Malam hari itu Keluarga Khurana menghabiskan waktu bersama, mereka berkumpul di tempat tidur lalu menceritakan apapun yang ingin mereka ceritakan sebelum tidur. Biasanya hal itu mereka lakukan kalau Hansel tidak sibuk, dan kebetulan hari ini dia bisa meluangkan waktu demi istri dan anak-anaknya.
"Ael coba cerita sama Mami, kenapa tadi kau bilang Zoeya berbohong? Memangnya Zoeya berbohong apa padamu?" Tanya Tya memulai percakapan sembari mengelus sayang rambut Rafael yang tengah berada di pangkuannya. Tama pun jadi ikut penasaran yang awalnya ia duduk berjauhan jadi berada di samping Tya.
Rafael menceritakan semuanya, mulai dari ia yang bertanya perihal di rumah sakit namun Zoeya mengelak sampai pada ia menaruh permen karet di rambutnya.
Tya menghela nafas, bingung harus menjelaskan bagaimana.
"Sekarang dengerin Mami. Zoeya bukan berbohong nak, tapi dia tak ingat kejadian saat di rumah sakit itu. Saat itu dia masih sakit kan? Nah ketika mulai membaik dia mengalami amnesia disosiatif makanya dia tidak ingat padamu"
Rafael menggaruk kepalanya yang tak gatal "Penyakit apa itu? Berarti dia belum sembuh?"
Tya menggeleng pelan, "penyakit itu muncul karena trauma atau stress yang diakibatkan suatu kejadian sehingga dia ingin melupakan semua ingatannya, entah kapan sembuhnya kita semua tidak tahu"
Rafael hanya mengangguk-angguk mengerti. "Berarti aku salah ya Mam?" Ucapnya dengan nada agak menyesal.
"Kalau kalian bertemu lagi minta maaflah padanya oke?" Sahut Hansel tiba-tiba, Papinya itu ternyata ikut menyimak pembicaraan mereka lalu ia mengacak rambut putranya. "Papiii rambutku jadi berantakan" anak itu menunjukkan ekspresi cemberut dan merapihkan kembali rambutnya.
"Hahahah anak ini, lihatlah sekarang dia memikirkan penampilannya"
Mereka semua tertawa, kemudian Tya beralih menatap Tama yang sedang asyik bermain game online di sampingnya.
"Dan kau Tama bagaimana sekolahmu nak?" Tanya Tya. Tama mengacungkan jempolnya yang artinya "semua baik-baik saja"
Tya mencium pipi Tama gemas "kenapa putraku yang satu ini jarang sekali bicara, aku kan jadi rindu ingin dengar suaranya"
Rafael pun ikut menatap sang Kakak dengan tatapan heran, ia juga merasa aneh kenapa Kakaknya itu jarang sekali bicara dengan Mami dan Papi.
"Hadeh.. bukalah suaramu itu kak, suaramu bukan berlian yang harus selalu kau jaga. Dasar Kakak aneh hanya bicara saja pelit sekali"
Tya lagi-lagi terkejut dengan ocehan putranya itu. Entah darimana Rafael belajar bicara begitu. Ia menyuruh Rafael diam dan segera tidur.
"Sudah cukup berceritanya, sekarang ayo tidur besok kalian harus sekolah"
Mereka semua menurut dan segera memejamkan matanya.
Jika keluarga Rafael sudah tertidur lelap maka tidak untuk keluarga Zoeya. Mereka menonton pertandingan bola sampai tengah malam. Sayangnya Zoeya hanya menonton sampai setengah pertandingan saja lalu ia ketiduran.
Pagi-pagi buta Zaid terbangun ia mendapati panggilan dari kantornya. Segera ia bersiap-siap untuk berangkat kerja. Roma yang mendengar suara grasak-grusuk akhirnya terbangun. Ia mengerjapkan matanya melihat jam.
"Ada apa Zaid? Kenapa kau terburu-buru?" Tanya Roma dengan suara khas bangun tidur.
"Ada hal penting, aku harus pergi ke kantor"
"Tapi ini masih pagi sekali"
Zaid mendekati sang istri kemudian mengecup keningnya lembut. "Aku akan segera kembali, tunggu aku di rumah" matanya beralih memandang Zoeya yang masih tertidur pulas. Ia pun mengelus kepala Zoeya dengan sayang.
"Aku berangkat" pamitnya lalu melangkah keluar.
"Hati-hati" sahut Roma ia merasa sedikit khawatir dengan suaminya itu. Tapi ia memilih berpositif thinking dan percaya bahwa tidak akan terjadi apapun.
Seperti ibu rumah tangga yang lainnya. Roma membereskan pekerjaan rumah, memasak, dan lain sebagainya. Sedangkan Zoeya bersekolah di sekolah dasar yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Pada saat Roma menyirami tanaman di halaman depan, ia melihat suaminya pulang. Padahal jam masih menunjukkan pukul 10 pagi.
"Kau sudah pulang? Ada hal penting apa memangnya, berangkat pagi-pagi pulang lebih awal" tanyanya seraya melepaskan jas kantor sang suami. Suaminya itu memberikan senyuman disertai wajahnya yang pucat
"Kita bicarakan itu di dalam, kepalaku pusing" Roma mengiyakan dan mereka masuk ke dalam rumah.
Zaid terduduk di sofa dengan badan lemas, "ini minumlah airnya. Apa kamu pulang karena sakit?" Tanya Roma khawatir. Suaminya itu mengambil gelas dari tangannya dan langsung meminumnya.
"Kau kenapa Zaid? Kau kelihatan tak sehat"
Roma memeriksa kening Zaid apakah suaminya itu demam dan ternyata tidak ada yang salah, suhunya normal.
"Entahlah, saat di kantor kepalaku pusing dan muntah-muntah" Roma mengerutkan keningnya heran, "kenapa bisa begitu, sudah makan belum? Aku buatkan jahe hangat ya" tanpa mendengar persetujuan Zaid, Roma beranjak dari sana menuju dapur.
Beberapa menit kemudian Roma sudah membawa jahe hangat disertai obat dan air mineral. Zaid menatap lembut istrinya itu, ia tak melepaskan pandangannya. Bahkan saat meminum obatnya, ia masih menatap Roma.
"Berhentilah menatapku begitu, nanti wajahku bisa bolong"
Zaid tertawa kecil mendengar candaan sang Istri. "Roma.. aku mau bicara sesuatu" istrinya itu mendekat penasaran dengan apa yang ingin Zaid bicarakan.
"Aku mendapat surat mutasi, aku di pindah tugaskan ke perusahaan di kota B"
Roma sempat terdiam sejenak lalu ia tersenyum hangat "Baiklah kita semua akan pindah. Aku dan Zoeya akan selalu bersamamu ke manapun kau pergi" Zaid bernafas lega, ia mendekap istrinya erat. "Maaf dan terimakasih" ucapnya lalu mengecup kening sang istri.
"Kenapa minta maaf?" Tanya Roma bingung, ia melepaskan dekapan Zaid dan memilih untuk menatapnya lekat.
Zaid menunduk, ia tak berani menatap istrinya itu "Karena aku membuatmu harus meninggalkan sahabatmu, Tya."
Roma tersenyum ia beruntung sekali dapat menemukan pria seperti Zaid sebagai teman hidupnya. Zaid selalu saja memikirkan kebahagiaannya dahulu sebelum memikirkan kebahagiaannya sendiri. Padahal baginya berada di sisi Zaid sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia.
"Rencana Tuhan lebih indah Zaid, jika kami memang ditakdirkan untuk bersahabat sampai kami tua maka suatu hari aku akan bertemu dengan Tya lagi. Percayalah Zaid, berada di sampingmu jauh lebih penting. Tya memang sahabatku tapi kau adalah teman hidupku, kaulah yang akan menemaniku di setiap langkah sampai kita menutup mata"
Zaid akhirnya berani menatap istrinya, ia memberikan senyum bahagia yang mengembang di wajahnya. Zaid mengecup kening Roma dengan sayang.
"Terimakasih Roma kau adalah istri terbaik"
Roma tersenyum malu sekarang wajahnya seperti kepiting rebus.
"Baiklah cepatlah bersiap, besok sore kita berangkat. Maafkan aku memberitahumu mendadak"
Roma memaklumi dan tidak masalah. Namun Roma sempat terdiam beberapa saat karena memikirkan bagaimana ia harus pamit pada sahabatnya itu.
"Tya.. setelah Zaya pergi kini aku harus meninggalkanmu. Kami berdua pergi dari sisimu dengan cara yang berbeda, tapi kami pun akan tetap menjadi sahabatmu dan menyayangimu meski jarak memisahkan. Ku harap kamu bisa memahami situasiku" batin Roma sedih. Ia tak tega rasanya. Akhirnya Roma memutuskan untuk mengabari Tya lewat telfon saja karena ia sendiri pun tak kuasa menahan pedihnya sebuah perpisahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Cokies🐇
bolong ga tuh 🤣🤣
2023-08-15
1
Ara Julyana
wow,,,merah padam tuh wajah Roma
2023-07-16
1
Souma Kazuya
Sampai di sini belum terlihat alasan rafael membenci zoeya, penasaran
2023-06-25
1