Belum cukup seminggu berita mengejutkan menghampiri keluarga Danish, kini mereka harus di kejutkan lagi dengan keadaan Viona malam itu yang tiba-tiba terjatuh di kursi lukisnya. Tepat jam sembilan malam Tiara datang membawakan susu untuk sang adik seperti biasa. Tubuhnya yang lemas ia paksa untuk beraktifitas. Tiara tak ingin membuat kedua orangtuanya bersedih lagi. Meski besok adalah hari untuk ia berangkat keluar negeri satu keluarga demi memastikan kesehatan Viona kata Nada. Tanpa ia tahu jika Tiara mengetahui tujuan keberangakatan besok adalah untuk dirinya.
"Vi? Viona? Kakak bawa susu nih sama cemilan. Buka pintunya dong." teriak Tiara di depan pintu ruangan lukis sang adik. Kedua tangannya kesulitan jika harus membuka pintu dan bisa membuat bawaannya terjatuh semua. Namun, beberapa detik ia berdiri suara sang adik tak kunjung terdengar dari dalam. Bahkan pintu masih tetap tertutup tanpa ada pergerakan sama sekali.
"Ada apa, Ra? Kamu kenapa gerak sana sini sih? Ibu sudah bilang istirahat saja kan? Sudah cukup kamu kerja seharian itu bisa buat kamu lelah sekali, Nak." ujar Nada yang mendekati Tiara kala mendengar teriakan Tiara saat itu.
Tak ada kata yang Tiara ucapkan selain senyum saja. Ia tidak tahu harus marah atau sedih saat ini. Kedua orangtuanya bahkan tak berniat memberi tahu dirinya tentang penyakit menakutkan itu. Jujur Tiara sangat takut hingga setiap malamnya ia harus terbayang kepergiannya dari dunia ini. Tiara selalu merasa setiap malam akan menjadi waktu terakhirnya. Ingin sekali Tiara menangis memeluk sang ibu. Tapi ia sadar kedua orangtuanya akan sangat terluka merasakan ketakutannya. Selama ini sudah cukup Danish dan Nada ketakutan tiap kali melihat Viona drop.
"Sini ibu bantu buka." ujar Nada yang memilih membuka pintu dengan lebarnya.
Di detik berikutnya Tiara berlari panik menjatuhkan semua yang ada di tangannya.
"Viona! Vi, bangek dek. Viona! Ibu panggil ayah!" Tiara yang berteriak yang tak sadar membuat Nada sangat takut. Bukan hanya perihal Viona, namun darah yang mengalir di hidung Tiara membuat Nada tak sanggup bergerak.
Wanita itu justru mendekati Tiara dan memeluknya. "Ibu, apa yang ibu lakukan? Viona pingsan, Bu?" teriak Tiara yang panik sekali melihat sang adik sudah terbaring di lantai dekat kursinya. Lantai itu tampak berantakan dengan cat yang terjatuh dari meja.
"Ayah, tolong Viona!" Nada hanya berteriak sembari memeluk erat tubuh Tiara.
"Ibu antar kamu ke kamar. Viona akan di tangani ayahmu. Ayo, Tiara." Tiara menggelengkan kepala mendengar ucapan sang ibu. Ia harus ikut ke rumah sakit memastikan sang adik baik-baik saja.
"Tidak, Bu. Viona harus kita jaga. Ayah!" ujar Tiara berteriak lagi.
***
Selesai dengan perdebatan panjang, kini mereka semua akhirnya ke rumah sakit. Meski Nada melarang Tiara untuk ikut. Ia tetap berkeras ikut ke rumah sakit. Dan sejak malam itu sampai kini sudah tiga hari lamanya, Viona tak kunjung sadarkan diri. Ia masih kritis di rumah sakit. Rasanya pikiran Danish dan juga Nada campur aduk memikirkan kedua anaknya. Apakah mereka akan kehilangan dua anak mereka sekaligus di waktu yang bersamaan? Tiba-tiba muncul pikiran buruk itu di kepala Nada. Wanita itu menangis memeluk sang suami. Hanya Danish kekuataannya saat ini untuk bersandar.
"Kita pasti kuat, Sayang. Kita bisa melewati ini semua." ujar Danish memeluk sang istri.
Siang itu mereka berdua duduk di ruang Viona, setidaknya Tiara akan aman di jemput oleh Axel sepulang kerja. Ingin melarang Tiara kerja, namun mereka kenal sekali dengan anak pertamanya yang begitu keras kepala. Tiara sangat pekerja keras sejak sekolah. Sekali pun terlahir dari keluarga berada, tak serta merta membuatnya bermalasan.
Tak ada yang tahu, Tiara di sini telah berjuang memberikan jantung pada sang adik.
"Nona Tiara, apa sudah memikirkan hal ini baik-baik?" tanya sang dokter yang membuat Tiara mengangguk yakin.
Semua pemeriksaan telah selesai secara diam-diam di lakukan Tiara beberapa hari ini. Dan inilah saat yang tepat ketika Tiara sudah merasakan tubuhnya semakin lemas dan darah yang semakin sering keluar dari hidung, bahkan gusinya.
"Saya yakin, Dok." Tiara tersenyum membayangkan seseorang yang begitu ia cintai akan bahagia dengan orang yang ia pilihkan juga.
Ruang operasi pun menyala tanda sang dokter sudah memulai semuanya. Tiara masih nampak tersenyum hingga semua selesai beberapa jam berikutnya.
***
"Tidak!! Tiara!" teriakan terdengar bersahut-sahutan kala sang dokter menyampaikan hal yang paling tak di sangka oleh Nada dan Danish.
"Tidak, dokter. Tiara tidak mungkin pergi." Nada berlari ke ruangan di mana jenazah sang anak sudah tertutup oleh kain putih.
Dokter hanya memberikan beberapa berkas yang berhasil di urus Tiara selama ini. Bahkan ada surat yang sudah Tiara selipkan di dalam sana. Dan berita mengejutkan itu juga membuat Axel menggeleng tak percaya. Sepanjang jalan dari kantor pria itu terus memukul stir mobilnya ketika keadaan mobil sangat laju melintas di jalan raya.
Air matannya jatuh menetes mendengar kabar dari Danish yang baru mendengar hal itu dari dokter. Dadanya rasanya ingin berhenti mendengar ucapan Danih di telepon.
"Xel, kemari lah. Di rumah sakit sekarang.Tiara sudah tidak ada." itulah kata yang sempat membuat Axel terdiam mematung dengan ponsel yang jatuh.
Axel terus mengumpat sepanjang jalan, sesekali ia menggeleng sesekali pula ia tertawa. Namun, air matanya tak bisa berbohong. Ia benar-benar terluka dengan berita ini. Acara kejutan untuk sang kekasih bahkan sudah ia siapkan di tanggal anniversary mereka dua hari lagi sekali gus untuk melamar.
"Apa-paan ini, Ra? Kau bercanda denganku." ujar Axel. Hingga beberapa menit kemudian pria itu sampai di rumah sakit. Axel memarkirkan mobil sembarang tempat, ia berlari menuju ruangan di mana Danish memberi tahu tadi.
Di dalam ruang jenazah dimana Nada sudah menangis memeluk sang anak, sementara Danis mengusap bahu sang istri. Danish juga ikut menangis melihat keadaan sang anak yang sudah begitu pucat. Tiara yang selama ini segar ternyata menutupi wajahnya dengan polesan make up tanpa mereka ketahui. Dan satu orang yang Tiara tidak ingin sedih melihat wajahnya, yaitu Viona sang adik.
"Ra, ini nggak lucu. Bangun, Ra. Bangun, Sayang. Tiara bangun!" Axel mengguncang tubuh sang kekasih. Di angkatnya kepala Tiara dan di peluknya begitu erat. Axel benar-benar sulit percaya gadis yang ia peluk sudah tak bernyawa lagi.
"Tiara!!!" teriaknya saat itu juga Axel banjir dengan air mata. Ia mengeratkan pelukannya demi melampiaskan kesedihan pada Tiara. Rasanya begitu pilu melihat Axel kehilangan wanita masa depannya.
Hanya Viona yang tidak tahu hal ini. Hanya Viona yang terbaring tanpa melihat kepergian sang kakak. Belum usai Axel menyudahi kesedihannya, kini Danish memberikannya sebuah surat. Axel menatap pria di depannya saat ini.
"Ini, dari Tiara di berikan dokter." ujar Danish menggerakkan tangan yang menggenggam surat itu dan Axel pun mengambil dengan satu tangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Yunia Afida
semangat terus 💪💪💪
2023-04-04
0