

.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻

Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻

keren banget thor

2023-05-22

0

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

Saran Thor.. Sebutan "Tuan" pada umumnya sebutan untuk laki-laki, bila untuk perempuan sebutannya "Tuan Putri" 👌👌

2023-04-09

2

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

Laannjjuutt Up Thor ✍️✍️✍️

2023-04-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!