Intinya Asya Suka

Happy reading....

“Asya suka sama, Om.”

“Om, Asya, suka.”

Entah sudah berapa kalimat yang keluar dari mulut Asya. Dia akan mengutarakan perasaannya kepada Arshan. Jika laki-laki itu menjadi miliknya, Asya akan merasa menjadi manusia paling beruntung.

Bagaimana tidak laki-laki itu layaknya manusia sempurna yang sulit dimiliki. Berbeda dengan Asya yang merasa Arshan sudah menjadi miliknya.

Beberapa kali Asya menganggukkan kepala, dia merasa sudah pasti dengan keputusannya. Setelah mengisi perut dengan makanan yang dibelikan Asrhan, dia pun bangkit. Ia akan menyusul Asrhan ke bawah. Namun, langkahnya tertahan dan memikirkan keputusannya lagi.

“Apa sekarang? Atau nanti?” Asya mengacak rambutnya frustrasi.

Memang tidak sulit mengungkapkan perasaan, tetapi dia takut waktunya kurang tepat. “Nanti aja, biar lebih tenang,” gumamnya.

Asya kembali duduk dan meraih ponselnya. Tanpa sadar dia terus mengulang kalimat yang bermakna sama setiap waktunya. Dia memilih mana yang tepat untuk dikatakan kepada Arshan.

“Karena Om belum ada pacar, Om mau gak sama Asya?” tanyanya pada pantulan wajah dari layar ponsel. Asya tersenyum malu, membayangkan saja sudah membuatnya gila.

“Itu yang Om tunggu, Sya. Buat bisa dekat sama Asya yang lebih dari sekarang ini,” balas Asya sendiri dengan penuh drama. Dia bahkan menirukan gaya bicara Arshan dan tertawa malu. “Aduh!” teriaknya kepanasan.

Asya menarik napas dan mengitari ruangan Arshan. Dia pun berkahir di jendela yang mengarah ke jalanan. Tempat favoritnya sejak kecil untuk melihat mobil papanya datang menjemput.

Namun, sekarang dia tak menunggu itu lagi karena Leon tak pernah menjemputnya lagi. Laki-laki itu sudah menyerahkan keselamatan anaknya kepada Arshan.

Asya mengambil kursi dan menjadikan jendela itu tempat merebahkan kepala. Kesibukan di bawah sana memberikannya ketenangan untuk sementara. Hingga Asya tak sadar jika dia terlelap dengan posisi yang tak mengenakkan.

Entah sudah berapa lama Asya berada di sana, tetapi Arshan tak kunjung datang. Leher dan punggung Asya terasa sakit. Biasanya Arshan datang dan mengangkatnya ke sofa, lalu membangunkannya dengan lembut. Mendapati hanya dirinya di ruangan itu, mood Asya langsung berantakan.

Tidak ada tanda-tanda Arshan masuk ke ruangannya. Sisa makanannya pun masih berada di tempat yang sama sebelum Asya tertidur di tepi jendela. Gadis itu pun mengemasi barangnya dan membersihkan meja Arshan seperti semula, sebab laki-laki itu tak menyukai keadaan yang berantakan seperti ini.

Sebelum kelas malam dimulai dan diomeli oleh papanya, Asya berinisiatif pergi sendiri tanpa mengatakan kepada Arshan. Suasana hatinya buruk karena laki-laki itu tak menghampirinya. Biasanya, jika pun sibuk setidaknya dia mengirimkan pesan kepada Asya. Namun, tidak hari ini.

“Bodo amat,” rutuk Asya saat berada di lift sambil merapikan letak tasnya.

Asya berniat tidak menghubungi Arshan. Dengan maksud laki-laki itu akan kebingungan dan mencarinya nanti. Namun, saat pintu lift terbuka Asya dibuat tak berkata-kata melihat suasana yang lebih ramai dari biasanya.

“Ruang operasi udah penuh semua!” teriak salah satu perawat. “Yang kritis tangani dulu di IGD,” sambungnya dengan raut wajah tegang.

Asya mengalihkan pandangannya ke sisi lain. Banyak keluarga yang memohon untuk diselamatkan. Kaki Asya melangkah pelan ke area yang cukup ramai di depannya—UGD. Di sana terdapat banyak orang yang terluka parah. Semua brankar terisi penuh dan tak lama setelah itu mobil ambulan datang beriringan sebanyak empat.

Asya menepi, memberikan jalan untuk para perawat yang berlalu-lalang. Dia pun membuka ponselnya dan ternyata terjadi kecelakaan beruntun di persimpangan lampu merah. Tragedi yang banyak memakan korban. Pantas saja Arshan tak sempat menghampiri Asya ke ruangannya.

“Dokter Arshan tadi mana?!” teriak salah satu perawat. “Ini ada yang kritis banget, harus ada operasi darurat.”

Tidak lama setelah namanya dipanggil, laki-laki itu muncul dari sisi lain. Bajunya sudah bergelimangan darah. Asya memperhatikan orang yang dikaguminya sejak dulu. Raut wajahnya saat bekerja itu sangat mempesona, apalagi dengan keadaan serius mengobati pasiennya. Hal itu menjadi alasan Asya sakit agar dia bisa diobati oleh Arshan.

Melewatkan kelas malam, Asya memilih duduk bersama dengan keluarga para korban. Setidaknya dari jauh dia dapat melihat Arshan dengan ketampanan yang paripurna. Rasa kesalnya tadi pun sudah menghilang, berganti dengan kekaguman yang tak ada ujungnya.

Untuk beberapa waktu, Arshan mulai tenang karena para pasien sudah ditangani. Setelah meneguk air untuk membasahi kerongkongannya, dia pun teringat meninggalkan Asya di ruangnnya. Gadis itu akan mengutuknya dan mengeluarkan jurus ambekan yang membuat Arshan pusing.

Namun, baru saja melangkah keluar dari UGD, dia disambut dengan senyuman manis Asya. Tidak dipungkiri, gadis itu terlihat sangat cantik.

“Keren,” puji Asya sambil mengacungkan dua jempolnya kepada Arshan.

“Dari tadi kamu di sini nungguin saya?” tanya Arshan dan Asya menganggukkan kepala. “Kita ngomong di sini aja, ya. Gak bisa balik ke atas soalnya masih ngawasin mereka,” jelasnya dan Asya mengangguk.

“Tumben gak rewel? Biasanya ditinggal bentar aja udah ngamuk,” ucap Arshan sambil menarik hidung mungil Asya.

Asya kembali tersenyum. “Tadi Om ganteng banget. Wajah seriusnya keliatan, jadi tambah suka Asya.”

Arshan mengangguk dan tersenyum bangga. Dia ingin menyombong, tetapi langsung diurungkannya saat Asya menatapnya lekat dan membuatnya bingung.

“Kenapa?” tanya Arshan.

“Om gak apa-apa Asya bilang suka?” tanyanya dengan hati-hati.

Arshan menaikkan alisnya bingung. Air yang masih ada di mulut Arshan pun tertahan menunggu lanjutkan kalimat Asya. Namun, gadis itu pun ikut menunggu jawaban atas pertanyaannya.

“Asya suka, loh, sama Om,” ulangnya. Laki-laki itu pun menganggukkan kepala pelan. Memang ada yang salah jika Asya menyukainya. “Beneran, Om.”

“Om tau,” jawab Arshan setelah menelan air minumnya. “Kamu dekat sama Om karena kamu suka. Dari kecil pun kamu suka, kan?”

“Om gak suka Asya?”

“Ya, suka dong. Kalau gak suka gak mungkin saya mau jagain kamu.” Arshan kembali meneguk air di dalam botol untuk mengganjal perutnya yang lapar.

“Kita saling suka. Berarti kita pacaran?” Pertanyaan yang dilontarkan Asya sontak mengeluarkan air yang ada di mulut Arshan. Membuat lantai di depannya langsung basah dan menarik perhatian orang di sekililingnya.

Arshan melemparkan tatapan tak percaya kepada Asya, matanya pun membulat sempurna. Berbeda dengan Asya yang terlihat santai dan mengharapkan tanggapan positif dari Arshan. Pasalnya mereka memiliki perasaan yang sama.

“Jangan gila kamu, Sya!” Kening Asya langsung mengerut saat mendapatkan respon Arshan.

Bukankah mereka saling menyukai, tetapi laki-laki itu mengatakan dirinya gila. “Kamu itu udah saya anggap sebagai keponakan sendiri.”

“Tapi, kita gak saudaraan, kan?”

“Masalahnya, papamu itu udah saya anggap sebagai saudara, Sya.”

Asya berdecak kesal dan detik kemudian dia menatap Arshan serius. “Yang dianggap saudara cuma papa dan gak ada hubungannya sama Asya.”

“Kamu masih sekolah, Sya. Jangan mikirin hal aneh-aneh gitu.”

“Kalau udah lulus, boleh dong?”

“Asya!” Arshan mencoba menegaskan gadis itu.

“Intinya Asya suka!” teriaknya lantang dan tidak peduli jika berada di rumah sakit. “Nanti kalau lulus SMA, Asya bakal bilang suka lagi sama, Om.”

BERSAMBUNG.....

Episodes
Episodes

Updated 62 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!