Kabar Burung

Setelah mengantarkan Wenny ke kamar tamu, aku segera kembali ke kamarku, tetapi pria yang tadi menungguku di sana sudah tidak ada. Dia pergi entah ke mana. Hilang seperti hantu. Tapi tidak apa, pikirku. Berarti ia sudah berada di sini. Mungkin hanya sedang berkunjung atau menginap di tempat lain.

Esok harinya, sehari menjelang hari ulang tahunku, dengan semangat aku memastikan lagi bahwa rumah yang selalu dijaga kebersihannya oleh nenekku, dan sekarang dibersihkan olehku, telah benar-benar bersih dan tak akan mengecewakan Oom Jaka ketika nanti ia kembali ke sini lagi. Rumah itu sebenarnya kubersihkan selang sehari, meski aku jarang mengepel lantainya, tapi kupastikan tak akan ada debu yang sempat menebal ataupun laba-laba yang bersarang di dalamnya.

Setelah selesai dengan urusan bersih-bersih, aku pun bergegas ke pasar untuk berbelanja. Oom Jaka tidak pernah memasak sendiri ataupun membeli makanan dari luar. Dia selalu makan atau sarapan dengan menu masakan nenekku, begitu pula dengan camilannya. Dan sekarang aku yang akan memasakkan makanan untuknya: sarapan pagi, makan siang, makan malam, beserta camilannya. Akan kutunjukkan kepada Oom Jaka bagaimana kemampuanku dalam urusan masak-memasak yang tidak kalah dari nenek, dan kuharap usahaku membuahkan hasil. Aku sudah mencari tahu banyak hal tentang Oom Jaka sejak setahun terakhir, sejak aku merasa jatuh cinta kepadanya. Setidaknya sekarang aku mengetahui apa saja yang nenekku ketahui tentang Oom Jaka. Dan karena pria itu telah terbiasa dengan rasa masakan nenekku, jadi bukanlah hal yang sulit bagiku untuk memasakkan makanan untuknya.

Aku membeli banyak jenis lauk, bumbu dapur dan buah-buahan dari pasar, juga sedikit sayur dan sejumlah bahan makanan instan: gula, gandum, kopi, teh, susu, dan lain-lain. Setelah membeli semua yang kubutuhkan, aku pun segera beranjak untuk pulang.

Menyusuri jalan dengan motorku, aku berhenti sebentar di sebuah perkebunan teh untuk bertemu Wenny yang bekerja di sana. Setelah memarkir motor dan menitipkan belanjaanku di bagian penitipan barang, aku pun menyusuri lahan perkebunan, mengawasi dengan cermat untuk mencari di mana keberadaan Wenny. Dan setelah menemukan gadis itu, kuberikan ponselnya yang tadi tertinggal di rumahku, dan aku segera berpamitan.

Cukup jauh meninggalkan tempat di mana Wenny sedang mengawasi para pekerja yang memetik daun teh, di satu tempat mendaki di mana udara terasa sejuk, aku menghentikan langkahku saat mendengar suara dua orang gadis yang tak jauh dari posisiku sedang tertawa cekikian, namun di antara tawa itu juga terdengar *esahan dan *rangan. Aku berjalan sedikit, lalu berjongkok, rasa penasaran ingin mengetahui apa yang sedang terjadi di sana mendorongku hingga aku nekat mengintip ke sisi lain lahan, tak jauh dari tempat aku berdiri tadi.

Ada tiga orang gadis di sana. Semuanya gadis: dua gadis tomboy dan seorang lagi gadis feminin. Si gadis feminin sedang duduk di tengah-tengah, dan aku mengenalnya, dia tetangga dekat rumahku, Arumi. Sedangkan dua orang gadis tomboy itu duduk di sebelah kanan dan di sebelah kiri Arumi, sedemikian rapat sambil memegang tangan Arumi. Tidak hanya itu, mereka berdua melakukan hal yang amat sangat keji kepada gadis itu.

Tadinya aku ingin mencari pertolongan untuk Arumi. Tetapi, ketika aku melihat reaksi Arumi yang diam saja, aku menunggu sesaat untuk memastikan apa gadis itu membutuhkan pertolongan ataukah tidak. Tapi gadis itu malah tersenyum dan menarik tangannya dengan santai.

Aku terpelongo. Merasa geli dan ingin cepat kabur takut mereka mengetahui keberadaanku. Tetapi aku tetap diam ketika mendengar Arumi bertanya, "Sekarang katakan, apa kalian mengenali siapa gadis di dalam gubuk tua yang bersama Kang Jaka?"

Jaka? Jaka siapa? Hatiku bertanya-tanya.

"Puspa," kata gadis di sebelah kiri.

Arumi terkejut mendengar jawaban gadis itu. "Kalian tidak salah lihat?"

"Kami berdua. Mana mungkin salah lihat," jawab yang satunya.

"Kalau begitu...." Arumi menggeleng-geleng, tidak meneruskan ucapannya.

"Sebentar," sela salah satu gadis. "Yang kamu tanyakan ini pria bernama Jaka Pradana itu, kan? Tidak penting gadisnya siapa, tapi kamu ingin memastikan siapa pria itu. Apa aku benar?"

Arumi mengangguk, jelas tampak sangat sedih.

Satu gadis merangkulkan tangannya ke pundak Arumi, membuatnya merasa risih dan tak nyaman. "Pria memang seperti itu," kata gadis itu. "Tapi kamu tidak perlu bersedih. Santai saja, Sayang. Biarkan semua itu terjadi, oke? Mereka saja happy. Kenapa kamu harus sedih? Benar, kan, apa yang aku katakan?"

"Memangnya kalian melihat apa yang mereka lakukan di dalam gubuk itu?"

Bug!

Arumi didorong dengan kasar hingga terlentang. "Jawab dulu pertanyaanku!"

"Kamu benar-benar ingin tahu?"

Aku meringis saat melihat adegan tak pantas di depanku, bukannya menjawab pertanyaan Arumi, kedua gadis tomboy berambut pirang itu malah semakin bertindak keji terhadap Arumi. Tetapi aku tidak ingin pergi sebelum mendengar jelas, siapa Jaka Pradana yang sedang mereka bertiga bicarakan.

"Katakan!" desak Arumi.

Salah satu gadis tersenyum licik dan berkata, "Baiklah, kalau kamu memang ingin tahu, akan kuberitahu. Yang satu gadis, yang satu pemuda, mereka sama-sama dalam keadaan telanjan*, dan... mereka bercumbu. Kami tahu jelas, kami mengintip apa yang mereka lakukan sampai selesai. Itu menggairahkan sekali. Seolah-olah... uh! Rasanya kami yang sedang bersenang-senang di dalam gubuk tua itu."

"Yeah," sahut gadis satunya. "Mengingat momen itu, aku selalu jadi bergairah."

Arumi tidak menghiraukan celotehan kedua gadis itu, tetapi dia menangis, membuat kedua gadis itu bertanya kenapa.

"Aku sudah menyerahkan keperawananku kepadanya. Tapi Kang Jaka... dia malah...."

Kedua gadis itu cekikikan, lalu yang satu berkata, "Kamu jangan heran. Mungkin saja si Jaka itu sedang mencari suatu ilmu, makanya dia sedang mengincar darah perawan dari para gadis. Puspa juga menyerahkan keperawanannya kemarin. Kami berdua melihatnya sendiri, kemarin gadis itu menjerit di dalam gubuk itu. Lalu Jaka mencicipi darah di... ah, kamu tahulah maksudku. Dan... oh, apa kamu juga mengalami hal yang sama? Apa Jaka juga melakukan hal yang sama padamu? Dia juga...?"

Ya Tuhan... jantungku berdebar tak karuan. Apakah yang kudengar ini kisah nyata, atau sekadar karangan bebas mereka?

"Hei, cantik, jawablah. Jaka melakukan hal itu juga kepadamu? Hmm?"

Arumi menangis sesenggukan. Mengangguk. "Dia melakukan hal yang sama padaku."

"Dia bilang padamu kalau darahmu segar dan memikat?"

Arumi mengangguk lagi.

"Nah, kan, benar apa kataku. Dia sedang menuntut ilmu."

Sementara Arumi terus menangis, kedua gadis itu menyegir lebar dan cekikikan.

Aku harus pergi, batinku. Aku tidak akan tahu siapa yang mereka bicarakan.

"Hei, Rumi, katakan, seberapa nikmat sentuhan pria dari kota itu?"

Oh, Tuhan... semoga bukan Jaka yang sama. Bukan Oom Jaka. Kumohon....

Sambil mengusap air mata, aku bergegas pergi dari sana menuju parkiran. Mengeluarkan kunci motor, mengambil barang-barang titipanku dan menaruhnya di motorku. Aku naik ke motor dan memasukkan kunci kontak ke lubang lalu menekan starter, dan segera melaju di jalan raya.

Tidak, Wulan. Jangan dipikirkan. Jangan dipikirkan! Buang jauh-jauh pikiran negatif itu. Oom Jaka tidak seperti itu. Dia bukan orang yang seperti itu. Kamu mengenalnya dengan baik. Dia mencintaimu. Dia sudah menyatakan perasaannya padamu kemarin. Percayai itu. Mana mungkin dia mempermainkanmu. Jadi lupakan apa yang tadi kamu dengar. Itu tidak benar.

Kupaksa diriku supaya mengabaikan kabar burung itu. Abaikan saja!

Terpopuler

Comments

Rifa Endro

Rifa Endro

kalau kabar itu benar ? lalu kamu harus bagaimana Wulan ?

2023-05-30

1

Deliana

Deliana

bruntung wulan blm d apa2 kn oleh om jaka..

2023-03-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!