"Bu, sebentar, kayak ada yang aneh." ujar pak Sandi mengamati penampilan istrinya itu.
"Apa to Yah?" tanya ibu dengan keningnya yang mengernyit.
"Jilbabnya kebalik." jawab pak Sandi.
Bu Sani langsung memeriksa jilbabnya, dalam hati merasa malu, berarti tadi orang-orang melihatnya juga.
"Halah, tadi Ibu buru-buru, Yah, jadi nggak lihat kebalik apa nggak." jelas bu Sani.
"Sudah, ayo cepat hidupkan motornya."
Lendri yang membawa cemilan dan minuman pun ia letakkan di gantungan depan. Pak Sandi membonceng istrinya, sedangkan Lendri sendirian.
"Ya Allah, Yaah!! kecelakaan disini!" seru Bu Sani.
Disana ada beberapa orang, mereka pun berhenti sebentar untuk bertanya, karena ada mobil polisi juga.
"Pak Sandi, iya disini anak-anak sampean tabrakan." ujar seseorang disana.
"Ya Allah." ibu semakin lemas.
"Semoga darah itu bukan milik anak-anak kita ya, Yah.'' ucap bu Sani.
"Aamiin, semoga ya, Bu." balas pak Sandi.
"Oh, iya Pak, terima kasih. Tadinya kami memang mau memastikan. Kalau gitu, kami mau langsung ke klinik dulu ya, Pak." ujar pak Sandi berpamitan.
Kecelakaan itu sudah melibatkan polisi. Dua kendaraan sudah dibawa ke kantor polisi terdekat yaitu Kapolsek. Saat pak Sandi tiba disana, kedua motor sudah tidak ada, sedangkan garis polisi sudah terpasang.
''Sama-sama, Pak, Bu ... yang sabar ya.'' ucap seseorang disana.
''Terima kasih, monggo.'' pamit pak Sandi yang kembali menaiki sepeda motornya.
Lendri dan kedua orangtuanya kembali melanjutkan perjalanan.
"Mimpi apa tadi malam kita ini, Yaah.'' gumam bu Sani.
''Kalau tau bakal begini kejadiannya, Ibu nggak akan kasih izin buat mereka pergi, Yah.'' sambungnya penuh sesal.
Pak Sandi yang fokus pada kemudinya tetap bisa mendengar suara bu Sani yang bersamaan dengan tangis karena pak Sandi tidak menggunakan kecepatan tinggi.
''Ujian tidak ada yang tau, Bu ... jangan menyesalkan apa yang sudah terjadi, lebih baik kita do'akan buat anak-anak kita, buat orang yang bertabrakan dengan anak kita. Jangan sampai Ibu ikut sakit, Bu.'' jawab pak Sandi.
Bu Sani tidak menjawab. Wanita itu masih menangis dan wajahnya ditutupi oleh jilbabnya karena tidak ingin dilihat oleh orang lain.
Beberapa menit kemudian, ketiganya sampai di halaman klinik Nayla. Dengan menguatkan hati dan pikiran yang sedang kacau, ketiganya membaca basmallah terlebih dahulu lalu masuk ke dalam.
Lendri dan kedua orangtuanya berjalan beriringan.
''Itu bulek Tiyas, Bu.'' tunjuk Lendri yang langsung di respon oleh ibunya. Terlihat wanita paruh baya itu tengah berbicara dengan seorang dokter yang kebetulan pendiri klinik Nayla.
''Mbak Tiyas.'' panggil bu Sani yang semakin mempercepat langkahnya.
Bulek Tiyas pun langsung menoleh bersama dengan dokter tersebut.
''Eh, San, Alhamdulillah kalian sudah datang.'' jawabnya.
''Sudah-sudah, jangan nangis.'' imbuh bulek Tiyas yang berusaha menenangkan bu Sani.
Setelah menyapa Lendri dan kedua orangtuanya, dokter tersebut pun pamit karena hendak memeriksa pasien lain.
''Gimana keadaan anak-anakku, Mbakyu?'' tanya bu Sani yang mendapatkan pelukan dari bulek Tiyas itu.
''Yang sabar ya, Sani, Sandi, Lendri.'' jawab bulek Tiyas yang kemudian menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan.
''Alhamdulillah Mayra hanya shock dan luka ringan. Tapi, Aldo ...,'' bulek Tiyas pun menggantungkan perkataannya sehingga membuat sekeluarga itu semakin khawatir.
''Aldo kenapa, Mbakyu?'' tanya bu Sani yang menaikkan volume suaranya tanpa sadar sehingga mendapatkan tatapan dari orang-orang yang berada disana.
Pak Sandi dan Lendri pun celingukan mencari ruangan yang tengah ditempati Aldo dan juga Mayra.
''Sebetulnya kenapa dengan Aldo? Aldo masih hidup 'kan, Mbak?'' sahut pak Sandi yang akhirnya tidak bisa menutupi kekhawatirannya sebagai orangtua.
''Kalian semua percaya 'kan kalau orang sakit pasti ada obatnya?'' tanya bulek Tiyas.
Ketiganya pun mengangguk. Kemudian bulek Tiyas kembali menarik nafasnya. Mereka yang ikut datang bersama bulek Tiyas pun tidak berani menimpali. Mereka sudah sepakat untuk bulek Tiyas yang menyampaikan kondisi para korban.
''Begini, Aldo mengalami pendarahan terus di kepalanya yang bagian belakang. Sampai sekarang masih mendapatkan perawatan pertama.''
''Kalian pasti ingin yang terbaik 'kan?''
Ketiganya mengangguk lagi.
''Saya harap kalian setuju kalau Aldo di rujuk ke rumah sakit di kota X, disana fasilitas lengkap, untuk mendapatkan stock darah juga tidak sesulit disini. Disini tidak ada persediaan darah.'' jelas bulek Tiyas.
Pak Sandi langsung merangkul bahu bu Sani. Tangis keduanya kembali pecah, sedangkan Lendri diam-diam juga terisak, tapi, ia berusaha menyembunyikannya.
''Kami setuju saja Mbakyu, yang penting Aldo bisa sembuh.'' jawab pak Sandi.
''Ya Allah ... cobaan kami mengapa begitu besar? kuatkan kami, berikanlah kesempatan umur yang panjang untuk anak-anak kami. Walaupun anak kami hanyalah titipan dari-Mu, kami mohon jangan Kau ambil titipan itu secepat ini.'' lirih bu Sani.
''Jadi, nanti kalau sudah beres semuanya, kalau bisa Sandi sama Lendri ikut ngawal kesana ya.'' ujar bulek Tiyas setelah melihat bu Sani lebih tenang.
''Iya Bulek.'' jawab Lendri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Partini Minok Nur Maesa
ibunya mayra kok panggil bulek tyas .mbakyu.klo gitu bulek tyas yg kakaknya dong hrsnya panggilnya bushe
2024-10-05
0