Happy reading....
Perusahaan tempat Naina bekerja selama satu tahun terakhir ini, hanya membutuhkan waktu tempuh selama tiga puluh menit menggunakan motornya. Naina memarkirkan motornya di barisan paling akhir dengan tergesa-gesa.
"Telat lagi, Mbak Naina?" sapa Andri selaku security yang setiap pagi membantu Naina merapihkan motornya agar sejajar dengan motor karyawan lain.
"Maaf, ya, Pak. Habis gajian Naina traktir bakso deh," janji Naina dengan senyum tiga jarinya. Kemudian segera berlari menuju lobi setelah mengucapkan terimakasih pada security yang masih terlihat menawan meski usianya beranjak tua.
Langkah Naina terhenti di depan lift yang sudah ditunggu beberapa karyawan lainnya, ia menarik dan membuang napasnya beberapa kali agar kembali tenang seperti sedia kala. Naina bukanlah satu-satunya karyawan yang datang terlambat hari ini, tapi satu-satunya karyawan yang langganan datang terlambat.
Pintu lift terbuka, semua orang masuk ke dalam tak terkecuali Naina. Namun, ada hal yang tak biasa. Pintu lift tertahan oleh sebuah tangan, tepat sebelum menutup.
Arga Mahendra, kepala divisi marketing yang setiap hari menegur Naina ada bersama kerumunan orang dalam lift bersamanya.
"Lagi?" cibir sang pria pada Naina.
"Sendirinya juga," balas Naina. Bohong jika ia tidak menertawakan pria yang kini berdiri di sampingnya. Meski bola mata Naina tertuju pada plafon lift.
Naina terbebas dari omelan sang kepala divisi pagi ini karena ia juga datang terlambat. Hal itu memicu moodnya dalam membuat sketsa iklan. Naina dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.
Naina segera mengemasi semua barangnya ke dalam tas kembali. Ia bersemangat untuk menemui sang pujaan hati sebentar lagi. Bukankah hari ini begitu sempurna untuk Naina?
"Naina pulang dulu ya, epribadeh!'' seru Naina mengacungkan tangannya dari balik rubik tempatnya menuangkan inspirasi.
Kembali ia berlari menuju parkiran untuk menyambangi kuda besinya. Melesat dengan kecepatan sedang menuju tempat yang telah dijanjikan sang pangeran.
Dengan langkah percaya diri, Naina segera memasuki restoran bergaya jepang. Di tempat inilah seharusnya mereka bertemu.
"Naina!" panggil pria dengan kemeja biru langit sambil mengangkat tangannya. Naina yang sebelumnya tengah fokus pada gadgetnya segera tersenyum lebar. Ivan ternyata datang lebih awal dari waktu yang mereka janjikan.
"Kak Ivan, sudah lama?" tanya Naina setelah berdiri di hadapan sang pria.
"Belum begitu lama."
"Kamu lapar 'kan, Dek? Sebaiknya kita cari tempat duduk biar bisa makan dan ngobrol dengan nyaman." Ivan bicara tanpa mengurangi senyum di wajahnya sedari mereka bertemu.
Naina menurut, mengikuti kemana langkah Ivan yang berjalan di depannya. Salah satu meja di sudut ruangan menjadi tujuan keduanya. Memesan berbagai menu favorit yang sudah di luar kepala. Hal itu selalu di lakukan keduanya selama dua tahun enam bulan terakhir.
"Dek," sapa Ivan dengan penuh kelembutan di tengah acara makan mereka.
"Aku mau batalin rencana pernikahan kita."
Susyi yang berada dalam mulut Naina segera melompat ke tenggorakan. Naina terbatuk-batuk setelah mendengar permintaan Ivan. Tak biasanya sang kekasih bercanda sampai keterlaluan begitu.
Jus jeruk yang disodorkan Ivan pada Naina segera ia tenggak, hingga menyisakan setengah gelas. Naina mencoba menarik napas dalam dan kembali menghembuskannya. Mencoba mengembalikan keadaan paru-parunya yang sempat bergeser. Juga mencoba untuk tetap berpikir positif.
"Kaka sedang mengerjaiku? Sedang mengikuti variety show? Hampir saja jantungku lepas, Kak. Mana kameranya. Apa aku harus pura-pura percaya?" Naina dengan polosnya masih bicara panjang lebar.
"Aku serius. Aku tidak ingin melanjutkan rencana pernikahan kita." Kembali Ivan menegaskan.
Dalam hati kecil Ivan, sebetulnya masih ada rasa sayang pada gadis di depannya. Naina baik, pengertian dan peduli pada Ivan. Itulah mengapa hubungan keduanya berjalan hingga sejauh ini.
"Tapi, Kak. Pernikahan kita tinggal dua pekan lagi." Keceriaan Naina mulai runtuh, berganti dengan desakan embun yang menghalangi pandangannya di pelupuk mata.
"Apa salahku, Kak. Kenapa tidak kita cari jalan keluarnya. Kenapa harus membatalkan pernikahan kita?"
Melihat bulir bening menetes di pipi Naina, Ivan sebetulnya merasa tak tega. Ingin sekali dia menyapu seperti sebelumnya, namun ia bersikeras mempertahankan egonya. Ivan tidak ingin memberi harapan pada gadis di depannya.
"Maaf, Na. Perasaanku ke kamu, hambar," ucapan Ivan bak silet yang menggores hati Naina dengan lembut. Naina tak bisa memaksakan jika alasan yang diungkapkan kekasihnya adalah perasaan.
"Apa sudah tidak bisa dinego, Kak?"
BERSAMBUNG.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Firman Firman
sabar naina ivan bukan laki laki yg pantas untuk mu ..💪
2024-06-24
0
syamil mauza
hamilin anak orang nih biasanya
2024-06-06
0
Denni Siahaan
jangan sedih nya nanti ada cowok yang ganteng
2024-05-28
0