Eiza langsung menurunkan Dewa dari gendongannya. Dengan tangan yang gemetar, ia mengambil alih gagang telpon dari tangan Mbak Siti.
"Halo, apa Ibu masih mendengarkan saya?" terdengar suara pria memanggil dari balik telpon.
"Pak, saya Eiza, adiknya Keylin. Apa benar kakak saya dan suaminya mengalami kecelakaan?" tanya Eiza pilu.
"Benar, Mbak. Mereka sekarang sedang dibawa ke Rumah Sakit Harapan."
"Kalau begitu saya akan segera kesana, Pak. Terima kasih atas informasinya."
Eiza segera menutup telpon lalu bersin dengan keras. Setiap kali mendapat tekanan berat, penyakit sinusnya memang langsung kambuh.
"Mbak Siti, aku titip Dewa. Tolong jangan pulang dulu sebelum saya kembali dari rumah sakit. Nanti saya pasti akan hitung uang lembur untuk Mbak Siti."
"Iya, Non, saya akan menjaga Dewa. Non, tenang saja."
Eiza bergegas menyambar kunci motor beserta tasnya. Yang diinginkan Eiza hanyalah sampai di rumah sakit secepatnya untuk melihat kondisi sang kakak.
Kurang lebih setengah jam berkendara, Eiza pun tiba di rumah sakit itu. Napasnya tersengal-sengal ketika ia berlari ke ruang IGD. Ia segera bertanya kepada perawat yang bertugas.
"Suster, dimana pasien bernama Keylin dan Denis Handana yang mengalami kecelakaan di tol?"
Sebelum Eiza mendapat jawaban, pintu ruang UGD terbuka. Dari dalam keluarlah beberapa perawat yang mendorong dua buah ranjang beroda. Sosok pasien di atasnya tidak terlihat karena sudah ditutupi oleh kain berwarna putih.
Perasaan Eiza bergemuruh hebat. Lututnya terasa goyah, seolah tak mampu lagi untuk berpijak. Ia takut apa yang dicemaskannya akan menjadi kenyataan. Meskipun begitu, Eiza memaksakan diri untuk bergerak mendekati salah satu ranjang.
"Apa Mbak keluarga pasien?" tanya perawat yang memegang ranjang itu. Ia terpaksa berhenti karena Eiza berdiri untuk menghalanginya.
Tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut Eiza. Jantungnya berdentum kencang seiring dengan gerakan tangannya yang perlahan-lahan menyibak kain penutup. Dan ketika penutup itu telah terbuka seluruhnya, mata Eiza terbelalak lebar. Sontak air matanya jatuh tak terbendung ketika melihat sosok wanita yang terbujur kaku di hadapannya. Mata wanita itu terkatup rapat dan kulitnya begitu pucat.
"Tidak, ini tidak mungkin. Kak Keylin!!" jerit Eiza histeris.
***
"Bagaimana kondisimu hari ini, Cantik?" tanya seorang pria tampan yang memakai jas putih kebesarannya. Ia menepuk perut gadis kecil itu untuk memastikan kondisi pencernaannya tidak terganggu.
"Nita sudah tidak muntah lagi, Dok, tapi dia masih susah makan. Katanya perutnya cepat kenyang kalau diisi makanan," sahut ibu dari si gadis berambut ikal.
"Oh, kalau itu karena pengaruh asam lambung, Bu. Minum saja obat yang saya berikan secara teratur dua kali sehari. Dan jangan sampai telat makan. Nita juga tidak boleh makan makanan yang pedas dan asam."
"Baik, Dok, terima kasih."
"Turuti kata Bunda, ya, Cantik, supaya kamu nggak perlu ketemu Pak Dokter lagi," ujar pria itu sambil tersenyum kepada Nita.
"Tapi aku suka ketemu Pak Dokter."
Jawaban polos dari Nita membuat pria itu terkekeh. Ia tidak menyangka pesonanya sebagai pria terlalu kuat sampai anak kecil saja mengaguminya.
"Kamu boleh ketemu Pak Dokter lagi kalau sudah sehat."
Nita pun mengangguk senang. Sementara ibunya langsung menggandeng tangan Nita agar keluar dari ruang pemeriksaan sederhana itu.
"Kami permisi, Dok."
"Silakan, Bu. Sampai ketemu, Nita."
Usai Nita pergi, pria itu melepas jasnya. Ia meregangkan tangan ke atas sambil mengulum senyum. Tugasnya menolong orang lain telah selesai dan kini gilirannya untuk memanjakan diri. Sebagai lelaki dewasa yang masih lajang, ia butuh hiburan sejenak untuk menyegarkan pikiran.
Pria itu meraih ponsel dan hendak menghubungi seorang wanita, namun mendadak layar ponselnya berkelap-kelip. Ia sangat terkejut karena yang muncul adalah nama sang kakek, Yogi Handana.
"Halo, Opa, tumben menelponku siang-siang begini? Apa berat badan Opa naik lagi? Mau aku buatkan menu diet seimbang supaya Opa tetap macho dan awet muda di mata Tante Nancy?"
"Arion, dasar kamu cucu kurang ajar! Opa menelponmu bukan untuk konsultasi diet!" bentak Opa Yogi. Ia seringkali dibuat naik darah oleh tingkah menyebalkan dari cucu kesayangannya itu.
"Lalu untuk apa Opa menelponku?" tanya Arion dengan santai.
"Opa mau memberitahumu kalau...."
Suara pria tua itu mendadak parau. Sepertinya ia sedang menahan tangis sehingga tidak mampu melanjutkan kalimatnya.
"Opa menangis? Siapa yang berani membuat Opa seperti ini? Aku pasti akan menghajar orang itu sampai babak belur!" geram Rakyan.
"Adikmu, Denis, dia...."
"Hah?! Denis yang membuat Opa menangis?" tanya Rakyan tidak mengerti.
"Bukan, Arion. Denis dan Keylin kecelakaan mobil, dan mereka...sudah meninggalkan kita untuk selamanya."
"Braakk!!"
Bagai tersambar petir, Arion menjatuhkan ponselnya ke lantai. Ia terduduk lemas di kursi dengan mata berkaca-kaca. Rasanya ia ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan segala kesedihannya.
Denis, satu-satunya saudara kandung yang dimilikinya telah tiada. Padahal ia tahu bahwa Denis tengah berbahagia bersama istri dan anak balitanya yang menggemaskan. Lalu bagaimana nanti nasib keponakannya itu tanpa kehadiran seorang ayah?
Arion memungut kembali ponselnya lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.
"Arion, tolong pulanglah sekarang ke Jakarta. Beli tiket pesawat dengan penerbangan tercepat. Pemakaman Denis tidak akan dilaksanakan sampai kamu hadir disini," tegas Opa Yogi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
sweet❤️
Hai thor aku mampir nih
2023-07-06
0