"Siapa kau!" Galang melempar tubuh pingsan Mariana ke samping. Dia segera berdiri, begitupun Gori yang sudah menanggalkan celana dan ****** ********. Pria itu berlari ke sudut ruangan, dengan cepat mengenakan kembali celananya.
Bruk Bruk Bruk... Dalam satu tendangan panjang tiga pria kekar berbadan hitam yang berdiri paling dekat dengan pintu, tak sadarkan diri.
"Hei!" Seru pria yang baru saja mengenakan celana seraya berlari mendekat.
Buk buk buk. Dua pukulan telak dan satu tendangan berhasil merobohkan tiga yang tersisa. Tinggal satu orang yang berdiri mematung dengan bertelanjang bulat.
"Desa ini tidak menerima bajingan-bajingan macam kalian," kata Bima dengan suara dingin.
"Siapa kau?"
"Tidak perlu tahu siapa aku. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah pergi dari sini dan bawa anak buahmu secepat kau bisa, sebelum aku berubah pikiran." Suaranya rendah mengancam.
Seperti seorang pengecut, Galang meraih pakaiannya di atas nakas, mengenakannya asal lalu menarik tubuh pingsan Mariana.
"Tinggalkan dia."
"T-tapi dia kekasihku."
"Tinggalkan dia." Bima mengulangi dengan nada sedingin es di kutub utara.
Galang berbalik ketakutan, menjejak kaki anak buahnya satu persatu hingga siuman dan berlari keluar.
Keenam anak buahnya bangkit tertatih dan segera mengikuti keluar.
Bima menatap tubuh telanjang di atas ranjang dengan tatapan iba. Dia benar-benar marah pada pria-pria brengsek tadi, tapi dia harus bisa mengendalikan diri demi menolong gadis ini terlebih dahulu.
Bima mengangkat perlahan tubuh Mariana, memperbaiki posisinya seolah wanita itu sedang tidur.
Bima mengambil baju wanita itu. Sayang tak mungkin bagi wanita itu mengenakan kembali bajunya karena seluruhnya telah koyak. Sepertinya habis dilepas paksa.
Bima mendesah panjang. Ingin sekali dia memburu bajingan-bajingan itu dan membunuhnya, tetapi Bima teringat janjinya pada kakek dan almarhum adiknya.
Bima melepas jaket, menutupkannya pada tubuh Mariana sebelum menutup seluruh tubuh wanita itu dengan selimut.
"Jangan! Jangan lakukan. Cukup ku mohon cukup..."
Bima menatap kaget saat Mariana tiba-tiba saja beraksi.
"Tenang. Tenang. Aku tidak akan menyakitimu. Mereka sudah pergi. Tenanglah."
Mariana terus mundur sambil meraih selimut untuk menutupi tubuhnya, hingga punggungnya menyentuh kepala ranjang.
"Tenang. Tenanglah. Aku yang menolongmu."
Mariana menggeleng ketakutan.
"Lihat. Lihatlah aku. Apa aku terlihat seperti seorang bajingan?" tanya Bima, masih berdiri di tepi ranjang,mencoba menenangkan Mariana.
Mariana menatap Bima dari atas ke bawah, kembali lagi ke atas,mengulanginya hingga empat kali sebelum akhirnya menggeleng.
"Nah. Jadi sekarang tenanglah. Ku mohon. Aku akan menolongmu."
"S-siapa kau?" tanya Mariana tergagap.
Bima mengulurkan tangan. "Aku Bima. Pemuda di dusun ini."
Mariana menatap tangan Bima ragu-ragu, tidak balas memberi salam.
"Baiklah. Tidak apa-apa. Aku tahu kau masih trauma."
"Dari mana kau tahu aku ada di sini?" tanya Mariana.
"Aku... Aku mendengar teriakanmu dari luar sana." Bima memutuskan berbohong.
Mariana mengerutkan kening. Rupanya meski sedang trauma, otak wanita ini tidak kemudian mati begitu saja.
"Aku tidak sedang tidur di rumah. Aku sedang berburu di hutan seberang sana malam tadi dan saat aku keluar dari jalan setapak aku mendengarmu berteriak."
"Dan kau memutuskan harus menolongku?"
"Tentu saja. Kau berteriak meminta tolong."
Mariana mengerutkan kening.
"Aku mendengarmu meminta tolong dari jalan setapak di hutan sana. Lalu aku berjalan keluar dari jalan setapak, melewati rumah ini dan bisa mendengarmu berkali-kali berteriak kesakitan."
Mariana diam, nafasnya terlihat lebih teratur dan tubuhnya tidak lagi gemetar.
"Apa, apa kau menolongku sendirian? Apa kau mengusir mereka semua sendirian?"
Bima terdiam. Dia menatap mata Maria lekat-lekat sebelum menjawab.
"Tidak. Aku tidak mengusir mereka. Mereka sepertinya sudah selesai denganmu dan pergi meninggalkanmu begitu saja, lalu aku masuk."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments