Happy reading....
Putra mendengkus kesal karena ucapan temannya itu. Dia bukannya tak mau berjuang seperti yang dikatakan Asya. Hanya saja belum waktu yang tepat dan dia belum berminat untuk hal yang berhubungan dengan perasaan.
Lagi pula, berteman dengan Asya sudah lebih dari cukup untuk sekarang, meski gadis itu memiliki selera yang aneh—menyukai om-om.
Satu kelas tidak asing jika melihat Asya tidur di kelas dan bangun saat guru menegurnya. Namun, nilainya tidak terlalu buruk. Bagaimana tidak, sepulang sekolah dia akan bersama dengan Arshan yang menuntutnya untuk belajar.
Belum lagi dengan kelas malam yang diberikan oleh papanya, membuatnya merasa lelah. Andai saja dia boleh berhenti sekolah formal ini, maka akan ia lakukan.
“Hari ini Om banyak kerjaan di bawah, jadi kamu di sini aja, ya,” ucap Arshan saat menghampiri Asya di ruangannya. “Jangan lupa belajar, bentar lagi ujian,” sambungnya.
Asya melemahkan punggungnya pada sofa berukuran besar itu dan merebahkan badannya. Meski di sekolah dia tak banyak belajar, tetapi dia ingin beristirahat sejenak.
“Kamu dengerin Om, kan?” tanya Arshan memastikan saat mengenakan baju kebanggaannya di rumah sakit.
“Om di mana? Di UGD?” Asya balik bertanya dan Arshan menganggukkan kepala.
Arshan menggantungkan stetoskop ke lehernya dan mengambil pena yang ada di atas meja. Dia memamerkan senyumnya dan mengusap kepala Asya sebelum keluar.
“Ahh!” pekik Asya, langkah Arshan pun terhenti dan menoleh ke belakang.
“Kamu kenapa?” tanya Arshan, dia terlihat panik dan memegang telapak tangan Asya. “Hm? Kenapa? Apa yang sakit?”
Asya menahan ekspresi wajahnya agar kebohongannya tidak terdeteksi. Dia tak ingin jauh-jauh dari Arshan karena tujuannya di rumah sakit untuk bersama laki-laki itu.
“Asya,” panggil Arshan lagi dan Asya menatapnya lekat. “Kamu kenapa?” tanyanya lagi.
Asya tidak tahu harus berkata apa. Tidak mungkin mengeluhkan sakit kepala lagi seperti kemarin atau mata yang tiba-tiba perih. Asya merasa nyaman dengan posisinya sekarang, apalagi berhadapan dengan Arshan.
Laki-laki itu menaikkan alisnya. Asya tak kunjung mengatakan keluhannya. Melihat keadaannya sekarang, dia terlihat sangat sehat. Apalagi Arshan memastikan kesehatan gadis itu, mulai dari vitamin dan pola makannya.
“Jangan bilang kamu belum makan?” Asya menggaruk kepalanya dan tersenyum. Dia tak bisa beralasan karena menikmati sorot mata Arshan. “Ck, kebiasaan,” decak laki-laki itu dan bangkit.
“Om pesanin makanan, nanti kamu ambil ke bawah, ya?”
Asya menganggukkan kepala, “Makannya sama Om!''
“Om tadi udah makan, sebelum kamu ke sini dan sekarang banyak yang harus Om periksa. Kamu makan sendiri aja, ya!”
“Asya makan gak lama kok. Temenin, ya!” pintanya dan Arshan menggelengkan kepala.
“Sekarang gak bisa. Kamu udah gede, loh. Masa gak bisa makan sendiri?''
Arshan bangkit dan kembali mengusap kepala Asya, lalu mengeluarkan ponselnya. Dia sudah hafal makan kesukaan Asya, sehingga tak perlu menanyakan lagi apa keinginannya.
“Om lebihin burger king kesukaan kamu,” ucapnya dan berlalu dari hadapan Asya.
Asya hanya mengerucutkan bibirnya. Dia sempat menahan jas panjang Arshan, tetapi tidak ia tahan dan melepaskannya begitu saja. Asya merasa hampa di ruangan yang selalu membuatnya nyaman. Ia bahkan tidak keberatan bermalaman di sana, tetapi bersama dengan Arshan.
Gadis yang masih mengenakan seragam SMA itu bangun dari tidurnya. Setidaknya hari ini dia tak belajar karena tidak ada Arshan yang memantaunya. Asya mengeluarkan ponselnya, melihat postingan terbaru idol kesayangannya. Baru saja menekan aplikasi Instagram profil Arshan muncul paling atas. Sontak kening Asya mengerut.
Asya membuka postingan dan ternyata itu replay-an postingan teman Arshan yang menandainya. Namun, tetap saja membuat ia merasa kesal karena beberapa perawat perempuan yang menempel dengan Arshan.
“Apa-an. Genit banget,” dumal Asya. “Emang kalian gak punya pacar? Kenapa harus nempel gitu sama Om Arshan. Ih!” rutuknya dan melempar ponsel itu ke arah lain.
Asya tidak suka melihat Arshan dekat dengan perempuan lain selain dirinya. Sejak kecil Arshan hanya miliknya. Bahkan Leon pun mengakui hal itu.
Memiliki sebuah perasaan tidak bisa dikendalikan.
Termasuk Asya yang tidak dapat mengendalikan rasanya kepada Arshan. Dia jatuh hati bukan sebagai om dan keponakannya. Meski hubungan mereka terlihat seperti itu.
Banyak waktu yang mereka habiskan bersamaan. Bahkan, semenjak Asya lahir ke bumi ini tanpa seorang ibu dan dia dibesarkan oleh papa dan sahabat papanya. Namun, Arshan yang berperan besar. Hingga ke bangku sekolah pun, Arshan yang selalu ada untuknya karena Leon sibuk dengan pekerjaan.
Leon melakukan bukan tanpa alasan. Dia bekerja keras untuk menghidupi anaknya dan membantu biaya hidup Arshan. Oleh karena itu Arshan merasa Asya pun menjadi tanggung jawabnya, hingga sekarang. Dia memperlakukan Asya layaknya adik dan terkadang seorang anak. Namun sayangnya, Asya salah memahami.
Masa pubertas yang sedang gila-gilanya sudah menghampiri Asya. Dia membutuhkan laki-laki yang menyayanginya sebagai pasangan dan menjadikan miliknya. Meski banyak yang menjodohkannya dengan Putra—sahabatnya, tetapi hatinya memilih Arshan.
Beberapa kali Asya ingin mengungkapkan perasaan kepada Arshan. Sebelum laki-laki itu direbut oleh perempuan genit di luar sana. Dia pun tidak terima jika Leon menjodohkan Arshan dengan kenalannya di kantor dan untungnya laki-laki itu selalu menolaknya.
Sikap Arshan yang seperti itu membuat Asya merasa dia menyukai dirinya juga, tetapi tidak berani mengungkapkannya. Gadis itu pun berniat mengungakapkan lebih awal, sebab dia percaya jika Arshan menyukai juga. Bisa dilihat dari perlakukannya kepada Asya.
“Om Arshan, Asya suka sama, Om. Jadi pacar Asya, ya?”
BERSAMBUNG.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments