5. Rentetan Peristiwa Menyakitkan

Hari itu aku duduk di depan ruang ICU sambil selonjoran di lantai dan baca buku, sementara Citra mengetik di laptop untuk bukunya yang sebentar lagi akan naik cetak,

Sambil duduk dan baca buku yang sebetulnya tak ada satupun kalimat yang masuk ke otak, aku sibuk memikirkan betapa Ayah sepertinya telah benar-benar lelah sekarang hingga akhirnya beliau sakit seperti itu,

Sebelumnya, belum pernah sekalipun Ayah sakit yang sampai harus dilarikan ke IGD Rumah Sakit apalagi harus masuk ICU,

Sekali-sekalinya Ayah masuk Rumah Sakit sebelum ini, hanyalah saat beliau tahun lalu harus menjalani oprasi pengangkatan batu ginjal, itupun karena Ayah harus kami paksa agar tetap menjalani oprasi karena kami khawatir dengan kondisi Ayah,

Aku sejenak menyandarkan punggung dan kepala ke dinding Rumah Sakit sambil menatap ke depan, di mana di Rumah Sakit tersebut digantung beberapa bingkai yang di sana ada tulisan-tulisan doa bagi orang sakit,

Ayah, aku ingat sudah lama sekali tidak pernah bertemu Ayah, mungkin sejak idul fitri tahun 2022 silam, sampai akhirnya aku datang lagi setelah hampir sepuluh bulan delapan belas hari lalu,

Waktu itu aku melihat kondisi Ayah sudah sedikit kurus dari saat terakhir kali bertemu pada idul Fitri tahun 2022,

Kami sempat bicara banyak hal, mengobrol dan bercanda layaknya sebelum ini tidak pernah ada masalah,

Namun, meski begitu, aku tetap berusaha sambil menjelaskan tentang banyaknya kesalahpahaman Ayah atas sikapku dan juga sikap Vino adikku yang memang memilih tidak datang ke rumah untuk sementara waktu karena kecewa atas setiap sikap Ayah yang bagi kami tidak adil,

"Nanti kamu bilang ke Vino agar datang ke sini minta maaf, lalu bersikap biasa saja, tidak usah seperti ada masalah,"

Kata Ayah,

Saat mendengar itu, rasanya emosiku naik lagi, buatku Ayah masih saja tidak mengerti kenapa kami seperti ini karena Ayah terus saja membela isterinya, padahal Ayah tahu jika isterinya itu memperlakukan anak-anaknya dengan buruk,

Entah karena memang Ayah mencoba mengingkari dan mengakui jika ia sejatinya salah memilih isteri, Ayah terus berusaha mencoba membela istrinya yang bahkan jelas-jelas meminta anak-anak keluar dari rumah Ayah dengan cara licik,

Aku waktu itu ingin sekali menjawab omongan Ayah yang bagiku benar-benar membuat kesal, tapi entah kenapa melihat kondisi Ayah yang tak lagi terlihat segar dan aku lihat Ayah sedikit berbeda membuatku hanya diam saja,

Dan, aku sungguh hari itu sama sekali tidak bicara keras pada Ayah, meski kesal bukan main,

Akhirnya, mungkin karena aku tak terlalu merespon apa yang Ayah katakan soal Vino, maka Ayah mengalihkan pembicaraan soal usaha nya yang belakangan sepi,

Ayah bahkan memperlihatkan nota-nota yang dari hasil kerjanya,

"Ya, lagian kan Ayah sudah usia segini, mendingan mah kalau kataku Ayah pensiun saja, buat apa memaksa diri sendiri sampai kerja begitu ngoyo, sedangkan Ayah sudah tidak punya tanggungan kebutuhan anak yang harus dibayarkan, anak-anak Ayah sudah mandiri,"

Kataku pada Ayah, dan tampak Ayah hanya dian dan berusaha mengalihkan pembicaraan lagi,

Tapi, aku tetap meneruskan kata-kataku soal Ayah yang masih saja berkerja entah untuk apa, hingga kemudian...

"Kamu tidak tahu, aku harus memikirkan angsuran rumah ini,"

Kata Ayah,

Aku mengerutkan kening sambil memandangi Ayah, antara kaget, kecewa dan juga marah,

"Angsuran?"

Tanyaku, tampak Ayah mengangguk,

"Iya, angsuran Bank, Ibu ada pinjaman di Bank, maka Ayah yang menjadi penjamin,"

Aku ternganga,

"Rumah ini?"

Tanyaku lagi,

Ayah mengangguk,

"Ya sertifikat ini, rumah ini,"

Akupun mencelos, tak disangka Ayah memakai sertifikat rumah peninggalan Mama untuk mengajukan pinjaman pada Bank,

"Masih ada lima setoran, tapi begini pekerjaan sepi,"

Ujar Ayah, aku melihat ke arah Ayah,

"Berapa perbulan?"

Tanyaku,

"Hanya dua juta lima ratus ribu,"

Aku terdiam sejenak, menghitung uang dua juta lima ratus ribu itu yang harus dikalikan lima bulan jika akan dibayarkan untuk melunasi,

"Bulan ini sudah bayar angsuran?"

Tanyaku pada Ayah,

Tampak Ayah menggeleng pelan,

"Ya nanti aku yang bayar, tinggal lima bulan saja, tidak apa,"

Kataku,

Ayah terlihat langsung wajahnya sumringah,

"Iya lima bulan, tapi rasanya masih lama sekali,"

Kata Ayah,

Saat mengatakan itu tampak Ayah seperti orang yang benar-benar merasa sudah tidak ada daya lebih,

"Sudah Yah, tidak usah khawatir, nanti saat Ayah butuh bayar, hubungi aku saja,"

Kataku ingin Ayah tak usah memikirkan terlalu banyak masalah,

"Ya, nanti aku akan hubungi kamu kalau mau bayar angsuran,"

Putus Ayah,

Lalu, perbincangan kami pun akhirnya berhenti, dan aku pulang ke kantor lagi.

Ya, hari itu, hari terakhir aku bertemu Ayah dalam kondisi yang sebetulnya sudah tak begitu baik,

Hingga kemudian sekitar dua minggu setelah itu, Ayah dikabarkan jatuh di kamar mandi.

...****************...

Terpopuler

Comments

Hurustiati Rahayu

Hurustiati Rahayu

bapakku bahkan ninggalin anak anaknya saat maaih usia sekolah dan aku kelas 1 sma dan tidak pernah membiayai kami lagi sampai detik terakhirnya

2023-04-10

1

🎎 Lestari Handayani 🌹

🎎 Lestari Handayani 🌹

terlalu membela istri muda hingga tak perduli sama anak sendiri

2023-04-09

0

Ela Jutek

Ela Jutek

cinta buta amat sih Yah

2023-04-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!