Tiga bulan paska bercerai. Leoni menerima pinangan Eza. Bukan tanpa alasan. Sebab, Leoni terlanjur sayang dengan kedua mertua dan adik iparnya. Terlebih perhatian Eza dan kebaikan pria itu kembali menumbuhkan rasa yang pernah ada. Eza benar-benar totalitas dalam menjaga dan melindunginya.
Sementara Reza semakin sering keluar kota, yang terakhir Leoni dengar. Reza dan Syafi'i tinggal di rumah yang baru, bukan rumah yang pernah ia tempati. Leoni sengaja menyingkir dan tidak ingin tahu lagi tentang Reza, Leoni tidak ingin mengorek luka lama. Meskipun Leoni tahu sejak Eza mengatakan maksud hatinya untuk melamarnya telah membuat jarak antara kakak beradik itu, tetapi Eza menyakinkan bahwa itu tidak akan lama, hubungannya antara Reza akan segera membaik.
"Sebentar lagi Syafi'i akan melahirkan. Reza akan segera keluar dari pekerjaannya dan melanjutkan toko sembako Ayah." Ucap Handoko saat kemarin resmi melamar Leoni untuk Eza.
Kini waktu yang mendebarkan akan tiba. Sebentar lagi Leoni akan kembali dinikahi oleh seorang pria. Bedanya kali ini kebahagiaan jelas terpancar di wajahnya. Leoni bahagia bisa di persatu kan takdir dengan pria yang pernah dicintainya, bahkan mungkin Leoni masih sangat mencintai Eza, meski selama berumah tangga dengan Reza Leoni tidak pernah mengingat Eza, tetapi dalam hati terdalam Eza tetaplah pemilik hatinya sejak dulu.
Gema suara Sah menandakan usainya ikrar yang di ucapkan Eza.
Leoni menitihkan air mata kebahagiaan. Akhirnya impian masa depan akan segera terwujud.
Dirinya menikah dengan adik mantan suaminya, yang kerap kali orang menyebut pernikahan turun ranjang.
Tetapi ternyata impian itu bertolak belakang dengan kenyataan yang harus Leoni hadapi.
Usai acara berlangsung, Leoni ditinggalkan oleh Eza seorang diri tanpa sepatah katapun. Pemuda itu bahkan tidak terlihat batang hidungnya sejak keluarga besarnya pamit pulang.
Leoni duduk di pinggir tempat tidur hotel dengan tangan yang saling bertautan. Ia cemas, takut terjadi sesuatu pada Eza.
Hingga jam 3 dini hari, Leoni di kaget kan oleh kedatangan Eza yang sempoyongan. Lelaki itu sepertinya sedang mabuk.
"Mas..." Leoni yang menunggu dengan gelisah di kejutkan dengan kedatangan Eza yang membanting pintu.
"Jangan sentuh!" teriak Eza pada Leoni yang langsung menghentikan langkahnya.
"Kamu, mabuk?" Leoni menatap Eza tak percaya.
Eza tertawa, tawa yang mampu membuat bulu kuduk Leoni berdiri.
"Kenapa? Kau berharap aku menyentuhmu?" tawa Eza kembali terdengar. "Jangan mimpi Leoni, aku tidak tertarik dengan wanita murahan sepertimu!"
"Kau!!" Eza menunjuk Leoni tajam. Pipinya terasa terbakar karena tamparan Leoni.
"Katakan apa maksudmu, Za?" lirih Leoni dengan wajah lelah dan penasaran.
Eza tertawa jahat.
"Selamat datang di neraka yang ku ciptakan Leoni." Eza menyeringai lebar, membuat Leoni gugup dan kebingungan.
"Kamu mabuk, Za." Leoni berharap Eza hanya berkata sembarangan karena mabuk. Tapi ternyata tidak.
Eza menarik pergelangan tangannya dengan paksa, memaksa Leoni untuk masuk kedalam kamar mandi.
"Aku tidak mabuk, kau lah yang benar-benar bodoh! Kau pikir aku masih mencintaimu? kau pikir aku menikahimu karena masih ada rasa pada wanita murahan sepertimu? Kau salah Leoni, aku menikahimu supaya aku bisa membalaskan rasa sakit yang pernah kau berikan untuk ku."
Leoni terpaku mendengar ucapan Eza. Bekas cengkraman tangan Eza tak sesakit perasaannya. Benarkah untuk kedua kalinya dia dinikahi untuk di manfaatkan?
Bibir yang sejak tadi pagi terus di hiasi senyum manis itu kini bergetar. Air mata yang sejak enam bulan tak pernah hadir kini luruh kembali. Leoni benar-benar di tampar kenyataan.
Leoni menghapus air matanya dengan punggung tangan, sebelum berlalu ingin merebahkan sejenak tubuhnya yang tiba-tiba seperti kehilangan tenaga.
"Tidur dilantai! Aku tidak sudi tidur seranjang dengan perempuan sepertimu!" Bentak Eza.
Leoni memejamkan matanya menikmati setiap rasa sakit yang menjalar dengan cepat kedalam hati dan perasaannya.
Ternyata hidup bahagia itu hanya impian semu dan tidak nyata.
Leoni tidak mau berdebat. Ia mengambil satu bantal dan membawanya ke atas karpet tipis di bawah lantai.
Baru tadi pagi ia merasa menjadi ratu sesungguhnya, tetapi sekarang dia sudah di hina oleh lelaki yang beberapa bulan ini terlihat tulus mencintainya. Benarkah Eza melakukan itu karena dendam belaka? Tidak adakah setitik rasa yang Eza miliki untuk Leoni.
Leoni meringkuk di bawah karpet, memejamkan matanya rapat, berharap semuanya bisa kembali seperti kemarin ketika ia bangun nanti.
Dua jam berlalu, Eza belum bisa tidur Ia melirik Leoni yang terlelap di bawah tempat tidur.
Bibirnya memang terseyum, tetapi melihat wanita yang beberapa bulan ini ia manjakan meringkuk bak janin di atas lantai ada sebagian hatinya tak rela. Tapi Eza mencoba menepisnya dan buru-buru memunggungi Leoni, agar tak bisa menatap keberadaan wanita itu.
Saat pagi, Eza bangun dalam keheningan. Leoni sudah tidak ada.
Eza tahu Leoni di kamar mandi, karena suara air dapat ia dengar samar-samar.
"Siapa yang mengizinkanmu memakai kamar mandi tanpa izin?"
Leoni berjingkat begitu Eza menyambutnya di depan pintu kamar mandi.
"Aku, mandi, Za."
"Jangan lancang mengunakan apapun tanpa seizin ku. Kau ku nikahi untuk membayar luka hariku, bukan untuk ku fasilitasi!" bentak Eza.
"Eza, aku tidak menyangka kamu bisa mempermainkan kesakralan pernikahan hanya karena dendam. Jika kau mau, kau bisa langsung membunuhku tanpa mempermainkan pernikahan."
"Kematian terlalu mudah untukmu," jawab Eza dengan wajah kemenangannya.
Leoni hanya diam dengan bibir tertutup rapat. Matanya masih pedih karena sepanjang malam terus menangis, ia sengaja mandi pagi agar bisa terlihat segar, tetapi ternyata apapun yang dia lakukan tetap salah dimata Eza.
******
Satu minggu menjadi nyonya Eza, Leoni semakin menderita, Eza benar-benar memperlakukannya layaknya seorang pelayan. Lelaki itu tidak pernah berkata lembut, setiap kata yang keluar hanya berupa bentakan dan perintah. Lama-lama Leoni semakin kebal.
"Aku minta bikinkan kopi, bukan air gula!" Dengan tidak berperasaan Eza menyiramkan kopi panas itu di atas pangkuan Leoni.
Leoni yang kaget reflek berdiri, kopi itu masih sangat panas, dan Eza dengan tidak berbelas kasih malah menumpahkan secangkir penuh itu tepat di pangkuan Leoni.
Air mata Leoni keluar tanpa busa dicegah. Ia sangat capek setelah Eza tidak berhentinya meminta banyak hal dan memintanya bolak balik Menganti masakan, Leoni lelah dan semakin nelangsa saat hinaan dan cacian itu terus Eza berikan untuknya.
"Cengeng!" olok Eza, yang tak Leoni tanggapi.
Sungguh Leoni sangat lelah dan tidak bertenaga, seharian Eza sudah menguras tenaganya habis-habisan.
Eza memaksanya memberikan hak sebagai seorang istri meskipun Leoni masih belum siap, bukan karena tidak ingin menunaikan kewajiban istri, tetapi nyatanya Eza memang tidak pernah menganggapnya sebagai istri. Eza hanya terus menyiksa fisik dan batinnya. Dengan seluruh pekerjaan rumah dan juga jutaan hinaan yang Eza berikan padanya.
"Apa kau tuli? Aku mau kopi bukan air gula, buatkan lagi!" bentak Eza.
Leoni tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menatap wajah Eza beberapa saat sebelum berlalu pergi.
Leoni kembali meracik kopi yang di pinta Eza, sambil menunggu airnya mendidih Leoni menutup wajahnya dengan kedua tangan. Wanita itu berjongkok di bawah meja kabinet dengan bahu yang bergetar.
Eza buru-buru menyusul untuk memarahi Leoni karena berani pergi begitu saja, tetapi langkahnya terhenti di ambang pintu dapur saat melihat Leoni menangis dalam diam di bawah meja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
laporkan leo...
kdrt nih.....
2023-09-14
0
Aisyah Nabila
sadis amat sih
2023-08-06
0
Vivi Bidadari
Kasihan nasib Leoni hanya sbg pelampiasan abang adek sama bejatnya, ujung" penyesalan
2023-05-25
1