Bab 4 Sedikit Lebih Dekat

Tak ada niatan Livy untuk datang ke tempat yang sama seperti kemarin. Maksudnya, lapangan basket di pinggir taman dimana dia bertemu dengan Sammuel juga. Tapi bagaimana lagi, kakinya seolah memberontak dan terus melangkah ke sana. Dan benar dugaannya, Sammuel sudah ada di sana sedang mendribble bola basket. Wajahnya terlihat  serius tanpa senyum dengan peluh membasahi keningnya.

Duduk di pinggir lapangan, gadis itu menatap fokus kearah Sammuel. Tanpa mau menginterupsi kegiatan lelaki itu. Livy beranggapan, jika Sammuel memang benar-benar menyukai olahraga tersebut. Melihat postur tubuh lelaki itu, tubuhnya yang tinggi dan tegap, mungkin dia sudah menyukai olahraga tersebut dari kecil.

"Udah lama?" Sammuel mendekati Livy dan duduk di dekat gadis itu. Tubuhnya di penuhi keringet dan napasnya memburu karena lelah. Ini kali kedua mereka bertemu, tapi seolah sudah lama saling mengenal.

"Barusan." jawab Livy singkat.

"Udah lebih baik?"

"Gue nggak sakit, Sam!'

Sammuel terkekeh. "Mau main?" tawar lelaki itu. Tak ingin membahas hal yang memang dihindari oleh Livy.

"Malas. Gue nggak suka keringetan.'' lanjutnya berterus terang.

"Oke aku main dulu. Kamu tunggu di sini." ucapnya dengan kaki yang mulai melangkah menuju lapangan.

Livy tak seharusnya menuruti apa yang Sammuel katakan. Tapi entah kenapa dia diam di sana dan menonton Sammuel bermain basket sampai lelaki itu selesai.

Tak sengaja, Livy begitu menikmati setiap pergerakan Sammuel. Ketika lelaki itu selesai bermain basket, kemudian menenggak minumannya dari botol, serta mengelap keringatnya dengan handuk, sampai memakai kembali kaos lengan panjang yang tadi di tinggalkannya, semua itu tak lepas dari tatapan Livy.

"Kenapa sih?" Sammuel merasa jika dia terus di perhatikan oleh Livy secara intens. "Ada yang aneh dari muka aku?" tanyanya dengan kening mengeryit.

Menggelengkan kepalanya pelan, sebagai bentuk jawaban yang di berikan oleh Livy.

"Terus kenapa kamu ngeliatin aku kaya gitu?" Tampaknya lelaki itu semakin penasaran dan Livy pun tak ingin menjawab pertanyaan Sammuel yang di berikan kepadanya. Gadis itu memilih menatap langit di atasnya, karena sepertinya lebih menyenangkan daripada menanggapi ucapan Sammuel. Sammuel pun memilih tak mendesak Livy untuk menjawab pertanyaannya. Karena dia pun mengikuti Livy menatap langit biru dengan fokus. Keduanya hanya saling diam. Angin berhembus lembut seolah mendukung terciptanya suasana romantis itu.

Tanpa Livy ketahui, Sammuel diam-diam melirikkan matanya hanya untuk sekedar menikmati wajah datar gadis itu. Dia sadar jika Livy memiliki paras cantik dengan wajah datarnya.

Wajahnya natural tanpa polesan make-up, rambutnya di cat coklat dan cara berpakaiannya juga terkesan simpel dan cocok dengannya.

Tak sengaja, Livy menatap ke kirinya dan mendapati Sammuel masih setia menatapnya.  Sammanta tak bisa menyangkal dan menghindar. Karena faktanya dia memang mengagumi gadis yang ada di sampingnya itu.

"Kenapa sekarang jadi elo yang ngeliatin gue kaya gitu?" kini Livy balik bertanya karena sejak tadi Sammuel tak mengalihkan pandanganya. Jujur saja Livy merasa gugup di tatap seperti itu oleh seorang lelaki. Meskipun dia cuek, jiwanya tetap perempuan. Bisa luluh juga jika di tatap leleki tampan seperti Sammuel.

"Kamu tahu?" Begitu kata Sammuel. "Sepertinya aku menyukaimu."

Ekspresi terkejut tercetak di wajah Livy. Tapi dia lebih cepat menguasai dirinya sendiri dan bertanya balik. "Suka dalam konteks apa? Ada banyak arti dalam kata suka."

Sammuel menarik sudut bibir bibirnya. "Suka antara laki-laki dan perempuan. Tertarik, dan mungkin kita bisa menjalani sebuah hubungan, seperti pacaran." Sammuel sepertinya memang bukan orang yang suka berbasa-basi. Jadi dia tak keberatan untuk menjelaskan arti suka yang dia katakan barusan.

Livy tak menjawab. Dia kembali menatap ke depan dengan helaan napas panjang.

"Lo kayaknya lagi mabuk, deh." katanya yang tak ingin menganggap serius ucapan lelaki di sampingnya itu.

Sammuel tak marah dengan perkataan yang keluar dari mulut bibir Livy. Dia hanya mengedikkan bahunya tak acuh.

"Kamu single kan?"

Livy pusing dengan pertanyaan Sammuel barusan. Tapi dia tetap mengangguk.

"Jadi nggak ada salahnya kan kalau aku menyukai gadis single." katanya santai, membuat Livy menengus.

"Kaya gue mau aja sama elo." begitu katanya, gadis itu terlihat sedikit sombong.

Namun Sammuel tak terpengaruh, "Aku rasa, aku bukan orang yang akan mundur begitu saja hanya karena sebuah alasan seperti itu."

Bagi LIvy, cowok di sampingnya itu begitu percaya diri. Tapi biarkan saja, biarkan Sammuel melakukan apa yang dia suka.

Mereka kembali terdiam. Baik Livy mupun Sammuel menatap ke depan dengan pikiran masing-masing.

"Aku lapar." Sammuel kembali bersuara. "Ayo," lelaki itu sudah berdiri dan menunggu Livy untuk mengikutinya. Waktu memang sudah sore dan lelaki itu sudah merasa lapar karena siang tadi, dia hanya memakan roti karena sibuk dengan tugas kuliah yang belum terselesaikan.

"Kemana?" Livy berdiri, mereka sudah mulai melangkah untuk meninggalkan tempat tersebut.

"Aku punya langganan warung di deket sini. Nggak masalahkan kalau aku ajak kamu makan di warung?"

Livy menggeleng. Dia bukan tipe gadis yang memilih-milih tempat makan. Yang terpenting adalah makanan itu enak dan halal, itu sudah cukup baginya.

"Bagaimana tipe cowok idaman kamu?" Sepertinya Sammuel ingin mengetahui lebih tentang Livy makanya dia bertanya.

Mereka sudah sampai di warung yang  Sammuel maksud. Duduk di bawah, beralaskan tikar dan meja pendek di depannya. Sammuel menatap terang-terangan wajah Livy tanpa merasa perlu menyembunyikannya. Lelaki itu menikmati ekspresi wajah datar gadis di depannya itu.

"Gue nggak tahu." Jawaban itu melucur tanpa dipikir. "Gue cuma mikir, sebuah hubungan antara cewek dan cowok itu yang penting saling mencintai, dan satu keyakinan itu sudah cukup. Tapi nyatanya gue salah. Faktanya gue tetep di selingkuhin sama pasanagan gue."

Sammuel mendengarkan dengan seksama. "Lalu yang benar?" Sammuel kembali bertanya.

Livy mengedikkan bahunya tak acuh. "Gue nggak mau bahas hal itu untuk saat ini." finalnya.

Hembusan napas kasar keluar dari bibir Sammuel. Menyebalkan memang gadis yang satu ini. begitu pikirnya.

"Silahkan, Mas Sam." ucap pemilik warung saat mengantarkan makanan yang baru saja mereka pesan. Beliau memang sudah mengenal Sammuel karena seringnya lelaki itu makan di sana.

"Terimakasih, Bu." Jawaban itu keluar dari bibir Livy. Sedangkan Sammuel tersenyum dan mengangguk.

Livy menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulutnya, meresapi rasa nikmat di lidahnya. Kemudian dia berkomentar. "Enak sih." katanya yang membuat Sammuel tersenyum.

"Rasanya enak, porsinya banyak dan murah. Sesuai kantong mahasiswa seperti kita." tanggap Sammuel.

Livy setuju. Memang makanan seperti ini akan banyak di datangi mahasiswa untuk menjadi langganan mereka. Apalagi anak kos seperti dirinya. Meskipun dia tak pernah kekurangan uang setiap bulannya, tetap saja dia harus bisa mengatur uang bulanannya. Dan tempat seperti ini adalah surga, karena bersahabat dengan kantong mahasiswa.

"Lo kos juga?" Livy bertanya.

"Kontrakan sama temen sekampus." Sammuel menyingkirkan piring kosongnya dan fokus menatap Livy. "Sebenarnya pengen kos aja, biar nggak ribet kalau mau ngapa-ngapain sendiri. Tapi udah terlanjur ngontrak rumah, jadi di terusin aja."

Livy mengangguk meras mengerti. "Iya, kalau kos cuma perlu ngebersihin kamar sendiri, kalau kontrakan harus ngebersihin satu rumah. Jadi, lo tiap hari nyapu ngepel sendiri dong?"

"Iya," jawab Sammuel singkat. "Aku yang nyapu, temenku yang ngepel."

Livy juga pernah di tawari oleh orang tuannya untuk mengontrak rumah saja, tapi dia menolak karena alasan yang dia bilang tadi.

"Emang kamu asli mana sampai harus kos?" Sammuel berusaha mengetahui sedikit demi sedikit tentang Livy.

"Jakarta." ucapnya seraya menyesap minumannya, gadis itu melanjutkan. "Elo?"

"Jakarta juga." jawab Sammuel. "Lalu kenapa kos? Kan masih bisa pulang pergi?"

"Karena gue harus menghabiskan waktu di jalan selama dua jam, itu pun kalau nggak macet. Jadi gue putusin buat kos aja biar nggak ribet, dan itu jadi opsi terbaik buat gue." Livy memang tak mau waktunya terbuang sia-sia di jalan. Kemudian dia meminta izin orang tuanya agar di perbolehkan tinggal di kos. Beruntung mereka menyetujui dan mencarikan tempat kos yang aman untuk putri mereka.

Sammuel paham dengan apa yang dirasakan Livy. Dia bahkan pernah telat kuliah dan tak bisa masuk kelas karena terjebak macet. Sedangkan dosen yang mengajar terlalu disiplin dan tak akan membiarkan mahasiswa yang tak tepat waktu untuk masuk kelas dengan alasan apapun.

Sammuel kembali mengantarkan Livy ke tempat kosnya, masih dengan berjalan kaki. Entah kenapa, mereka sama-sama mengamati suasana ini. Jalan kaki berdua, bahkan sesekali mengomentari sesuatu yang di anggap menarik, bahkan mengobrol-kan hal-hal yang tak penting sama sekali. Dan Livy sudah meluapkan rasa sakit hatinya karena dikhianati.

"Boleh minta nomor ponsel kamu?" tanya Sammuel dengan ekspresi wajah berharap.

Sedangkan Livy tak menjawab. Bibirnya masih tertutup rapat dan kakinya masih terus melangkah. Bukan dia tak mau memberikan nomor kontaknya, tapi entahlah, dia hanya belum ingin.

''Livy!"

"Untuk apa?" Livy tahu jika Sammuel memanggil dirinya untuk meminta perhatian. Atau paling tidak dia menanggapi ucapan lelaki itu. "Lagi pula kita juga akan bertemu." imbuhnya.

"Jadi kita akan bertemu lagi?" Sammuel menarik sudut bibirnya, mendengar ucapan Livy yang seolah memberi harapan kepada lelaki itu, jika mereka akan tetap bertemu, meskipun tak ada yang saling menyimpan kontak masing-masing.

"Entahlah.'' Begitu jawaban Livy cuek. Tapi bagi Sammuel, harapan yang diberikan Livy sudah cukup untuknya.

Kaki LIvy tiba-tiba berhenti ketika melihat Adam ada di depan tempat kosnya. Lelaki itu duduk di saung yang memang di sediakan di sana untuk bersantai. Bahkan tak jarang, penghuni kos di sana menggunakan tempat itu untuk mengerjakan tugas mereka bersama teman-temannya.

"Kenapa?" tanya Sammuel tak mengerti. Namun  lelaki itu menatap ke arah di mana mata Livy menatap.

Ada banyak orang di sana. Jadi Sammuel tak paham, siapa yang sedang Livy perhatikan.

"Livy!" Panggil Sammuel lagi untuk menyadarkan gadis tersebut.

"Lo pulang aja." Begitu usir-nya pada lelaki itu. Sammuel yang merasa tak terima langsung menolak. "Kenapa harus pulang? Di sana ada pacar kamu?" tanyanya dengan penasaran dan bernada sedikit meninggi.

Livy mendongak menatap Sammuel yang memang lebih tinggi darinya, dia hanya setinggi pundak Sammuel atau memang Sammel yang terlalu tinggi. Entahlah.

"Gue akan ceritakan nanti kalau emang perlu. Tapi untuk sekarang, gue minta tolong  lo pulang dulu.''

Wajah tak suka Sammuel terlihat jelas di mata Livy, tapi gadis itu menolak peduli.

Tak menjawab, lelaki itu pergi dari sana tanpa mengatakan sepatah kata pun. Jujur saja, Livy merasa tak enak hati karena hal itu.

Melihat Sammuel sudah menjauh dari tempat kosnya, Livy melanjutkan langkahnya untuk kembali ke kosnya. Adam yang melihat Livy dari kejauhan, berdiri dan berlari mendekati gadis tersebut.

"Vi!" Suaranya di buat semelas mungkin untuk menarik simpati dari Livy. Dia tak malu, padahal tadi pagi Livy sudah menghinanya.

"Aku minta maaf. Aku ngaku salah."

Livy mana peduli dengan omong kosong Adam. Hanya saja dia tak mau menarik perhatian orang jika dia bermain kasar kepada Adam.

"Aku masih sayang sama kamu. Kamu tarik lagi keputusan kamu ya, please!" Wajah Adam bahkan masih ada bekas kebiruan akibat tonjokan yang di berikan Livy tempo hari, tapi tak mengenal lelah, lelaki itu tetap saja mengejar Livy untuk meminta maaf.

"Gue nggak mau dan gue nggak akan tarik keputusan yang udah gue buat. Jadi, pergi dan jangan lagi mengemis maaf dari gue. Karena gue, nggak akan kasih maaf ke elo."  Kesinisan Livy terdengar jelas di telinga Adam, namun lelaki itu mengabaikan ucapan Livy.

"Gue nggak mau lagi-lagi main kekerasan sama elo. Jadi tolong, jangan muncul lagi di mana ada gue di sana. Karena gue udah muak banget liat wajah sok nggak berdosa lo itu!" serunya. Tanpa menunggu tanggapan dari Adam, dia pergi dari sana dan segera masuk ke rumah kosnya. Berurusan dengan laki-laki semacam Adam, akan membuat dirinya sakit kepala.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!