Bima meraih tusuk konde neneknya yang selalu dibawanya di dalam saku celana, dan mulai mengutak-atik lubang kunci hingga berbunyi ceklek.
Bima tersenyum puas. Tangannya mengantongi kembali tusuk konde neneknya, sebelum membuka pintu dengan sangat perlahan.
Agak terlalu gelap. Cahaya yang ada hanya didapat dari lampu yang menyala terang dari salah satu kamar, tempat dimana suara tawa rendah itu masih terdengar.
Bima berjalan mendekat.
"Aaah... Kau sungguh luar biasa, Sayang." Sebuah suara dari dalam ruangan membuat Bima membeku di tempatnya. Bima behenti, kmbali mendengarkan.
Sunyi. Tidak terdengar lagi teriakan kesakitan yang tadi tertangkap telinganya, hanya desisan-desisan panjang.
Sepuluh menit menunggu, kesunyian yang tiba-tiba membuat Bima ragu apakah yang dilakukannya ini benar.
Perlahan Bima berjalan mundur, bersiap kembali ke arah pintu keluar, saat telinganya menangkap suara pria lain.
"Bos, apa kami sudah boleh melakukannya?"
"Tidak! Jangan. Biarkan dia siuman dulu. Aku belum selesai dengannya."
"Aaah..." Seruan kecewa terdengar rendah.
Bima kembali terdiam. Dia berbalik, melangkah lagi mendekati pintu kamar.
"Bos, apa kau tidak ingin membangunkannya?"
"Kalau kau sudah tidak tahan, lakukan saja dengan cerek."
"Tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya takut dia mati, Bos."
"Jangan bodoh! Dia masih bernafas."
"Tapi bos..."
"Aku mau menghisap dulu. Jangan sentuh dia!"
Bima melompat berdiri, melihat kesana kemari mencari tempat bersembunyi. Tepat pintu kamar terbuka, Bima berhasil menyelipkan tubuhnya diantara sapu dan kaleng di sudut gelap ruangan.
Seorang pria jangkung dengan postur tegap dan dada bidang berjalan keluar dengan langkah tenang. Bima mengintip dari balik klambu tipis yang menutupi ruang sapu, memperhatikan pria itu dengan mata menyipit tajam.
Pria itu keluar melalui pintu belakang, lalu kembali menutupnya.
Lima belas menit menunggu dengan jantung berdebar, akhirnya pria itu kembali memasuki kamar dan menguncinya.
"Hei, Gundik! Bangun!"
Dari hardikan itu, Bima seketika tahu wanita di dalam sana itu pasti melakukannya tidak dengan senang hati.
"Bagus. Kau sudah beristirahat cukup lama, jadi sekarang bersiaplah untuk sesi berikutnya."
"Jangan, Galang. Tolong, jangan lakukan ini padaku, ku mohon."
"Aah sudahlah. Jangan berisik."
Terdengar isak parau seorang wanita.
Bima mengeratkan gigi menahan amarah. Buku-buku jarinya memutih.
"Berbalik, Gundik!"
"Jangan. Sakit..."
"Naik!"
"Jangan. Ku mohon sudah, Galang. Aku akan menuruti apa pun yang kau inginkan tapi tolong berhenti," rengekan suara wanita terdengar begitu memilukan. Bima ragu-ragu sejenak di depan pintu.
"NAIK kubilang! Apa kau tuli, hah!" bentak pria itu lagi.
"Lakukan!"
Bima menahan diri agar tidak lepas kendali. Jari-jemarinnya mencengkeram tembok.
"Aaaah...!"
Bukan erangan, tapi jeritan pilu kesakitan.
"Bergerak!"
"Sakit."
Plak! Bunyi tamparan nyaring disambut suara wanita itu mengerang.
"Ya, seperti itu. Bagus. Teruskan."
"Sakit."
"Teruskan, Manis."
"Sudah. Ku mohon sudah."
"Terus saja mengeluh maka aku akan menambah rasa sakitmu!"
"J-jangan. Ku mohon jangan, aaah..."
"Suka?"
Entah wanita itu mengangguk atau menggeleng, Bima hanya bisa menebak.
"Ya. Benar begitu, Manis. Seperti itu."
"Sudah. Ku mohon sudah."
"Jangan banyak bicara. Nikmati saja!"
"Cukup. Ku mohon."
"Jangan bacot!"
"Aku lelaaaah!" Wanita itu menjerit.
"Aaah... ****! Berani kau rupanya."
Suara erang kesakitan lain.
"Hei, kau!"
"Saya, Bos?"
"Ya. Beri dia pelajaran lebih."
"Denganmu, Bos?"
"Lakukan saja, Goblok!"
"Baik. Siap, Bos. Dengan senang hati."
"Lakukan di belakang."
"Kau, Bos?" tanya suara pria itu bingung.
"Tentu saja aku akan tetap di tempatku. Apa kau belum pernah melihat yang seperti itu, hah?!"
"B-baik, Bos. Sudah. Tentu saja sudah."
"Kalau begitu cepat!"
"T-tunggu. Kau mau apa?" tanya wanita itu lemah.
"Bersiaplah, Nona..."
"Aaaaaaaa....."
Brak!
Pintu menjebalak terbuka.
Mariana masih sempat melihat wajah murka di balik kaus lusuh berwarna coklat dengan jaket biru tua berdiri di balik pintu, sebelum dia tak sadarkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments