Pria Yang Perhatian
Sudah beberapa kali Zikri meneleponku, sejak kepulangannya ke kota. Dari mulutnya sendirilah aku tahu kalau dia sekarang sedang tidak bekerja dan berada di rumah orang tuanya. Kami kebetulan tinggal masih dalam satu kecamatan. Aku dan Zikri berbincang layaknya teman biasa, hingga kemarin dia menyatakan kembali perasaannya kalau dia masih mencintaiku, dan ingin menjalin hubungan kembali sebagai kekasih.
Aku pun berjanji akan memberikan jawabannya hari ini. Namun, ucapan Rizal membuatku sedikit ragu dalam mengambil keputusan apa yang harus kujalani sekarang dan apa yang harus ku-jawab nanti kalau Zikri datang.
Selama ini setiap kali bertemu di tempat kerja, Rizal tidak pernah membahas masalah pribadi. Walaupun, dia cukup perhatian seperti biasanya, aku senang karena dia seperti tahu diri kalau pernah di tolak Jadi, dia cukup bijak dengan tidak mengungkit masa lalu kami. Bahkan, dia bersikap lebih lembut, membuat teman-teman yang lain bisa menilai kalau Rizal memiliki perasaan padaku.
Salah satu kejadiannya, saat aku bersama Tina sedang menikmati segelas minuman khas tanah air, di warung yang menjual es kelapa muda. Aku dan Rizal masih bekerja sama dalam sebuah proyek dan tentu saja kami sering bertemu.
“Sal, kayaknya Rizal suka deh sama kamu!” kata Tina, saat itu dan aku masih sangat jelas mengingatnya.
Tina menilai hal itu karena begitu seringnya Rizal menunjukkan perhatian tulusnya, di hadapan semua orang.
“Siapa bilang, itu cuman penilaian kamu saja, dia tuh, nggak bilang kalau suka sama aku. Aku ini bukan siapa-siapa buat dia!” saat itu aku berbohong.
Tina hanya menatapku dalam diam sambil menikmati es kelapanya.
“Dia juga kan baik sama kamu, sama semua teman-teman kita, bukan cuman aku yang dibaikin sama dia, jadi buat apa punya perasaan lebih sama dia, gitu loh!” aku mengelak agar terkesan semuanya baik-baik saja.
“Iya juga sih, ya ... tapi aku pengen loh kalau memang benar dia suka sama kamu, kayaknya dia orangnya tulus!” sahut Tina sambil mengangkat kedua bahunya.
“Dia tulus ya ...? Iya juga, sih, soalnya aku jelek, mana mungkin orang setampan dia suka sama aku!”
“Kamu ngaku juga, kan, kalau dia ganteng?” kata Tina lagi.
Aku tertawa dan Tina hanya tersenyum masam.
“Kamu nggak boleh merendahkan diri kamu sendiri, kan, kita nggak tahu kedalaman hati orang!” katanya.
“Kamu benar!” kataku sambil mengguncangkan sendok kecil di tanganku, saat itu kami sedang menikmati es kelapa di pinggir jalan.
Tiba-tiba Rizal mendekat, dia muncul entah dari mana dan memesan es kelapa juga. Namun ia membeli untuk dibawa pulang.
“Bang! Dua, ya, dibungkus!” katanya. Entah dia memesan dua bungkus untuk siapa aku tidak peduli, apalagi aku dengar dia memesan dua rasa yang berbeda, siapa tahu buat kekasihnya.
“Siap!” kata tukang es kelapa sambil mengerjakan pesanan pembelinya.
Rizal duduk di dekat kami sambil menunggu pesanannya selesai.
“Kalian belum mau pulang?” tanyanya basa-basi, sambil melirikku dengan rasa yang berbeda saat secara tidak sengaja pandangan kami bertemu.
Aku dan Tina hanya mengangguk perlahan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sebab kami baru saja membicarakan dirinya. Jadi, kami seperti tertangkap basah karena mencuri.
Saat akan membayar pesanan yang sudah selesai, dia menoleh ke arah kami dan Tina tersenyum manis padanya, sedangkan aku hanya menatapnya biasa saja.
Aku berusaha menekan perasaanku yang selalu bergejolak setiap kali bertemu dengannya. Apa ini wajar atau memang aku mencintainya?
“Kalian sudah membayar?” katanya
“Belum!” jawab Tina.
“Bang kalau begitu ini sekalian dengan dua orang itu ya!” katanya sambil mengeluarkan uang 50 ribu.
“Oke!” sahut tukang es kelapa, tentu saja tidak masalah baginya siapa pun yang membayar, karena yang penting dagangannya laku keras.
“Dasar Tina!” kataku dalam hati sambil mencubit tangannya dan dia tiba-tiba berteriak.
Aih, berlebihan!
“Saliya, apa-apaan sih kamu, emang salah aku apa, kok nyubit?”
“Itu tadi ada nyamuk di tanganmu!”
“Kalau nyamuk itu bukan dicubit, tapi ditepak kayak gini, nih!”
Plak!
Tiba-tiba Tina mengeluarkan tangannya dan memukul lenganku dengan keras, panas juga rasanya dan aku hanya tersenyum miris, dia bermaksud membalas cubitan dariku.
Setelah mendapatkan kembalian dari tukang es kelapa, Rizal pun kembali menaiki motor besarnya, lalu pergi. Sebelum mengarahkan stang ke jalanan, dia sempat melirikku dengan tatapan yang rumit, aku tidak bisa mengartikan arti tatapan matanya itu.
Tina kemudian berteriak, “Riz, makasih ya! Harus sering-sering bayarin, biar cepat kaya!” sambil mengangkat gelas es kelapanya.
“Dih, modus!” kataku sambil menyeruput habis es kelapa, lumayan juga sih, aku tidak harus mengeluarkan uang. Benar juga kata Tina, enak juga dibayarin kayak gini terus sama dia.
Aku menghentikan kenangan tentang kejadian beberapa waktu lalu, dan tangisanku pun berhenti karena terdengar suara telepon genggam dalam tas kecilku yang tergeletak di atas kasur, tiba-tiba berbunyi. Saat aku melihatnya, nama Zikri tertulis di sana.
“Halo ... assalamualaikum!” sapaku dengan suara yang sengaja aku buat lebih halus, karena menutupi sisa tangisanku.
“Waalaikumsalam! Sal, gimana jawaban kamu?”
❤️❤️❤️❤️
Bersambung dulu, ya? silahkan like, dan komen kalau suka ceritanya🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
@Pipit F 🤩
pilih pake suit 🤣🤣
2023-04-19
4
Noviana Lestari𖣤᭄
ngikuti alurnya dl🤭
2023-04-09
7
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
ayo semangat terus
2023-04-05
4