Bu Sani yang selesai menyeka air matanya pun langsung kembali menatap anaknya yang masih terbaring lemah itu.
''Kenapa Ibu nangis? kak Aldo nggak kenapa-kenapa 'kan, Bu?'' tanya Mayra lagi
Bu Sani memaksakan diri untuk menunjukkan senyumnya di depan Mayra.
''Kamu jangan berpikir yang macam-macam ya, kamu fokus sama kesembuhan kamu dulu. Do'akan saja buat kakakmu supaya bisa sembuh dan sehat lagi. Do'akan kakakmu di sana bisa sadar.''
Sekuat-kuatnya seorang ibu untuk tersenyum di hadapan anak-anaknya. Ternyata tangis itu kembali pecah saat menjelaskan kondisi putra sulungnya. Padahal niat awalnya supaya bisa menenangkan hati dan pikiran Mayra.
''Ya Allah, Bu ... ini semua gara-gara aku, Bu, ini semua salahku!''
''Andaikan tadi pagi kak Aldo nggak nganterin aku ke rumah bi Rima, semua ini nggak akan pernah terjadi, Bu.'' sesal Mayra yang kembali menangis.
''Sudah, sudah, Nduk ... jangan bicara seperti itu. Do'akan saja kakak kamu bisa sembuh lagi. Ayah dan Lendri yang ikut ke rumah sakit di kota X. Semoga do'a-do'a kita dikabulkan oleh Allah.''
''Tidak ada gunanya menyesali sesuatu yang sudah terjadi, yang penting anak-anak Ibu bisa sembuh.'' ujar bu Sani sembari mengusap lembut bahu Mayra.
Mayra mengangguk sedih. Bayangan-bayangan buruk itu kembali hadir memenuhi ruang pikirannya.
Mayra sangat ingat, di saat dirinya belum tak sadarkan diri. Ia melihat kepala kakak pertamanya itu terbentur pembatas jalan. Posisi mereka terpental dari motor. Beruntung Mayra tidak separah yang lain, karena ia tidak terbentur keras, kecuali bagian tangan dan kakinya yang terdapat luka-luka ringan karena goresan aspal. Sedangkan ia sempat melihat yang lain sepertinya cukup parah. Ia juga ingat ada bulek Tiyas setelah kejadian itu. Tak lama kemudian, ia menyusul tak sadarkan diri.
''Ibuu, aku sangat-sangat menyesal karena sudah menjadi penyebab utama kecelakaan ini. Aku nggak mau kak Aldo kenapa-kenapa karena aku, Bu.'' Mayra kembali menangis penuh sesal.
Bu Sani kembali tak kuasa menahan air mata yang sedang ia tahan.
''Ibu juga nggak pengin semua ini terjadi pada keluarga kita. Tapi, kalau sudah begini, kita harus nerima. Kakak kamu juga pasti menyalahkan dirinya sendiri karena sudah membuatmu celaka.''
''Sudah ya, kamu nggak boleh begitu. Lebih baik kita do'akan kakak kamu. Anggap saja ini ujian untuk ibu dan ayah, untuk kalian semua. Dan juga ini sebagai pengingat bagi kamu, Ibu, dan lainnya.''
Mayra masih menunduk dengan tangis yang belum bisa terbendung.
Sebagai orang tua, bu Sani terus menerus berusaha untuk tidak menangis, tapi, nyatanya itu sangat sulit untuk ia lakukan.Ia selalu berusaha untuk terlihat tegar dihadapan putrinya itu.
''Kak Aldo, maafkan aku ya, Kak.'' gumam Mayra.
Mayra beralih memeluk ibunya dari samping.
''Aku minta maaf ya, Bu.'' ucap Mayra.
''Sudah-sudah, Ibu nggak mau kamu menyalahkan diri sendiri terus terusan.'' balas bu Sani.
Allahuakbar Allahuakbar
Tak terasa waktu sudah menunjukkan siang hari. Terdengar suara adzan Dzuhur dari masjid yang berada di luar area klinik sehingga membuat bu Sani hendak berpamitan pada putrinya itu. Di dalam lingkungan rumah sakit juga terdapat musholla, hanya saja ruangannya sempit.
''Ibu ke mushola dulu ya, Nduk.'' pamit bu Sani.
''Iya Bu.'' balas Mayra.
Mayra masih belum leluasa untuk bergerak karena infus masih terpasang di tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments