Universitas tempat Mini Geraldine melanjutkan pendidikan sudah hampir sampai. Gerbangnya yang lumayan mencolok itu sudah nampak dimata. Akan tetapi sepanjang perjalanan dari rumah menuju kampus, gadis itu tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Ferry merasa tidak nyaman sendiri. Ia jadi merasa memaksa gadis itu untuk mengikutinya padahal sebenarnya ia mungkin saja tidak berniat.
"Kamu baik-baik saja 'kan Min?" tanya Ferry saat mereka sudah tiba di parkiran fakultas Manajemen.
"Iya Bang. Aku baik. Memangnya kenapa?" Mini memandang wajah kakak iparnya itu sekilas kemudian merapikan sedikit pakaian dan tas yang ia gunakan.
"Ah, tidak. Saya cuma ingin memastikan kalau Iyon memperlakukan kamu dengan baik atau tidak." Ferry tersenyum seraya mematikan mesin mobilnya.
"Baik kok. Abang gak usah khawatir ya. Kami berdua hanya butuh waktu untuk saling mengenal." Mini tersenyum kemudian membuka pintu mobil itu.
"Min, kalau kamu tidak nyaman dengan Iyon dan butuh teman untuk berbagi. Saya ada disini untukmu. Bahuku ada untuk kamu bersandar Min." Ferry menatap gadis itu dengan tatapan tak biasa.
Mini sampai merasa sangat aneh saat melihat ekspresi dari pria itu. Belum lagi kata-katanya yang bermakna ambigu.
"Iya bang, terimakasih banyak karena udah mau membantu. Aku masih punya bahu dan seluruh tubuh kak Iyon kok." Mini tersenyum dan akhirnya benar-benar turun dari mobil itu. Ferry hanya bisa menampilkan senyumnya seraya menatap punggung gadis itu yang turun dari mobilnya.
Setelah adik iparnya itu sudah turun dan menutup pintu kendaraan roda empat itu. Ferry pun meninggalkan tempat itu menuju kantornya. Ia sungguh kasihan pada Mini yang sama sekali tak dianggap oleh adiknya sendiri.
Mini menatap kendaraan roda empat itu yang semakin menjauh dari tempatnya berdiri. Entah kenapa ia merasa sangat aneh dengan tingkah Ferry dan juga Zion. Dua bersaudara itu sepertinya menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
"Hey!" Mini tersentak kaget oleh teriakan keras pas di telinganya disertai pukulan keras di bahunya.
"Astagfirullah!" ujarnya seraya melihat ke arah sumber kekagetannya.
"Ya ampun, kalian! Jantungku hampir copot lho," ujar Mini dengan tangan mengelus dadanya karena benar-benar kaget luar biasa.
"Kamu sih, kayak gak sadar gitu lho," jawab Naomi membela diri.
"Iya, dari tadi kami panggil-panggil dirimu tapi tak balik-balik, lagi mikirin apa sih?" tanya Cici yang sejak tadi berada tak jauh dari tempat itu bersama dengan Naomi.
"Eh ya maaf. Aku gak fokus Ci'," jawab Mini seraya mengusap rambutnya yang basah karena air hujan. Ia terlalu serius memikirkan perkataan kakak iparnya itu, hingga ia tidak sadar kalau hujan masih mengguyur tempat itu meskipun hanya sisa-sisanya saja.
"Oh gitu ya, kalau pengantin baru, bawaannya gak fokus sampai gak sadar kalau udah basah begini," Jovanka yang sudah hadir juga di tempat itu langsung memberinya beberapa lembar tissue untuk mengelap pakaian dan rambutnya yang sudah basah. Mereka berdua sedang mengunakan payung.
"Iya nih, jelas banget kalau pengantin baru kita belum fokus kuliah. Makanya ambil cuti aja, gak usah maksain datang padahal masih pengen di kamar. Kamu diantar sama Kak Zion ya, sampai berat banget pisahnya?"
Naomi memandang wajah sahabatnya itu dengan senyum samar diwajahnya. Ia berusaha untuk menggoda pengantin baru itu yang nampaknya belum tampak bahagia.
Mini hanya tersenyum. Ia sedang malas untuk bercanda atau menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"Jangan goda pengantin baru kita dong. Kita ke kelas yuk. Kasihan tahu," ujar Jovanka yang baru turun dari mobil suaminya. Ia juga bergabung bersama sahabat-sahabatnya itu. Ia pun menarik tangan Mini untuk segera menuju kelas. Berada di depan parkiran pada saat hujan seperti ini membuatnya merasa sangat dingin.
Mereka adalah sahabat yang sangat akrab. Jadi mereka sudah tahu apa yang sebenarnya yang terjadi pada Mini. Mereka sedih tapi tapi tidak tahu harus membantu apa.
"Okeh deh. Tapi bumil ini kok segar banget ya? Udah gak ngidam buk?" Naomi mengalihkan pembicaraan.
"Alhamdulillah masih. Tapi udah berkurang sih. Makan udah enak." Jovanka menjawab dengan senyum diwajahnya. Semakin hari istri dari Radith Aditya itu semakin cantik saja dengan kehamilannya.
"Asyik, bentar lagi kita dapat ponakan yang lucu." Cici ikut menimpali. Ia sampai tersenyum-senyum sendiri membayangkan Jovanka yang masih muda akan merawat seorang bayi kecil. Seketika ia teringat akan Ruby sang anak sambung dari sahabatnya itu.
"Gimana dengan Ruby Jo?" tanyanya.
"Alhamdulillah, sehat. Dia sangat senang karena akan punya adik. Sampai anak itu gak sabar banget minta perutku besar hahaha," jawab Jovanka dengan tawa renyahnya.
"Kamu bahagia banget Jo. Kami sampai pengen juga kayak kamu. Bisa bahagia dengan pasangan kita masing-masing," ujar Cici menimpali.
"Eh, insyaallah kalian juga akan bahagia kok. Kak Zion, Kak Zain, dan Bobby adalah pria hebat dan bertanggung jawab," ujar Jovanka memberi motivasi.
"Aamiin, moga aja kak Zain emang benar-benar hebat hihihihi," ujar Cici dengan cepat.
"Iya nih, aku juga udah pengen banget ngerasain kebahagiaan kayak kamu Jo." Naomi menimpali dengan wajah serius.
"Ih, emangnya cuma kamu aja yang mau. Kami juga dong. Iyya gak Min?" Cici mengalihkan tatapannya ke arah Mini yang sejak tadi diam saja.
"Tidak banyak yang aku impikan, kecuali cinta kak Zion yang aku rindukan," ujar Mini dengan perasaan yang tiba-tiba sangat melankolis. Ketiga perempuan itu langsung menatap Mini, sang sahabat.
Mereka terus mengobrol sampai tidak sadar sudah berada di dalam kelas untuk belajar mata kuliah pertama pagi itu.
Mereka pun langsung mencari tempat duduk masing-masing. Jovanka sendiri duduk di samping Mini sedangkan Naomi berdekatan dengan Cici.
"Sabar sayang, cinta Kak Zion gak akan kemana-mana lagi kok. Hanya kamu yang ada dihatinya sekarang." ujar Jovanka menghibur.
"Makasih banyak ya Jo. Doamu semoga terkabul," ujar Mini seraya tersenyum.
Kamu tidak tahu aja Jo, kalau Kak Zion hanya mengingatmu dan sama sekali tidak mengingatku. ujarnya membatin.
Dada gadis itu kembali terasa sangat nyeri. Ia pikir, mungkin ia terlalu memaksakan kehendaknya pada Tuhan untuk menjadi seorang istri dan pendamping Zion.
Tubuh suaminya ia dapatkan, tapi hati dan pikirannya untuk orang lain.
🌺🌺🌺
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Langit Biru
sedih bingits
2023-05-09
0
Mammeng
minii minii....kasihan sekali nasibmu...🤣
2023-05-05
0
penggemar novel onlen
kasihan Mini
2023-05-03
0