"Ibu, hu huu huu ..."
"Cup, cup, cup, udah, jangan nangis, kita ke tempat mama kamu ya?" ucap Sandi lembut pada anak kecil yang menangis dalam gendongannya.
"Kamu udah layak jadi Ayah, San, hihihi ..." ledek Randi dan tawanya disahuti oleh Dandi. Sepanjang langkah kaki mereka menuju ke kantor pasar, dua orang itu tak henti hentinya meledek Sandi yang sedang sibuk menenangkan bocah dalam gendongannya.
"Kalian ini, bukannya ikut menenangkan, malah mengeledekin mulu, Huh!" sungut Sandi agak kesal, tapi tawa kedua temannnya malah makin pecah.
"Eh, Dan, coba deh, diperhatikan. Kamu ngerasa nggak sih? Kalau wajah anak itu mirip Sandi?" celetuk Randi.
Dandi langsung memperhatikan sesusai perkataan Randi. Sandi yang agak terusik dengan perkaatan temannnya, juga ikut ikutan memperhatikan wajah bocah dalam gendongannya.
"Ah iya, Kok mirip kamu, San!" seru Dandi. "Jangan jangan itu anak kamu!"
"Sembarangan!" hardik Sandi. "Kalau anak ini mirip artis, apa iya ini anak artis juga?"
"Hahaha ..." lagi lagi suara tawa Randi dan Dandi pecah. Berbeda dengan Sandi, pria itu justru meraskan hal yang aneh di dalam hatinya saat memandang wajah anak tersebut. Sandi tidak memungkiri, anak itu sungguh seperti kembaran Sandi saat masih kecil.
Setelah melangkah beberapa puluh meter, akhirnya mereka sampai di kantor pasar yang letaknya berada di atas pintu utama pasar tersebut. Sesampainya disana, ternyata sudah ada petugas pasar dan seorang wanita paru baya yang sedang menangis.
"Reyhan!" wanita itu teriak histeris begitu melihat bocah yang sedang digendong oleh Sandi berada di sana. Wanita itu langsung bangkit dan menyongsong sang bocah dan mengambil alih bocah itu ke dalam gendongannnya. "Ya ampun, Nak. Maafin Nenek."
"Nenek, hiks, hiks," rengek bocah itu dengan suara khas anak kecil yang baru bisa bicara.
Hampir semua mata yang ada disana, menatap haru dan juga bahagia atas bertemunya bocah itu dengan keluarganya. Begitu juga Sandi yang masih merasakan getaran aneh saat melihat wajah bocah yang dipanggil Reyhan.
"Makasih, Mas, sudah menemukan cucu saya," ucap wanita tua itu sambil tersedu. "Nggak kebayang kalau Reyhan beneran hilang. Pasti aku akan sangat disalahkan."
"Sama sama, Bu. Beruntung tadi kami melihat cucu ibu di dekat tempat mobil kami terparkir," jawab Sandi ramah.
"Parkiran sebelah mana, Mas?" tanya pegawai pasar.
"Itu, yang ada di belakang toko sepatu, pojokan sebelah selatan, deket jalan raya, Pak."
"Ya ampun, kok jauh banget. Di sana memang daerah sepi."
Semua nampak terkejut mendengar keterangan dari Sandi, tapi rasa lega juga tergambar jelas pada wajah mereka. Di saat semua keadaan sudah membaik, anak kecil itu terus memandangi Sandi dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Om pergi dulu yah? Jangan ilang ilang lagi, kasihan nenek," ucap Sandi saat mereka pamit akan meninggalkan kantor pasar. Tanpa diduga anak itu malah merentangkan kedua tangannya minta di gendong. Tentu saja semua yang ada disana terkejut melihat tingkah bocah itu. Sandi pun mengulas senyum dan meraih bocah itu ke dalam gendongannya.
"Makasih," ucap bocah itu dengan bahasa agak cadel khas anak anak. Semua yang mendengarnya langsung tersenyum lebar, termasuk Sandi.
"Sama sama," Sandi mendaratkan bibirnya pada pipi si bocah dan saat itu juga, getaran aneh makin terasa bertambah besar. Meski heran, Sandi tidak terlalu memikirkan hal itu. Dia lantas kembali menyerahkan bocah itu kepada neneknya kemudian dia dan teman temannya pamit undur diri.
Sepanjang mereka berbelanja, kejadian tadi menjadi topik pembicaraan yang masih saja mereka perbincangkan hingga mereka hendak pulang. Apa yang dikatakan pegawai kantor pasar tadi memang benar, jarak tempat ditemukannnya bocah ke kantor pasar memang cukup jauh. Pasar ini memang sangat luas dan ramai.
Begitu mereka kembali ke kontrakan, ketiga pemuda itu langsung berbenah dan bersih bersih tempat tersebut dengan peralatan yang baru saja mereka beli. Ketiganya juga langsung menata salah satu ruang yang akan menjadi tempat tidur mereka. Di saat bersamaan, kasur busa dan lemari plastik yang mereka beli tadi, datang ke lokasi, diantar oleh karyawan toko.
Tanpa terasa sore kini menjelang, dan cerahnya suasana sore, membuat taman kota yang ada di sebelah kontrakan tiga pria itu terlihat ramai. Banyak warga yang menghabiskan waktu di tempat tersebut. Ketiga pria itu pun ikut menikmati sore di tempat itu. Mereka memilih duduk di atas rumput di bawah salah satu pohon yang rindang. Saat mereka sedang asyik bercengkrama, mereka dikejutkan suara benturan.
Brak!
"Ya ampun!" pekik semua yang ada disana saat melihat seorang anak kecil yang sedang bermain mobil mobilan menabrak pinggang seseorang.
"Ya ampun, Mas, Maaf, maaf nggak sengaja. Ini remotnya ..."
"Arimbi!"
...@@@@@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
Sandy kenapa gak kepikiran minta nmr hp sm nenek nya Reyhan,,ya
2024-10-23
0
Riana
nah looooo siapa ini mamanya rayhan 🤔🤔atau siap ini
2023-04-06
1
Wardi's
ceritnya seruu... kayaknya ini gk terlalu berbau hareudang..., apa emang belum ya..😁
2023-04-06
1