Setelah keheningan panjang, Lingga menggeleng lambat-lambat sebagai isyarat penolakan terhadap Jenaka. “Tidak perlu. Bawa dia pergi, Dante. Aku tidak ingin diganggu.”
Jenaka melirik Dante sekilas, lalu maju, mengambil alih situasi dan memaksa Lingga berfokus padanya. “Saya menyesal anda merasa seperti itu, tuan Lingga,” ucap Jenaka dengan lembut. “Karena saya akan tetap di sini. Anda tahu, saya sudah menyetujui kontrak, dan saya selalu menjungjung tinggi prosesionalitas saya.”
“Kau kubebaskan dari kontrak itu,” gumam Lingga, lalu memalingkan wajah dan kembali menatap ke luar jendela.
“Wow anda baik sekali, tapi sayangnya saya tidak akan membebaskan anda dari kontrak itu karena anda sendiri yang memberikan hak kuasa pada pak Dante, jadi kontrak itu sah dan sulit dibatalkan. Sederhananya, kontrak itu menyatakan saya dipekerjakan sebagai terapis anda, dan akan tinggal di rumah ini sampai anda bisa berjalan kembali, hingga batas waktu yang tidak ditetapkan.” Jenaka membungkuk dan menumpangkan tangannya di lengan kursi roda Lingga, mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu dan memaksanya mengalihkan perhatian kepadanya.
“Saya akan menjadi bayangan anda, Tuan Lingga. Satu-satunya cara anda bisa menyingkirkan saya adalah dengan berjalan sendiri ke pintu dan membukakannya untuk saya. Tidak ada orang lain yang akan membantu anda melakukan hal itu," ucap Jenaka.
"Anda bertindak keterlaluan, nona Jenaka!” seru Mentari dengan tajam, matanya yang menyipit dikuasai amarah. Dia mengulurkan tangan dan menyingkirkan tangan Jenaka dari kursi roda. “Kakakku sudah mengatakan dia tidak ingin kau di sini.”
“Ini tidak ada hubungannya denganmu, Tari.” sahut Jenaka, suaranya masih lembut.
“Tentu saja ada! Kau pikir aku akan begitu saja mengizinkanmu pindah ke rumah ini? Tentu saja tidak. Jangan-jangan kau malah berpikir kau mendapatkan tempat tinggal gratis seumur hidup.”
“Tidak juga. Aku akan membuat tuan Lingga bisa berjalan kembali saat Natal nanti. Jika kau meragukan kemampuanku, jangan sungkan memeriksa catatan profesiku. Tapi sementara itu, berhenti ikut campur.” Jenaka berdiri setegak mungkin dan menatap Mentari tanpa gentar, kekuatan tekadnya seolah menyala di mata keemasannya.
“Jangan bicara seperti itu pada adikku,” ucap Lingga dengan tajam.
Akhirnya! Ada respons, meskipun berupa kemarahan! Meski Jenaka gembira karena respons tersebut, ia terus menyerang ketidakacuhan Lingga yang mulai retak. “Saya akan berbicara seperti itu kepada siapa pun yang mencoba menghalangi saya dan pasien saya,” ucap Jenaka.
Jenaka berkacak pinggang dan mengamati Lingga. “Lihat dirimu! Kondisimu begitu menyedihkan, kau seharusnya malu pada diri sendiri karena membiarkan otot-ototmu menjadi bubur. Jadi jangan heran kalau kau tidak bisa berjalan!”
Lingga mengerutkan keninggnya mendengar ucapan pedas Jenaka. “Persetan denganmu.” ucap Lingga “Kau tidak tahu, bagaimana sulitnya bergerak saat tubuh dipasangi begitu banyak selang sampai tidak ada ruang tersisa, dan tidak ada bagian yang bisa bergerak kecuali hanya wajah!”
“Itu kan dulu,” ucap Jenaka tak gentar. “Bagaimana dengan sekarang? Untuk berjalan dibutuhkan banyak otot, dan kau tidak memiliki satu otot pun. Dengan keadaanmu saat ini, kau pasti kalah jika berkelahi denganku.”
“Apa sekarang kau mau melambaikan tongkat sihirmu lalu membuat tubuhku kembali berfungsi seperti semula?” ejek Lingga.
Jenaka tersenyum. “Tongkat sihir? tentu tidak semudah itu. Kau harus bekerja keras untukku lebih dari yang pernah kau lakukan sebelumnya. Kau akan berkeringat dan kesakitan, lalu membuat suasana tegang dengan mencaci makiku, tapi yang jelas kau harus bekerja keras. Aku pasti bisa membuatmu berjalan lagi!!" ucapnya dengan penuh semangat.
“Tidak, kau tidak akan melakukan itu, Nona,” ucap Lingga dingin. “Aku tak peduli kontrak seperti apa yang kau tandatangani dengan Dante, tapi yang jelas aku tidak ingin melihatmu di rumahku. Aku akan membayar berapa pun untuk menyingkirkanmu.”
“Aku takkan menerima bayaran apa pun, sebelum Tuan bisa berjalan sendiri!!"
“Terserah!!"
Melihat wajah geram Lingga yang memerah karena marah, tiba-tiba Jenaka sadar bahwa Lingga tipe pria yang sulit diatur, terbiasa memaksakan kehendaknya dengan kekuatan yang ia miliki. Sebelum kecelakaan yang menimpanya, Lingga tidak pernah membutuhkan bantuan, dan tidak pernah bisa menerima bantuan dari orang lain, seperti sekarang ini.
“Apakah kau suka membuat semua orang kasihan padamu?” tanya Jenaka dengan lancangnya.
Mentari seketika membulatkan matanya, bahkan Dante tanpa sadar mengeluarkan suara keterkejutannya sebelum akhirnya Dante kembali menguasai diri. Jenaka tidak melirik sedikit pun ke arah mereka berdua. Ia terus mengunci tatapannya pada Lingga, memperhatikan keterkejutan dalam tatapan pria itu, dan rona kemarahan yang menyelimuti wajah pria itu hingga memucat.
“Dasar wanita sialan,” ucap Lingga dengan suara samar dan bergetar.
Jenaka menatap Lingga lekat-lekat. “Dengar!!! kita takkan mencapai kemajuan apa pun kalau terus berdebat seperti ini. Bagaimana jika kita buat kesepakatan saja? Kau begitu lemah sehingga aku yakin kau tak sanggup mengalahkanku dalam adu panco. Kalau aku menang, aku tinggal di sini dan kau setuju menjalani terapi. Kalau kau menang, aku keluar dari pintu rumahmu dan takkan kembali lagi. Jadi jawabanmu?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Ersa
aku suka...aku suka...
2024-02-28
0
Ersa
wow... keren motivasimu...
2024-02-28
0
Evelyne
jenako ok banget... pantang menyerah atau jatuh cinta pada pandangan pertama...?
2023-05-29
2