"Kamu dijemput gak Min?" tanya Jovanka saat mereka semua sudah bersiap untuk pulang.
"Iya. Kak Zion yang akan jemput katanya."
"Tapi kalau gak pasti kamu bisa ikut kami kok." Jovanka berujar kembali untuk menawarkan tumpangan.
"Gak. Kak Iyon udah bilang kok kalau ia yang akan menjemput." Mini tetap bersikeras. Ia yakin suaminya itu akan menjemputnya karena sudah mengatakannya.
"Oke deh kalau gitu aku pulang ya. Mas Radit pengen banget ngantar aku cek kandungan hari ini."
"Iya deh, hati-hati ya." Tiga orang itu memandang kepergian Jovanka bersama dengan suami yang merupakan dosen mereka sendiri.
"Min, aku juga belum mau pulang. Sumpek kita di tempat kost mulu seharian. Gimana kalau kita ngemol?" Naomi memandang Cici dan Mini bergantian.
"Itu adalah ide yang bagus," ujar Cici bersemangat. Tapi lain halnya dengan Mini, gadis itu tidak merespon dengan hangat ide dari sahabatnya itu. Ia sepertinya ingin tinggal di sana menunggu Zion menjemputnya.
"Min, ayolah. Hibur dirimu sayang. Kita hanya akan cuci mata kemudian pulang. Seharian belajar bikin otak kita panas lho." Naomi kembali membujuk sahabatnya itu yang masih saja nampak sedih dan tak bersemangat seperti biasanya.
Mini menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya. Ia tersenyum kemudian berucap," Ayok lah kita pergi. Kak Iyon juga tidak mengkonfirmasi mau jemput atau tidak."
"Yeay!" Cici dan Naomi berteriak keras seraya melompat dengan wajah gembira. Mereka senang sekali karena sahabatnya itu mau membuka dan menghibur diri.
"Aku udah pesan taksi. Kita akan menikmati hidup ini bersama dengan bahagia!" Naomi semakin senang dibuatnya. Itu artinya ia punya alasan untuk lari dari Boby Dirgantara yang hari ini cukup menyebalkan.
Tak lama kemudian taksi yang sudah mereka pesan kini udah datang.
"Nah tuh lihat taksinya sudah datang." Naomi menunjuk kendaraan roda empat itu yang berhenti di depan mereka.
"Ayo cepat kita berangkat." Gadis itu membuka pintu mobil dan meminta kedua sahabatnya untuk segera naik. Sungguh ia benar-benar ingin pergi secepatnya agar ia bisa menghindari Boby Dirgantara.
"Napa sih, kamu kayak ketakutan sama sesuatu aja. Sampai kita jadi buru-buru seperti ini. Mall nya masih gak akan tutup kok." Naomi hanya tersenyum. Mereka pun langsung naik di kendaraan itu dengan cepat. Rasanya mereka mempunyai rasa adrenalin yang sama untuk menghibur diri.
Menit berikutnya, kendaraan beroda empat itu pun melaju membelah jalanan yang cukup ramai itu dengan kecepatan sedang.
Tak ada lagi yang berbicara di dalam kotak besi campuran aluminium itu. Mereka bertiga sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Cici yang sejak tadi bersenandung riang tak pernah melepaskan tatapan matanya ke arah seorang pengendara motor yang sangat mirip dengan Zain sang kekasih. Pria itu sedang memakai helm bungkus hingga ia sendiri tidak mengenalnya.
"Heh, itukan kak Zain. Siapa gadis yang sedang diboncengnya itu," gumamnya pelan.
Pria itu sedang membonceng seorang gadis seumuran dengan dirinya. Meskipun duduk mereka tidak merapat tetapi ternyata cukup membuat ia sakit hati dan cemburu juga.
Ia sudah bersiap-siap memanggilnya traffic light menunjukkan warna merah. Kaca mobil ia buka dengan cepat.
"Kak Zain!" teriaknya keras. Semua pengendara kendaraan yang ada di sekitar jalanan itu langsung memperhatikan dirinya. Akan tetapi orang yang sedang dipanggil itu tidak menoleh sama sekali.
"Kak Zain!" teriaknya sekali lagi. Tapi pria itu belum juga memberikan respon sampai Traffic light sudah menunjukkan warna hijau. Itu berarti semua kendaraan harus segera melaju di jalan raya itu.
Bibirnya mengerucut karena kesal. Naomi dan Mini hanya bisa menarik nafas panjang. Teriakan sahabatnya itu rupanya membuat telinga mereka terganggu juga.
"Ih Kak Zain menjengkelkan sekali, tahu gak?" Cici nampak sangat kesal. Matanya masih memandang keluar dimana motor Zain sudah melaju dengan cepat menyalip kendaraan mereka.
"Mungkin gak denger kali. Dia kan pakai helm bungkus kayak gitu," ujar Naomi berusaha memberikan pembelaan pada pria itu.
"Iya Ci ' jangan gampang marah kayak gitu dong. Kali aja kata Naomi itu benar." Mini ikutan menimpali untuk mematahkan kecurigaan sahabatnya itu.
"Oh, gimana gak jengkel coba kalau cewek yang diboncengnya itu sebenarnya tahu aku panggil-panggil Kak Zain tapi kok dia nggak bilang sama Kak Zain sih. Minimal nepuk-nepuk gitu deh supaya Kak Zain dengar. Ini kayak sengaja banget gitu." Cici mendengus. bIa benar-benar kesal saat ini.
"Nanti kalau aku ketemu sama Kak Zain akan aku diemin biar rasa dia!" lanjutnya dengan tangan mengepal kuat.
Naomi dan Mini hanya saling berpandangan kemudian mengangkat bahu. Tak ada lagi yang mereka percakapan sampai mereka sampai di depan pusat perbelanjaan yang akan mereka datangi.
"Kita mau ngapain dulu nih? Makan? Shopping? Atau Nonton?" Naomi sebagai pimpinan acara langsung bertanya pada dua orang sahabatnya yang baru turun dari taksi.
"Makan aja deh Nom. Aku rasanya pengen banget makan banyak nih," jawab Cici dengan wajah yang masih sangat kesal. Sudah kebiasaan gadis itu jika sedang kesal maka makanan lah sebagai pelampiasannya.
"Oke oke kita makan," ujar Naomi dengan tarikan senyum diwajahnya. Ia pun segera melangkahkan kakinya ke arah restoran cepat saji di dalam Mall itu. Mini dan Cici mengikutinya di belakang. Setelah mereka sampai mereka langsung mengambil sendiri makanan mereka kemudian duduk dengan tenang di di meja mereka.
"Nah, silahkan makan dan jangan lupa cuci tangan dan baca doa sebelum makan." Naomi sekali lagi memberikan instruksi. Hari ini ia adalah pemimpin acara. Jadi ia yang akan memulai dan mengakhirinya.
"Sudah Nom. Kami sudah cuci tangan dan baca doa sebelum makan. Jadi sekarang kita makan dan jangan ribut." Cici berucap dengan wajah yang masih sangat serius dan juga kesal. Rasanya Ayam goreng dihadapannya ingin ia lahap dengan khusuk dan rakus jika mengingat bagaimana Zain mengkhianatinya.
"Ya ampun Ci' kamu kok tegang banget sih. Bentar juga luluh lagi kalau kak Zain ngerayu, hehehe," kekeh Naomi dengan wajah yang sangat menyebalkan bagi Cici.
"Eh, gak akan. Pokoknya akan aku diemin." Cici membalas kemudian mulai makan dengan wajah serius. Mini pun ikut makan. Mereka akhirnya benar-benar diam dan menikmati makanan mereka.
"Eh, itu kak Zain sama cewek yang tadi. Ya ampun benar-benar bikin kesal ya," ujar Cici yang tiba-tiba menangkap pemandangan yang kembali memancing emosinya. Zain dan gadis yang ia lihat di jalanan tadi ternyata ikut makan ditempat yang sama.
"Udah, biarkan saja. Katanya mau didiemin," ujar Naomi mengingatkan. Cici mendengus kemudian melanjutkan makannya. Ia berusaha untuk tidak melihat ke arah dua orang itu.
"Hari ini kita nikmati waktu berkualitas ini bersama. Ingat jangan mengingat pasangan masing-masing, Okey?" lanjut gadis itu dengan wajah cerahnya
"Okey!" Dua orang itu setuju meskipun merasa sangat berat.
"Alhamdulillah, udah kenyang. Yuks lanjut nonton." Naomi berdiri dari duduknya dan mengajak dua sahabatnya itu untuk mengikutinya. Mini dan Cici mengikut.
Tiga gadis itu keluar dari restoran cepat saji itu dengan berusaha untuk tidak melihat seorang pria yang mereka kenal yaitu Zain.
"Ci!"
Langkah mereka berhenti sejenak untuk beberapa detik kemudian mereka saling bertatapan dan akhirnya meninggalkan tempat itu dengan wajah santai.
"What ever!"
🌺🌺🌺
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Rostina Sahar
lanjut thor
2023-05-27
0
Langit Biru
ya iyalah kesal
2023-05-09
0
Mammeng
cii'.......itu aja manggilx.....???...asal coment...🤣🤣🤣
2023-05-05
1