"Tuan, pria yang sebelumnya aku ceritakan pada mu. sudah kami bawa ke markas. Apa yang harus aku lakukan kali ini?" Tanya Brox lagi.
Ruang bawah tanah sekaligus ruang untuk tempat Aden dan anggotanya mengintrogasi orang-orang yang bermasalah dengan Aden.
Ruang ini hanya dapat di akses oleh bawahan Aden yang bertugas untuk mengamankan bisnis dan menjaga keamanan terhadap Casino, maupun Rumah yang di huni Aden. Termasuk Algojo-algojo yang di pekerjakan Aden juga memiliki hak akses terhadap ruangan ini.
Masing-masing dari mereka akan di beri semacam kartu Platinum yang akan di gunakan untuk mengakses pintu ruang bawah tanah ini.
"Aku akan datang sebentar lagi. Aku masih di jalan. Aku tutup." jawabnya.
Mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menelusuri jalan raya yang sedikit padat di karenakan jam pulang kerja. Menoleh ke arah halte bis tempat dimana Ia melihat gadis cantik sore tadi, membuat rasa penasarannya semakin meronta-ronta.
"dddrrttt..ddrrrrrt.."
"Halo?" jawab Aden menerima panggilan melalui earpiece yang ada di telinganya.
"Halo Tuan, Aku Aina sekertaris baru mu." ternyata telpon dari sekertaris kantornya.
"oh ya. Ada apa?" tanyanya singkat.
"Ada beberapa laporan yang masuk, mengenai ketidak nyamanan pelanggan dan tamu VVIP atas penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang bisa masuk kedalam Casino mu Tuan Aden, mereka beranggapan Casino mu hanya memiliki sartifikat legal, tapi tidak memiliki SOP yang jelas." ucap wanita itu dari seberang earpiece yang di kenakan Aden saat ini.
Belum sempat menjawab pertanyaan wanita tersebut. Wanita di seberang sana melanjutkan laporannya pada Aden sang atasan.
"Dan kita besok ada pertemuan terhadap Tuan Jaejoong pimpinan Pengadilan Tinggi Negara yang sebelumnya sudah anda janjikan akan memberikan beliau Cheval Blanc Tuan.?"
"Selanjutnya ada beberapa proposal yang harus anda tanda tangani Tuan Aden." Tambahnya lagi.
"Jam berapa besok jadwal pertemuan dengan Tuan Jaejoong.?" tanya Aden.
"Asisten beliau mengatakan, beliau akan mengikuti jadwal Tuan Aden."
"Baiklah, katakan padanya aku akan menunggunya di Pierre Gagnaire Restaurant.
untuk laporannya, kau bisa mengantar kannya ke rumah ku malam ini. Setelah ku hubungi, kau baru bisa datang karena aku masih ada urusan.
Untuk keluhan pelanggan, kau bisa mencari cara dengan Brox Asisten ku, aku tidak mau ada masalah lagi setelah dua hari dari hari ini." jawabnya panjang lebar.
"Baik Tuan," ucap Aina yang sudah mengerti apa perintah dari atasannya.
Setelah telepon mati, Aden melanjutkan perjalanannya menuju rumah.
...***...
Tak butuh waktu lama, Aden sudah sampai di rumah besarnya. Semua pekerja sontak membungkukkan tubuhnya ketika melihat mobil Tuannya yang sudah masuk ke dalam kawasan rumah besar itu.
Keluar dari mobil yang baru saja di kendarainya. Memberikan kunci mobil pada staff yang bertanggung jawab atas keamanan di depan teras rumahnya.
Aden masuk kedalam rumah besarnya menuju ruang bawah tanah, ingin segera menyelesaikan urusannya hari ini. Aden yang terlihat lelah tetap memprioritaskan urusannya dan mengesampingkan rasa lelah yang di alaminya saat ini.
"Tuan Aden??? sudah pulang? Mau Bibi buatkan makan malam?" tanya Bibi, kepala rumah tangga di rumah Aden. Bertanggung jawab atas segala kebersihan dan menyediakan makanan untuk Tuannya Aden dan juga staff yang bekerja di kawasan rumah besar milik Aden.
Aden yang berjalan agak sedikit terburu-buru lantas menghentikan langkahnya ketika mendengar suara Bibi Belinda dan menoleh ke arahnya.
"Nanti saja Bi. Aku ada sedikit urusan di bawah. Ini juga belum masuk makan malam malam." jawab Aden sopan.
Bibi Balinda seorang asisten rumah tangga serta pengasuh Aden sedari kecil, sengaja ikut dengan Aden ke Korea untuk memastikan makanan Aden tetap terjaga. Sudah puluhan tahun mengabdikan diri pada keluarga Andonios, membuatnya menjaga Aden layaknya cucu sendiri.
Saat ini usia Bibi Belinda sudah memasuki enam puluh sembilan tahun, walaupun umurnya yang terbilang sudah cukup tua, Bibi Belinda masih terlihat bugar. Kulitnya juga masih terasa kencang. Bibi Belinda juga tidak mengerjakan apa-apa, tugasnya hanya mengawasi dan memerintah juniornya dalam mengerjakan sesuatu.
Bibi Belinda yang melihat Aden meninggalkannya menuju ruang bawah tanah terlihat murung. Lantaran beliau tau apa yang akan di lakukan Tuan muda itu di dalam ruang yang menjadi saksi sadisnya kelakuan Aden, cucu dari Andonios pemilik dari salah satu perusahaan kilang pabrik wine terbesar di dunia.
...***...
"Tuan." ucap Brox melihat Tuannya yang sudah masuk keruangan.
"Dimana pria itu?" tanya Aden pada Brox yang masih berdiri tak jauh darinya.
"Bawa dia kesini!" perintah Brox pada bawahannya.
Gu min dan Jun Pyeong yang mendengar perintah dari Brox langsung masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di ruang itu. Membawa pria yang sudah terlihat sedikit tua ke hadapannya.
Aden yang melihat pria yang di yakininya berusia sekitar empat puluh tahunan berjalan menuju sofa hitam dan duduk di atasnya. Masih memperhatikan pria yang berdiri di tengah-tengah Gu Min dan Jun Pyeong.
"Kau orang yang merusak dan meretas program di mesin slot yang ada di Casino milik ku??"
Belum sempat pria itu menjawab Aden melanjutkan kata-katanya lagi.
"Apa kau tau dampak dari perbuatan mu?"
"Brox, berapa banyak kerugian akibat ulahnya sampai saat ini?" lanjutnya masih dengan tenang dan tatapan yang masih berfokus pada pria yang ada di depannya.
"Sampai saat ini, kerugian yang kita terima sebesar US$534.000 Tuan." jawab Brox yang melihat ke arah tablet yang di pegangnya sedari tadi.
"Dan lagi Tuan, pria ini sudah menimbun hutang di Casino sebanyak kurang lebih US$114.000 Tuan. Dia menyangkal atas semua tuduhan yang kita berikan padanya. Padahal rekaman CCTV yang ada, sudah sangat jelas bahwa pria ini pelaku nya." Tambahnya lagi.
Mendengar ucapannya, Aden seketika menekan keningnya yang terasa pusing. Satu hari ini banyak yang membuatnya berpikir keras.
"Baiklah, aku lelah membunuh orang-orang seperti mu. Mudah bagi ku menyelesaikan semua kerusakan yang kau buat di Casino milikku. Sebelum keputusan apa yang aku buat, katakan apa yang ingin kau katakan Pak." kata Aden yang benar benar merasa lelah hari ini.
Pria yang masuh saja terdiam menundukkan kepalanya sudah sangat sering mendengar kabar bahwa banyak orang yang di eksekusi di ruangan ini. Dan ruangan ini menjadi saksi bisu kekejaman pria kaya seperti Aden.
"Apa kau akan diam terus-menerus dan aku harus menunggu mu sampai kau berbicara?" tanya Aden tak sabar.
"Aku punya solusinya, kau sudah membuat bisnis Casino ku merugi, kau juga menumpuk hutang di Casino ku. Aku hanya ingin kau membayar semua yang kau perbuat pada bisnis ku. Aku beri kau waktu dua hari, di mulai dari besok hari."
"Jangan pernah berpikir kau bisa kabur dari ku, aku sudah sangat baik kali ini. Ku rasa kau tau apa yang kami perbuat pada orang-orang seperti mu."
Aden berdiri dan membalikkan tubuh idealnya berniat meninggalkan mereka di ruangan itu.
Melangkah kan kakinya, belum jauh dari sofa yang tadi di dudukinya, berhenti sejenak tanpa membalikkan tubuhnya dan berkata.
"Bawa dia keluar dari rumah ku. Dan tetap awasi dia kemana pun dia pergi. Aku tidak ingin dengar kabar pria ini kabur!!"
Pergi meninggalkan Brox dan staff nya yang membungkukkan tubuhnya tanda hormat pada Aden, Tuan muda mereka
...***...
Jam menunjukkan pukul sembilan malam, saat ini Aden mengistirahatkan tubuhnya yang lelah di ranjang king size miliknya. Merentangkan kedua tangannya sembari memejamkan mata. Menikmati nyamannya saat beristirahat.
Teringat sesuatu, Aden membangunkan tubuhnya dan meraih ponsel miliknya yang tadi Ia letakkan di atas meja di samping ranjang tidurnya.
"Halo, kau bisa antar semua dokumen yang yang membutuhkan tanda tangan ku kerumah."
"Baik Tuan, saya akan segera kesana." suara Aina terdengar dari seberang telpon.
Mendengar jawaban Aina, Aden langsung mematikan panggilan telponnya kepada Aina. Mendudukkan lagi tubuhnya di atas ranjang mencoba mengingat-ingat wajah gadis yang mengenakan seragam sekolah yang tadi siang Ia lihat.
Seketika membuatnya menegang. Ingin rasanya mencari gadis berseragam itu dan menjamah setiap inci dari tubuhnya. Semakin di bayangkan, Aden semakin tersenyum licik. Tidak mengerti apa yang membuatnya sangat tertarik dengan gadis SMA itu.
Aden yang saat ini sudah berusia 32 tahun bahkan belum memiliki pendamping hidup malah memikirkan ketika Ia menjamah tubuh gadis yang jauh di bawah umurnya. Sangat gila.
...***...
Tookk~Ttook~Took~
"Tuan, Ada nona Aina di luar menunggu mu." suara Bibi Belinda dari balik pintu kamar Aden.
Aden yang masih berimajinasi liar dengan gadis SMA tersentak mendengar ketukan dari Bibi Belinda.
"Tolong suruh dia masuk ke kamar ku Bi." perintahnya terhadap Bibi Belinda.
"Baik Tuan."
Tak butuh waktu lama, pintu kamar Aden terbuka lagi yang menampakkan Bibi Belinda dan sekertarisnya Aina. Setelah di pastikan Aina masuk ke dalam kamar. Bibi Belinda lantas membungkukkan tubuhnya dan kembali menutup pintu kamar Tuannya.
Aden melihat Asistennya yang mengenakan short dress berwarna merah hati yang sangat pas dengan tubuh idealnya membuat smirk nakal Aden terlihat begitu menawan di mata sekertarisnya.
Sang sekertaris sengaja mengenakan pakaian yang hot dan terbuka ketika Ia berkerja secara resmi di kantor maupun di luar kantor, berharap Bos nya terpikat akan tubuhnya. Hal yang sangat menguntungkan bagi wanita mana pun yang dapat merasakan sentuhan pria seksi dan kaya seperti Aden.
Aden, hanya memiliki wajah mesum. Tapi kelakuan Aden berbanding terbalik dengan citranya selama ini. Setiap wanita atau mantan sekertarisnya yang lalu juga berpikir bahwa Aden adalah lelaki bermata buaya yang haus akan cumbuan wanita.
...***...
Membaca dokumen-dokumen yang tadi di bawa sekertarisnya terlebih dahulu sebelum di tanda tangani.
Sekertaris yang melihat postur tubuh Tuannya yang sedang duduk membaca setiap laporan yang di berikannya terlihat mempesona.
Dada bidang yang di miliki Aden memang bisa memikat wanita mana pun, terlihat begitu bugar dan sehat. Rasanya sangat cocok ketika di dekap atau di peluk dengan pria yang memiliki tubuh seperti Aden.
"Oke, semua sudah ku tanda tangani. Kau bisa pulang sekarang." ucapnya sembari meletakkan dokumen yang baru saja di pegangnya di atas meja.
Melihat sekertarisnya yang hanya diam saja tanpa pergerakan membuat Aden mengerutkan dahi bingung.
"Apa yang kau lakukan? Kau tidak berniat pergi dari sini?" ucapnya lagi.
"Hmmm Tuan, apa kau tidak butuh seseorang yang dapat meregangkan otot-otot mu?"
ucap sekertarisnya yang kini duduk di depan Aden sambil mengesampingkan rambut panjangnya dan memperlihatkan leher putih yang di milikinya.
Aden yang melihat nya, berdiri melangkah ke arah Aina. Mencondongkan wajahnya dan mengunci pergerakan Aina dengan kedua tangannya dan menyangga tubuh nya di sandaran sofa.
Aina melihat tatapan tajam dari bosnya menelan ludahnya susah payah. Bukannya senang di dekati oleh pria yang selama ini memang di incarnya. Kini Ia justru merasa mati kutu akibat tatapan membunuh dari sang Tuan.
"Apa aku terlihat seperti pria yang ada di pikiran mu? Dan lagi, apa aku terlihat seperti pria yang memiliki selera seperti mu??. Ucao Aden dengan nada dingin.
Kembali menegakkan badan tingginya dam masih menatap Aina yg kini menunduk takut.
"Keluar sebelum aku memecat mu."
Kata terakhir yang di ucapkan Aden saat itu. Membuat Aina buru-buru membereskan dokumen-dokumen yang tadi di bawanya.
bergegas meninggalkan kamar Tuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •
kirain aden bakal dengan mudah tergoda aina makanya disuruh ke kamar. untung dah🤭🤭
2023-04-13
1
վմղíα | HV💕
KK kasih 2 iklan biar semangat nulis nya 💪
2023-04-08
1
Debby Syahrani
manteeppp
2023-04-06
2