Happy reading....
Arshan sengaja membatalkan jadwalnya hari ini untuk melihat penampilan Asya. Meski bukan acara kelulusannya, tetapi penampilan Asya-lah yang sering terlihat. Sebab dia menjadi MC berama dengan sahabatnya.
"Gimana, Om, penampilan Asya?” tanyanya dengan penuh semangat saat masuk ke mobil Arshan.
“Iya, bagus banget, Sya. Sama seperti biasa dengan sikap ceriamu, jadi suasananya hidup banget.” Arshan mengusap kepala gadis itu dan tersenyum. “Good job, Girl,” pujinya dan Asya langsung tersipu malu.
Perlakuan Arshan selalu membuat hati Asya bergetar. Memang terlihat aneh, apalagi jarak usia mereka yang sangat jauh—20 tahun. Tidak dipungkiri juga jika ia menyukai Arshan. Suatu hal yang gila, Asya pun tak yakin akan hal itu. Namun, semakin hari dia merasa aman dan nyaman bersama Arshan.
“Antarnya ke kantor papa aja, ya, Om. Di rumah pasti gak ada siapa-siapa. Asya males sendiri.” Arshan menoleh sejenak sebelum melajukan mobilnya dari parkiran sekolah.
“Langsung pulang?” tanya Arshan, “Padahal saya mau ajak kamu makan dulu. Sayang banget penampilan kamu yang bagus hari ini gak diapresiasi,” jelasnya.
Binar mata Asya tak dapat disembunyikan. Tawaran yang tak akan ditolaknya apalagi menghabiskan waktu bersama Arshan. Setidaknya dia tidak akan merasa gabut di ruangan papanya seraya menunggu urusan Leon selesai.
“Om yang pamit sama papa?” tanya Asya sambil mengeluarkan ponselnya.
Arshan mengulurkan tangannya meminta benda pipih di tangan Asya. Dia yang akan menelepon Leon. Sebenarnya tidak masalah jika Asya bersama dengannya. Lagi pula, dari kecil Asya memang sering bersama dengan Arshan dari pada dengan papanya sendiri. Jadi, bukan masalah besar jika laki-laki itu membawa Asya.
“Ini gue, Bang,” ucap Arshan ketika sambungan telepon terhubung. “Gue ajak makan Asya, ya?”
“Udah selesai acara dia, Shan?''
“Udah, Bang,” jawabnya singkat dan menoleh kepada Asya. “Dia ngerengek dari tadi, katanya laper banget. Kalau nungguin lo, pasti lama.”
Asya langsung memperlihatkan raut wajah kesal. Padahal Arshan yang menawarkan untuk pergi makan, tetapi dia mejual namanya. Asya dibuat geram dan berniat berteriak kepada papanya. Namun, Arshan mendekat untuk menutup mulut Asya.
“Iya, ajakin main sekalian. Bentar lagi dia bakal banyak pusing, mau ujian kenaikan kelas, tuh, anak,” ucap Leon.
“Seharusnya lo yang ngajakin, Bang.” Terdengar kekehan dari seberang sana. Sedangkan Asya masih berusaha memberontak, tetapi kekuatan Arshan tidak dapat dia lawan membuatnya menyerah dan menunggu laki-laki itu menutup teleponnya.
Asya menatap tajam Arshan setelah menjauhkan tangannya dari mulut Asya. “Om gak seru!” rutuk Asya. “Masa aku yang dibilang, padahal Om yang ngajak,” sambungnya dan melipat tangan di depan dada.
“Biar dikasi izin,” balas Arshan seadanya dan menaruh ponsel Asya di pangkuan gadis itu.
“Sabuknya dipasang, Sya.”
Asya memilih bungkam, dia tak mengacuhkan apa yang dikatakan oleh Arshan. Sudah biasa dengan sikap remaja labil itu, Arshan menghela napas dan kembali mendekati Asya. Keduanya tidak saling berbicara, tetapi jarak mereka terlalu dekat. Asya menaikkan kepalanya saat Arshan menarik seat belt di sampingnya dan memasangkan pada Asya.
“Gak usah ngambekan gitu, jelek,” ucap Arshan sambil menarik hidung mungil Asya.
Perempuan yang masih menggunakan gaun putih itu terpaku sejenak. Hidungnya yang ditarik, tetapi hatinya malah merasakan getaran yang sangat hebat.
Asya beneran suka sama Om Arshan?
Ruangan perpustakaan yang selalu ramai diisi oleh siswa. Selain belajar ada juga yang datang untuk mencari ketenangan, seperti yang dilakukan oleh Asya dan Putra. Menurut mereka tempat yang tepat untuk beristirahat.
Setelah acara kelulusan kelas dua belas. Para siswa mulai disibukkan dengan persiapan ujian kenaikan kelas. Beberapa hal yang harus mereka siapakan, termasuk melengkapi tugas yang tertinggal. Berbeda dengan Asya, dia hanya merebahkan kepalanya dan memejamkannya. Tidak ada yang perlu ditakutkan.
Toh, semua tergantung apa yang ada di dalam kepala.
“Sya,” panggil Putra yang tepat berada di hadapan Asya.
“Apa-an,” jawab Asya seadanya.
“Nanti pulang sekolah ke mana? Tempat papa atau Om Arshan?”
Asya mengangkat kepalanya dan meluruskan punggung. Sontak dia menguap tanpa menutup mulut, membuat Putra langsung menaruh buku yang jadi bantalannya pada mulut Asya.
“Kebiasaan,” gumam Putra dan temannya itu malah memamerkan senyumannya.
“Ke tempat Om Arshan aja. Gabut di tempat papa.”
Mata Putra menyipit, padahal Arshan lebih sibuk.
“Bilang aja mau modus,” timpal Putra yang sudah tahu dengan isi kepala temannya itu.
“Sstt … yang gak mau berjuang, diem,” timpal Asya dan bangkit dari tempat duduknya karena bel sudah berbunyi.
BERSAMBUNG.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments